(Maaf karena masalah teknis beberapa foto dipindahkan…. )
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Om Heri (heri_gatbf) adalah salah satu penangkar andal dengan sepesialisasi anis kembang (AK) Salatiga. Beberapa burung yang ditangkar adalah burung2 jawara atau trah (anakan dari ) jawara. Nama-nama AK yang moncer di lomba atau latberan (baik yang ada di tangan Om Heri atau sudah dipinang majikan lain) antara Pasopati, M-Top, Kantil, Ganeca, Sounic dan juga yang lebih yunior, antara lain Dipo, Matador, Joker, Tower, Bares, Pakis dan masih banyak lagi yang lainnya.
Ketika saya main ke rumah beliau, maunya sih ngobrol banyak. Hanya saja, kesempatan untuk itu belum tersedia karena datang bersama saya seorang kawan yang memang mau khusus bertemu dengan Om Heri. Artinya, status saya memang sekadar menemani teman itu.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Karena itu pembicaraan kami terpotong-potong tidak terfokus pada permasalahan tertentu. Meski demikian, ada beberapa poin catatan yang bisa saya sampaikan, berkaitan dengan masalah AK secara umum maupun penangkaran AK di tempat Om Heri:
1. Jantan betina anakan AK tidak bisa dipastikan berdasar identifikasi ciri-ciri tertentu.
– Setiap anakan dari indukan yang berbeda (apalagi beda asal/habitatnya) memiliki ciri tersendiri yang tidak bisa di-cross check untuk anakan dari indukan lain.
– Penampakan ciri “jantan-betina” masih terus berubah-ubah seiring dengan bertambahnya umur. Masing-masing menampakkan tanda “permenan” setelah masuk pada bulan tertentu, yang masing-masing anakan dari indukan berbeda tidak sama jangka waktunya.
2. Anakan AK tidak diberi buah sebelum makan voer kering.
3. Anakan AK wajib dimaster untuk mengisi lagu dan juga “membimbing” speed. Pemasteran untuk mengisi variasi suara anakan. Dan meskipun “speed” pada dasarnya adalah karena faktor keturunan, tetapi bisa dilatih untuk penambahan speed.
4. Volume suara AK pada dasarnya adalah “permanen”. Artinya, ketika mencapai usia tertentu, AK akan mencapai volume suara maksimal dan setelah itu tidak bisa di-mark up lagi.
5. Volume, speed dan gaya indukan AK mempunyai kemungkinan sangat besar menurun pada anak-anaknya.
6. AK cepat ngerol atau tidak, sangat tergantung pada perawatan meski cepat-tidaknya untuk mencapai masa ngerol juga tergantung dari trah.
7. Pemberian EF untuk AK, berbeda untuk daerah dingin dan daerah panas. Kalau di Salatiga misalnya biasa diberi jangkrik 4-3 pagi sore, di Surabaya mungkin hanya 3-2 atau 3-1.
8. Dan ini fakta lainnya: AK Om Heri tidak biasa diberi kroto kecuali sedang dalam kondisi penyiapan untuk lomba atau latberan.
“Membuat AK nakal,” demikian katanya.
Untuk masalah lain, sebenarnya masih banyak hal yang kami obrolkan. Sayang sekali saya tidak bisa mengingat untuk menurunkan satu persatu.
Bagi yang ingin bertanya dan berdiskusi lebih lanjut, mangga saja. Siapa tahu hal itu “membangkitkan” ingatan saya mengenai topik apa saja yang sudah kami obrolkan.
UPDATE:
Update:
Setelah tulisan ini saya kirim juga ke www.kicaumania.org, ada pertanyaan yang mengingatkan saya untuk berbicara tentang prosentase anakan jantan-betina AK Om Heri.
Untuk diketahui, saat ini Om Heri punya 12 indukan (ada beberapa produktif ada juga yang sedang mabung, entah jantan atau betinanya).
Meski secara umum Om Heri bilang kebanyakan anakan AKnya jika keluar 3 anak yang 2 ekor biasanya betina, tetapi ada pasangan2 tertentu yang anakan2nya lebih banyak jantannya.
