“Cegah kepunahan burung beranjak dari kasus pleci” oleh Ige Kristianto Muladi

KETIK DI KOLOM BAWAH INI 👇🏿 SOLUSI MASALAH BURUNG YANG PINGIN ANDA CARI…

Salah satu narasumber dalam Munas I Plecimania Indonesia (PCMI) di Jogja, 7 Januari 2012, Ige Kristianto Muladi (Ketua Yayasan Kutilang Indonesia) menyebutkan perlunya plecimania mengembangkian budaya baru dalam berhobi burung. Berikut ini adalah artikel Om Ige – yang ditulis untuk omkicau.com – membahas lebih jauh apa yang dimaksudkan sebagai budaya baru dalam kaitan mencegah kepunahan burung, beranjak dari kasus maraknya lomba burung pleci.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Mencegah burung punah dengan contoh kasus pada pleci

Oleh: Ige Kristianto M
ige_muladi@yahoo.com
Yayasan Kutilang Indonesia
www.kutilang.or.id

Om IgeMaraknya lomba burung pleci memunculkan kekhawatiran banyak orang. Semakin marak lomba, maka permintaan terhadap pleci akan naik yang akan mengakibatkan terjadinya penangkapan secara besar-besaran dan akan berujung pada kepunahan pleci. Terlebih hal serupa telah terjadi pada banyak jenis burung yang kini banyak dipelihara bahkan telah berhasil ditangkarkan.

Kita bisa melihat apa yang terjadi dengan perkutut, kacer, jalak suren dan jenis-jenis burung lain yang dulu (atau paling tidak menurut kakek-nenek kita) sangat mudah kita temui di sekitar rumah, namun setelah banyak dipelihara dan nilai ekonominya naik, kini jenis-jenis burung tersebut tidak pernah lagi kita jumpai di sekitar rumah kita.

Sejatinya tidak sedikit pula catatan peneliti yang melaporkan bahwa sekitar tahun 80’an kita bahkan masih bisa menemukan sarang kacer, jalak putih, dan gelatik jawa di atap rumah; juga perkutut, tekukur, ciblek dan banyak jenis lain yang bersarang di pohon-pohon di halaman rumah kita.

Penangkapan burung, terlebih secara besar-besaran memang merupakan salah satu faktor pemicu penyebab kepunahan burung, termasuk pleci, sehingga kekhawatiran banyak orang ini tentu sangat-sangat beralasan. Meski demikian, ada faktor lain yang seringkali berada di luar jangkauan kita yaitu perubahan fungsi lahan dan habitat.

Halaman rumah yang dulu masih mempunyai banyak jenis pohon yang disukai burung karena menyediakan tempat bersarang, berlindung juga makanan, kini telah berganti menjadi garasi mobil, kolam renang, dan kalaupun ada tanaman hanya berisi tanaman hias yang sedap dipandang mata “manusia masa kini” tapi tak bermanfaat untuk burung.

Ringkasnya penyebab kepunahan adalah sifat dasar manusia yang tak berbudaya, yaitu SERAKAH dan RAKUS. Keserakahan dalam pengertian yang luas, tidak hanya serakah terhadap manusia lain tapi juga serakah terhadap makhluk hidup yang lain. Karenanya untuk mencegah burung punah, sebagai makhluk yang berbudaya kita mestinya dapat menciptakan kebiasaan atau budaya baru yang mengatur pemanfaatan kita terhadap semua jenis burung, termasuk pleci.

Menghadirkan sebuah kebudayaan baru memang tidak mudah, terlebih dalam hal hobi yang melibatkan mafia oportunis. Mereka adalah orang-orang yang hanya mencari keuntungan sesaat dari maraknya lomba suatu jenis burung dan akan segera beralih pada jenis burung lain lagi dengan meninggalkan banyak persoalan.

Om Ige - kedua dari kiri - ketika jadi salah satu narasumber Munas PCMI I Jogja
Om Ige – kedua dari kiri – ketika jadi salah satu narasumber Munas PCMI I Jogja

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Mecegah kepunahan

Berikut adalah beberapa pikiran tentang kebiasaan atau budaya baru dalam memelihara, termasuk melombakan, suatu jenis burung untuk mencegah kepunahan burung, termasuk pleci.

Pertama, menyangkut jenis dan jumlah burung yang boleh dipelihara oleh seseorang. Praktek semacam ini dapat kita lihat pada beberapa desa adat di Bali. Teknisnya dapat berbeda-beda di tiap desa adat, ada yang tiap rumah hanya boleh memelihara 3 ekor burung (jenis apapun), namun di desa adat yang lain ada yang memberlakukan hanya boleh pelihara 4 individu untuk tiap jenis.

Hal ini sangat penting karena saat ini jumlah penghobi burung yang tidak beridentitas sangat besar, mereka adalah penghobi yang hanya memelihara jenis burung yang sedang menjadi trend di pasar burung. Mereka akan banyak memelihara anis merah ketika lomba anis merah marak, kemudian akan berganti ke pleci ketika lomba pleci marak, dan akan terus berganti mengikuti permainan para mafia opportunis.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis... Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk Android di Google Play Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk iPhone di App Store

Kelompok ini menjadi sasaran empuk para mafia oportunis sekaligus pemegang pelatuk keterancaman punah suatu jenis burung. Karenanya penting bagi setiap orang untuk memastikan identitas ke-hobi-annya atas burung dengan mendeklarasikan diri atau bersama kelompok atau komunitasnya atau klub burungnya terkait jumlah jenis burung yang akan dipelihara dan jumlah dari tiap jenisnya.

Mereka yang belum berani mendeklarasikan diri bukanlah penghobi burung tapi hanya konsumen burung yang selalu menjadi bulan-bulanan para pedagang.

Dalam konteks pleci, saat ini sudah ada wadah bagi para penghobi pleci. Salah satu wadahnya adalah BPMI yang aktif berkomunikasi lewat group facebook PLECIMANIA INDONESIA. Sebagai open group, di akhir bulan april 2012 anggota group ini sudah mencapai 5.425 ID. Jika tiap ID membatasi diri hanya memelihara enam ekor pleci saja, maka tidak kurang dari 32.550 ekor burung pleci saat ini tengah dipelihara.

Dengan asumsi umum bahwa hanya 30% burung hasil tangkapan alam (muda hutan) yang dapat selamat menempuh rantai perdagangan burung sampai ke tangan pemelihara, maka sudah 108.500 ekor yang tidak lagi hidup bebas di alam. Data semacam ini harus dimiliki oleh setiap pribadi ataupun komunitas, karena merupakan alat paling mendasar untuk dapat mengukur keserakahan atau kerakusan seseorang.

Sejatinya kebiasaan atau aturan pembatasan semacam ini belum pernah ada pada sebuah lembaga atau komunitas penghobi burung, sehingga jika pembatasan semacam ini dapat diwujudkan oleh BPMI, maka BPMI akan menjadi organisasi pertama yang menerapkan salah satu prinsip dalam “Biodiversity Sustainable Use” di Indonesia.

PBI telah menjadi pioneer di bidang pembatasan lomba burung hasil penangkaran. BnR menjadi pioneer di bidang “pinjaman” indukan untuk penangkaran. Di sinikah BPMI akan menjadi pioneer?

Kedua adalah pembatasan terkait asal-usul burung yang kita pelihara. Hal ini sudah diatur dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Memelihara burung yang ditangkap dari kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam (bisa juga kita sebut sebagai kawasan konservasi) telah dilarang dan memiliki sanksi hukum.

Permasalahannya, sangat sulit membedakan burung yang ditangkap dari kawasan konservasi dan tidak dari kawasan konservasi sehingga kita hanya bisa membedakannya secara sukarela. Sederhananya, tanyakan dari mana asal-usul burung yang akan kita beli. Jika burung itu berasal dari taman nasional atau dari hutan lindung, maka JANGAN DIBELI!.

Kawasan-kawasan konservasi telah dibuat untuk melindungi sisa populasi burung yang hidup di alam agar dapat terus lestari, sehingga tidak membeli burung yang ditangkap dari kawasan konservasi akan berkontribusi besar untuk menghindarkan suatu jenis burung dari kepunahan.