Jadi, untuk sementara ini, kesimpulan saya dari penangkaran AKnya Om Heri, prosentase jenis kelamin anakan AK ditentukan oleh faktor genetis (“jenis” gen berbeda menghasilkan prosentase jantan-betina anakan yang berbeda).
Tetapi kesimpulan itu bisa jadi salah besar karena memang hanya berdasar temuan pada satu tempat penangkaran. Soalnya, bisa jadi prosentase jantan-betina itu ditentukan oleh rajin tidaknya indukan AK mengerami telurnya.
Dalam benak saya pribadi saat ini ada semacam keyakinan berdasar apa yang pernah saya dengar dan alami bahwa “Prosentase kemunculan anakan jantan atau betina, ditentukan oleh intens tidaknya indukan dalam mengerami telornya”.
Mengapa?
Background:
1. Saya pernah melihat sebuah tayangan televisi mengenai kehidupan kura-kura hijau. Dalam tayangan itu disebutkan, telor2 kura-kura yang disimpan indukan di pepasiran pantai bisa dipastikan keluar jantan betinanya berdasar letak telur itu dalam tumpukan puluhan telor lainnya.
Telor-telor yang berada di tumpukan bagian atas (suhu udara lebih panas dan tidak stabil) sebagian besar adalah kura-kura jantan. Sedangkan telor-telor di bagian bawah (suhu stabil dan relatif lebih rendah suhunya ketimbang yang di atas) ketika menetas sebagian besar adalah betina.
2. Saya pernah punya 13 mesin penetas telor puyuh. Kapasitas mesin itu masing2 1000 telor.
– Ketika suhu udara dalam mesin penetas bisa stabil, termometer tidak pernah menunjukkan angka di atas 38,5 derajat celsius dan kelembaban terjaga (berada dalam ruangan yang relatif tertutup), maka prosentase telor menetas betina sangat besar (dalam satu mesin penetas mencapai 45%, atau sekitar 450 betina, 300 jantan, dan sisanya biasanya gagal menetas/ mati di dalam, tidak kuat mecah telor dsb).
– Ketika suhu udara tidak stabil; termometer sering melonjak sampai 40 derajat yang mengharuskan penyetelan suhu lagi; kelembaban tidak stabil karena ruangan sering buka tutup; maka prosentase puyuh menetas jantan lebih besar, dengan angka di atas 40%, sementara betina 30%, dan 30% lainnya gagal menetas (suhu tidak stabil menyebabkan banyak embrio puyuh mati/tidak kuat memecah cangkang telur.
Demikianlah tampaknya penetasan telor kura-kura hijau yang pernah saya dengar dan penetasan telor puyuh yang pernah saya alami, sangat klop.
Karena itu saya sangat yakin bahwa “Prosentase kemunculan anakan jantan atau betina, ditentukan oleh intens tidaknya indukan dalam mengerami telornya”.
Hal yang saya sampaikan di atas itu, secara sekilas juga saya sampaikan ke Om Heri. Sampai-sampai saya tanya, “Om prosentase jantan betina ketika musim kemarau dan penghujan ada bedanya secara signifikan enggak?”
Entah karena memang tidak memperhatikan atau karena memang betul, Om Heri bilang, “Sama saja itu Om”.
Masalahnya, benarkah bahwa indukan AK punya Om Heri yang banyak beranak AK jantan itu tidak intens dalam mengerami telornya; dalam arti banyak turun dari sarang bukan untuk mandi mendinginkan badan dan segera kembali mengeram, tetapi malah “main-main” sehingga telor2nya lebih banyak berhubungan dengan udara luar yang tidak stabil suhunya?
Saya belum tahu jawabnya. Tetapi seandainya ada banyak telor AK dan ditetaskan dengan mesin penetas, maka bagaimana agar prosentase anakan yang keluar jantan lebih besar, saya bisa melakukannya….
CATATAN:
Dalam penetasan telor puyuh, prosentase besar yang diharapkan adalah betina. Yang jantan biasanya dibuang untuk dijadikan pakan lele dsb.
Maka saran guyonan saya:
Kalau pengin indukan di penangkaran Anda lebih banyak menghasilkan anakan jantan, bikin saja bagaimana agar si betina lebih banyak turun sarang, enggak suka mandi untuk mendinginkan badan sehingga suhu tubuh tetap panas….hehehe.