Ketiga adalah dengan merawat “momongan” dengan baik dan benar, tidak melepas-liarkannya secara “sembarangan”, dan mulai menangkarkannya. Kita yakin bahwa tidak ada penghobi yang ingin burung yang dipelihara mati dan atau terlepas dari sangkar.

Ketiga hal di atas dapat menjadi budaya baru dalam memelihara burung untuk menghindarkan burung dari kepunahan. Ketiga kegiatan ini juga dapat kita mulai dari diri kita sendiri dan saat ini juga.

Ramah Lingkungan

Selanjutnya, kita bisa juga mengembangkan budaya baru yaitu menjadi pemelihara burung yang ramah lingkungan.

Pertama adalah dengan menyisihkan uang untuk membeli bibit berbagai jenis pohon yang bermanfaat bagi burung, seperti bibit berbagai jenis pohon beringin, aren, dan dadap untuk kita tanam pada kawasan hutan lindung atau hutan konservasi yang telah rusak atau cukup tanaman buah seperti jambu air, kersen, wuni, salam, dll, yang dapat kita tanam di halaman rumah, taman kota, atau titip ke halaman rumah tetangga.

Sederhananya, jumlah uang yang harus kita sediakan untuk membeli bibit pohon adalah 10% dari jumlah uang yang kita keluarkan untuk biaya memelihara burung. Tentunya ini adalah jumlah minimal, sehingga semakin besar akan semakin baik.

Pemelihara burung paling ramah lingkungan adalah mereka yang tetap memiliki halaman rumah yang cukup untuk tempat hidup minimal satu jenis pohon atau mereka yang menanam dan merawat minimal satu pohon di ruang publik. Intinya kita perlu mengembangkan budaya untuk melindungi habitat atau tempat hidup burung dengan segala daya yang kita mampu, termasuk ikut melarang dan mengingatkan para “penembak mania” yang hanya menjadikan burung sebagai sasaran tak berguna.

Kedua, kita perlu membuat tradisi baru dalam lomba burung. Misalnya, dalam setiap tiket lomba kita juga berikan biji pohon tertentu, bisa asam jawa, mangga, turi, jeruk, manggis, sawo, langsat, duku, salam, nyamplung, dan wuni. Mungkin biji itu akan dibuang sembarangan, tapi air hujan akan membawanya ke suatu tempat dan tangan-tangan lain akan merawatnya hingga tumbuh. Syukur jika setiap peserta lomba berkenan membenihkannya dan menanamnya di rumah masing-masing. Biji-bijian ini tentu saja bisa kita gantikan dengan bibit, tapi kurang praktis dan lebih mahal.

Ketiga kita perlu terus mendorong terwujudnya budaya baru berupa hanya dipelihara dan dilombakannya burung-burung hasil penangkaran. Burung tangkapan dari alam hanya boleh dibeli oleh penangkar untuk memperkaya keragaman genetik. Kalau perlu, burung dari alam hanya boleh dijual sprema dan sel telurnya saja.

Budaya baru ini hanya dapat terwujud ketika ada yang memulai. Diperlukan perjuangan, pengorbanan, dan keteladanan untuk dapat mewujudkannya. Dan karena itulah hanya para pendahulu yang berada dalam catatan sejarah untuk selalu dikenang oleh generasi penerus. (*)

Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.

BURUNG SEHAT BERANAK PINAK… CARANYA? PASTIKAN BIRD MINERAL DAN BIRD MATURE JADI PENDAMPING MEREKA.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

49 Comments

  1. taun 2011 saya msh mndengar burung cikblek d kebun tpi skarang punah sudah didaerah subang. dan punahnya burung alhamdulilah dampaknya hama ulat jd banyak hasil kebun jd menurun. dan skarang berkebun harus pake obat2an agar tdk ada ulat dh ga bisa scara alami. dan apa dampaknya buah2an dh tercemar obat bg manusia???? saya cmn minta tlong ma om kicau agar burung2 tdk lg dlombakan dan dkomersilkan

  2. skarang th melihara burung bukan karna cinta dan hobi. skrang kbnyakan komersil. toh burung dlombakan biar burung jd mahal kan. saya sangat sedih saya pergi ke kebun ga ada satu pun suara burung kicau. yng terdengar cuman burung pipit

  3. skarang bukan hanya pleci yng mulai punah tpi cikblek.toed.dll. menurut saya karna skarang banyaknya lomba atw kontes burung jd harga burung jd mahal dan orang jd tertarik memelihara atw menangkapnya. knapa harus ada perlombaan saya setuju klw perlombaan burung hanya burung tangkaran saja seperti kenari dan perkutut

  4. Setuju sekali dgn artikel diatas. Hanya saja kalau harus menunggu kesadaran para EO utk menghapus lomba kelas pleci,baik yg berkelas kakap maupun biasa,bisa dipastikan kepunahan pleci hanyalah masalah waktu saja (merujuk status pleci jawa dlm IUCN Redlist,yaitu dlm kondisi Near Threatened dgn populasi yg cenderung menurun).
    Point-nya,kalau EO atau penyelenggara lomba,pasar hingga pengepul/pemikat keberatan dgn dihapusnya pleci,kenapa kesadaran ini tidak kita mulai dari kita sendiri saja selaku penggemar kicauan. Simple,yaitu cukup dgn berhenti membeli,memelihara,melatih dan melombakan pleci

  5. Riskan memang,punya daya tarik buat se-ekor burung yang bersifat fighter,kicau an yg yahut tapi gak gampang diternak..spt kasus pleci&ciblek..dipihak breeder jg mikir segi ekonomis jg bt pnangkaran spt cerita P.samino yg sukses ternak cucak ijo..sptnya pemerintah perlu bikin balai litbang,.pusat penangkaran burung yg jd kicau mania,model percontohan..bnyk dokter 2 hewan kta yg berkwalitas mampu menyumbangkan pikiran biar burung2 favorit kta gak cepat punah..spt di kebun binatang munchen,jerman..(Ilmu breeder disebar ke pnangkar2 spt saya,.yg pasti dng senang kan praktek kerja langsung..bravo kicau mania

  6. saya sangat setuju dengan artikel ini dan mendukungnya,sebetulnya yang paling bertanggung jawab menjelang punahnya burung pleci dan ciblek ini adalah para EO yang ikut2an mengadakan lomba yang tidak tau arah lomba itu apa ? yang ada orientasi EO itu keuntungan,semoga para EO yang ga punya AD/ART ini cepet sadar untuk tidak melombakan kelas pleci dan ciblek .menurut saya sudah lah burung2 kecil yang hidup disekitar halama rumah kita ini ga perlu di lombakan.klo melihat fenomena byk nya bermunculan EO2 yang ecek2 maka perlu nya peraturan yang sangat tegas dari stekholder.

  7. saya YD dari bogor saya bekerja sebagay penyjaga pohon cengkeh digunung salak bogor,
    saya turut prihatin atas populasi burung pleci/kacamata di gunung salak bogor bayangkan saja saya sudah satu tahun bekerja setiap hari saja saya sering bertemu dengan orang-orang yang memikat burung…….
    memang saya penghobi burung tapi kalaw setiap hari ditangkep kepunahan burung pleci digunung salak sudah pasti kaga lama lagi tolong dong yang tegas penyjaga hutannya jangan ikit-ikut nangkepin juga soalnya saya pernah ngeliat polhut nangkep warga yang lagi mikat burung, siwarganya disuruh pulang burungnya diambil sama polhu kaga lucukan…………..

  8. Menikmati keindahan burung ternyata harus mengorbankan kemerdekaan burung itu sendiri.Apalagi kalau sudah urusan uang. ..

  9. Salam kenal om. Saya setuju dgn pndapat om ige.cz blm brp lama saya sudah merasakan sndiri berkurangnya koloni burung pleci ditempat sy bkerja skg.3 bln lalu burung pleci,sogok ontong disini sangat bnyak sekali,dan hidup bebas.mereka sering hinggap di pot bunga teras rumah,minum air bekas cuci piring dibelakang,nongkrong ramai2 di tali jemuran.tp wktu itu sy tdk ingin menangkapnya.toh sudah setiap hari saya bs mndgarkan ocehan pleci tnp hrs repot2 ksh makan.setelah bln ini sy kmbali lg ke tmpat ini,pmndangan tsb sudah tdk bs ditemui.mulailah saya cr informasi dr warga sekitar,dan berpura2 ingin membeli pleci kalo ada warga yg bs menangkapnya.cuma butuh wkt kurang dr 1 minggu,saya dpt info kalo ada warga yg menjual pleci.setelah tiba disana,saya sangat kaget krn melihat kandang ayam ternak,sudah mjadi kandang burung pleci.yg semuanya ada hampir 1000ekor.semua mau dikirim ke jawa,per ekor hanya di jual 1500-2500 saja.pdahal saya tau di kota tmpat asal saya,burung pleci bakalan ato muda hutan di jual 30rb per ekor.benar2 bisnis yg menguntungkan..!!! Kalo penangkapan burung pleci sudah skala besar spt ini saya yakin bln dpn sudah punah.itu br 1 orang saja yg saya temui.sedih melihatnya,tp di ingatkan pun jwbnya krn kbthn perut.maklum pemburu ini hny org kecil,yg tdk tau apa akibat dr pekerjaanya itu,yg dia tau dia dan keluarganya butuh makan.bayangkan di jual ke pembeli cuma dgn harga 1500 saja dia sudah senang sekali.bahkan saya dikasih 2ekor piyik pleci msh lolohan cuma2 hnya karna nawarin sebatang rokok.. Sbntar lagi yg banyak terlihat adalah wabah ulat,hama,tomcat dan serangga2 lain yg merugikan,cz predator2 serangga sbgai pnyeimbang ekosistem sudah hbis di tangan penjual musiman.maaf kalo ceritanya kepanjangan,habisnya sebel.om duto tolong dong masukan dr tmn2 di buat bahan pertimbangan.mksh

  10. setuju om….tpi bagaimana cara menanggkar pleci??
    hmpir 2bln ini saya cari tahu mslah breeder pleci…tpi masih blom dpt hasil…bagi om2 yg udah tau cara bredeer pleci mohon d share..
    Tq

  11. membatasi keinginan dan watak manusia yg “serakah” gampang2 sulit apa lg sdh menyangkut masalah pelestarian alam, perjalanan sejarah sudah byk membuktikan, apalagi akar budaya yg telah tertanam dimasyarakat adalah (eksploitasi) bukan konserfasi (pelindungan), baik itu para penangkar ataupun pedagang dipasar, mereka hanya untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin..coba qt lihat hal yg kecil aja untuk mslh harga, coba kita bandingkan mslh harga, antara burung hsl penangkaran dg burung hasil tangkapan liar, dr segi harga saja sdh kelihatan sekali perbedaan yg sangat mencolok, knp tdk disamakan aja, harga tangkapan liar dan ternakan, aq jamin org akn lebih mencari dan memilih yg penangkaran. tp itu kalau tujuan penangkaran memang benar2 untuk “konserfasi”. artinya apa?? selagi karakter eksploitasi (mencari keuntungan) tidak berubah menjadi konserfasi (pelidungan alam), maka yg akan terjadi adalah perusakan alam secara besar2an.terutama untuk masalah burung…apa lg tidak dibatasi jumlah pemeliharaannya..sedih memang melihatnya..tp itulah kenyataan yg ada dilapangan..tinggal bgmn shbt2 bs menanggapinya..yg jels semua pasti bs dlakukan..asal ada niat dan kemauan yg kuat..maaf bila ada kata2 yg kurang berkenan sebelumnya, semoga alam bs tetap terjaga kelestariannya

      • menyedihkan memang jika melihat hal ini terus berlangsung..apa lg ajang kontes (perlombaan burung) jg sdh tidak kondusif & mengarah pada tujuan yg tdk jelas yg secara tidak langsung akan menyeret pd kepentingan ekonomi semata yg cenderung tdk memikirkan konserfasi alam..artikelnya lumayan om, walau kurang mendetail, tp utk referensi OK. semoga dpt dijadikan pencerahan bg para pecinta burung untuk tetap selalu menjaga kelestarian burung…kt pepatah”mulailah dr hal2 kecil”,..menjaga akn lebih mudah dr pada membangun kembali spesies yg telah punah..

  12. Burung kicauan dewasa ini sudah benar-benar menjadi komoditas yg setiap dicelahnya akan sangat menguntungkan bagi mereka yg punya banyak waktu untuk setiap hari mengendalikannya, penangkaran YES !, pelaksanaanya? jika pun sudah, ada berapa banyak breeder yg berhasil menangkar salah satu jenis burung tersebut? berapa byk breeder tersebut mampu mensuplai kebutuhan permintaan burung oleh pasar, iya kalau bicara satu daerah, kalau bicara se Nusantara?

    Sekarang dunia/bisnis burung sudah menjadi peluang yg sangat menjanjikan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, (konteks sy tidak bicara pedagang dan pembeli) contoh yg paling gampang, jika ada salah satu jenis burung diangkat pamornya seterunya mulai ramai dibincangkan (sengaja atau tidak…he he he), karena sering diulas lalu jadi naik daun dengan selalu mengangkat topik burung tersebut dengan segala keunikannya, kelebihannya, dsbnya, maka segelintir orang yg sedikit memiliki pengaruh dalam pandangan awan perburungan (karena dianggap yg ngerti byk tentang burung) bisa menjadi kunci dalam membuat salah satu jenis burung tersebut menjadi terus menanjak gaungnya. di sinilah nanti akan banyak orang mulai meliriknya, lalu marak lomba-lomba yg membuka kelas khususnya, hal ini akan terus diperkuat dengan lahirnya kumpulan-kumpulan/komunitas/group yg konon mewadahi penghobby jenis burung tersebut.

    Ketika lomba semakin rutin bergulir dan semakin besar, dan setiap orang/penghobby ingin sekali untuk mencoba memeliharanya, membeli bahan sampai membeli jadi dengan harga yg tidak murah, kenapa harga seekor burung yg dulunya dikasih saja kita mungkin tidak mau namun sekarang menjadi sangat bernilai luar biasa tinggi, jawabannya sudah jelas burung tersebut dikondisikan menanjak, dengan segala bentuk promosi omongan, media, komunitas, dstnya, siapa yg diuntungkan dari ini semua, mereka yg memiliki gagasan utk membuat burung tersebut menjadi terkenal dong… …(karena yg juara biasanya ga jauh-jauh dari mereka yg sudah terlihat sibuk mepopulerkan burung tersebut, hal ini diuntungkan juga dari trend hanya mencakup wilayah tertentu)

    Dari sinilah peluang meraup keuntungan yg begitu besar mengalir, namun jika trend yg dibuat bergeser maka seekor burung yg dulunya sampai bernilai puluhan sampai ratusan juta tidak ada artinya lagi, karena burung tersebut hanya menjadi komoditas bagi mereka yg punya pengaruh dan memiliki waktu yg cukup mengurusi proyek ini. kita berharap para kicau mania semakin hari semakin bijaksana dalam berkepentingan didalam dunia perkicauan ini….

    Salam’

  13. saya sangat setuju denganpendapat watuitem,yaitu meniadakan lomba jenis burung yg susah ditangkarkan seperti pleci,atau hanya burung yg sudah ditangkarkan saja yg boleh dilombakan seperti muraybatu,kacer,jalaksuren,kalau ciblek,cucak jenggot,dan pleci sebaiknya ditiadakan, apalagi glatik batu…sebaiknya ditiadakan kasihan mereka…khususnya untuk kutilang dilarang ditangkap karena mereka penyeimbang ekosistem

  14. Gagasan yang teramat sangat bagus, namun juga teramat sangat sulit untuk terwujud tanpa disertai kesadaran pribadi dan hukum yang benar-benar dijalankan. Satu tindakan ekstrem yang paling mungkin adalah dengan meniadakan lomba burung secara keseluruhan kecuali jenis burung yang sudah diketahui secara umum bisa ditangkarkan secara masal dan bukan termasuk jenis yang hampir punah, semisal jenis lovebird atau kenari saja.
    Itu pun kalau pihak berwenang mau, dan kita menyadari. Monggo…

    • Saya rasa lomba burung bisa kita sama artikan dengan peragaan. Terkait peragaan ini diatur dalam Bab VI Peraturan Pemerintah no.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa. sayang sebagian besar orang hanya mengintepretasikan kata “peragaan” ini dengan display di lembaga konservasi semacam kebun binatang, taman satwa, dll.
      Kalau kita gunakan aturan itu, maka semua EO lomba burung yang tidak mendapat izin dari mentri kehutanan dapat dihukum karena melakukan percobaan perbuatan perusakan lingkungan hidup…

    • s7 bgt om mungkin bs dpertimbangkan tu utk pr EO kontes (lomba) burung, walaupun masih byk yg perlu d benahi untuk mslh kelestarian burung..setidaknya bs untuk mengurangi eksploitasi spesiesnya..krn ane jamin popularitas (tren) itu hanya sementara, akan tetapi kepunahan akan selamanya terjadi n susah untuk mengembaikannya..

  15. menurut ane kicau lovers di seantero indonesia sekarang ini banyak berkiblat ke om kicau (om duto)
    ketika om kicau menulis artikel tentang burung tertentu,maka burung tersebut akan segera tenar,lalu diburu,dan dilombakan.
    jadi untuk kasus ini kita coba mohon untuk om kicau sudi menulis artikel tentang upaya-upaya pelestarian seperti artikel om Ige di atas. include mungkin gagasan lomba khusus burung hasil tangkaran. sedih emang kalau melihat fakta alam kita sekarang ini. khususnya habitat burung yg makin sedikit. dulu waktu sy kecil,burung gelatik banyak sy jumpai di belakang rumah,di kebon,bahkan di pohon pinggir jalan raya. sekarang punah

  16. musti yang dilombakan semua burung harus memakai cincin/gelang tapi bukan cincin/gelang palsu gelang dari penangkarlah…baik burung kecil maupun burung lainnya…

  17. terkesan sangat saya dengan artukel sampeyan mas..ini langsung saya share di fesbuk..! sebagai sesama pecinta burung emang fenomena demikian yang musti segera di pahami oleh masing pribadi penghobi burung. sangat setuju saya dengan kekawatiran jika sebentar lagi Pleci bakal punah…dipasar burung hampir semua pedagang menjual burung ini.

  18. Saya ko pesimis, malah boleh dibilang apatis jika pelestarian burung dpt terwujud. lihat aja realitanya…. brapa persen jumlah penangkar burung dg pemetik di alam liar ditambah dg jumlah penghobi yg semakin banyak. perburuan di alam trs terjadi, eksplorasi bsr2an di hutan makin tak terkendali (tengok tulisan om kicau ttg perburuan murai), rupanya semakin mempercepat proses kepunahan.
    Apalagi jika burung yg sdg trend tdk mmiliki nilai ekononis yg tinggi, maka kemungkinan utk dikembangbiakan semakin kecil.
    Semoga ada tips triks dan kesadaran semua pihak utk ikut melestarikannya.
    SEMOGA

  19. Artikel ini telah menyadarkan saya untuk membatasi diri dalam mengoleksi pleci. Setidaknya saya harus bisa mengendalikan diri dengan tidak lagi “berburu” pleci baru, untuk menambah dua koleksi yang sudah ada.

  20. Sebenarnya bisa saja diatur, jadi kita hanya boleh beli burung hasil penangkar bukan tangkapan liar, jadi apabila yang liar tidak laku maka si penangkap pun tidak akan menangkap lagi (mulai dari diri sendiri) 🙂 Lestarilah burung.

    • bs jg mas bro, tp nasib pedagang di pasbur gmn? Klo cm boleh beli d t4 penangkaran. Bs jd pasbur ditutup dganti pasar ternak.

    • seandainya penangkarnya juga mau berbesar hati ya om dengan tidak menjual anakannya telalu jauh dengan harga tangkapan hutan, mungkin mereka bisa membuat range harga yang lebih lebar. misalkan untuk burung rumahan harganya tidak semahal yg untuk lomba tentu saja dengan indukan yang kualitasnya berbeda dengan indukan kelas lomba toh penghoby rumahan tak kalah banyak dengan penghoby lomba. atau dengan cara memelihara kualitas burung pasaran untuk di setorkan ke para pedagang hehehehe saya hanya berandai-andai

      • Kita perbanyak penangkaran model Jalak suren-Klaten dan Kenari lokal-Malang Om…di dua tempat ini warga satu dusun semua berprofesi sebagai penangkar dengan spesifikasi keahlian khusus di tiap keluarga, ada yang khusus ngloloh…ada yang khusus menetaskan…dan seterusnya…. ini juga ada kawan yang sedang merintis di satu kompleks perumahan dengan LB…kita dukung…turunkan harga burung berkualitas! hehehe….

      • q sama om edy juga serakah kok… buktinya kl kita gak serakah, apa mungkin kita bernapas cuma sekali dalam sehari, atau cuma minum segelas kecil dalam sehari…hehehehe…wong kita makan aja makan 3x sehari hehehe….

        • Kalau dengan Om Endar makan 3x sehari itu membuat anak-istri atau saudara dan tetangga om endar ngak bisa makan atau hanya bisa makan sekali sehari…berarti Om Endar memang serakah…tapi jika tidak, maka kita tidak bisa bilang Om Endar serakah…ini konsep serakah yang saya sampaikan di atas.

  21. Sebetulnya yg paling bisa mencegah perburuan besar2an terhadap burung / binatang apapun adalah pejabat daerah . Sebagai contoh ; kab Sragen . Sejak dinyatakan kawasan bebas berburu , sekarang populasinya baik ! Juga beberapa tahun yg lalu , dikota Solo , burung prenjak dilarang diperjual belikan , bahkan pasar2 burung dirazia , bila dijumpai disita dan dilepas kealam maka populasinya juga berkembang lagi .Namun sayangnya , ganti pejabat , aturan itu kembali dilupakan , sehingga sekarang diburu lagi secara besar2 an ! Sayang !!!

    • yah demikianlah politik mas bro, beda pemimpin beda visi dan misi. Dalam hal ini kembali ke masalah ekonomisnya burung tersebut. Pemeliharaan dan segala sesuatu di atas sgt bgs tp dari segi penangkaran untk burung jenis2 yg bernilai ekonomis rendah, apakah bgtu besar(*mau) minat penangkar? Dalam hal ini sepertinya dinas kehutanan dan kelestarian alam bs bekerja sama dengan para penangkar. Bagaimana jika burung2 hsl penangkaran yg tersortir(*BS) untuk di lepas di hutan yg cocok dgn habitat burung tersebut? Walau sebenarnya pelepasan burung tanpa perawatan hutan tiada berarti. Sebelumnya saya minta maaf klo pendapat saya kurang baik dan sok tau. Hehehehehehehe,,,,,,,,,,,,,

    • kawan-kawan EO lomba burung juga bisa Om…ketika hanya burung hasil penangkaran yang dilombakan, maka tingkat perburuan burung di alam akan turun secara nyata…
      sayang belum ada EO yang berani mencobanya dengan serius…karena gagasan besar memang butuh pengorbanan besar…karenanya mereka yang berani berkorbanlah yang akan dikenang dalam sejarah….

      • Salam kenal om ige…
        kebetulan saya lagi muter2 di google cari topik ini
        top markotop gagasan dan idenya setuju banget !!!

        Untuk menjaga populasi burung di alam, memang tidak bisa serta merta mengatasinya dengan seperangkat aturan yang lagi-lagi justru akan dilanggar. Tidak bisa juga menghentikan total budaya memelihara burung yang telah mengakar sedemikian kuat di masyarakat. Jadi, solusi atau jalan tengahnya adalah penangkaran. Para pehobi sudah saatnya diarahkan membeli burung hasil penangkaran saja demi membatasi perburuan burung yang hidup bebas di alam liar.Caranya antaralain, jika mengikuti lomba burung berkicau, pehobi harus memverifikasi bahwa burung yang dia bawa merupakan burung hasil penangkaran melalui cincin tertutup serta sertifikat.

        sumber *http://www.oktomagazine.com/oktolifestyle/hobbies/16/memelihara.burung.yang.bertanggung.jawab

        komunitas dan media penghobi burung,harus seimbang antara promo product dan sosialisasi menjaga populasi burung di alam,
        Semoga berkenan….

        • Kita menanti EO yang berani merevolusi lomba burung, karena bahkan PBI pun sampai sekarang belum melakukannya secara total…berusaha membuatnya bertahap… dengan upaya bertahap seprti itupun, kini lahir EO-EO yang “memantapkan diri melawan” sistem yang sedang dikembangkan oleh kawan-kawan PBI.

Komentar ditutup.