Artikel prospek penangkaran burung jalak suren ini merupakan bagian dari serial artikel prospek penangkaran burung saat ini dan masa mendatang. Artikel sebelumnya adalah Murai batu: Peluang penangkaran burung saat ini dan masa mendatang (1). Nah berikut ini tentang jalak suren. Disimak sambil ngopi juga asyik…. silakan.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Pada waktu terjadi booming penangkaran jalak suren beberapa tahun lalu, banyak yang tidak menyadari bahwa di kemudian hari akan terjadi “koreksi harga” atas burung jalak suren hasil penangkaran yang saat itu sepasang bisa mencapi 6-7 juta rupiah. Namun lebih banyak lagi yang tidak menyangka bahwa yang terjadi selanjutnya bukan sekadar “koreksi harga” tetapi adalah jatuhnya harga jalak suren secara “terjun bebas”.
Ketika pada awal-awal dimulainya penangkaran burung jalak suren, harga burung ini belum begitu melambung. Sebab, saat itu, masih relatif bisa ditemukan jalak suren di alam. Harga menanjak ketika burung itu mulai langka dan bahkan tidak bisa lagi ditemukan di alam, khususnya jenis jalak suren yang berhabitat aseli Pulau Jawa.
Penangkaran jalak suren secara komersial, menurut ingatan Om Kicau (mohon dikoreksi jika salah), dimulai oleh Pak Haryanto, Klaten. Belakangan, karena jasanya mendorong, mengembangkan dan memotivasi orang untuk menangkar jalak suren ini, Pak Haryanto mendapat penghargaan khusus dari pemerintah Indonesia (rincian detail masalah ini dan juga waktu tepatnya, belum bisa sata ingat secara pasti).
Kesuksesan penangkaran burung jalak suren Pak Haryanto ini kemudian disusul dengan kemunculan beberapa penangkar andal di wilayah Klaten, khususnya di wilayah Jimbung.
Secara ekonomis memang sangat menguntungkan menangkar burung jalak suren saat itu. Dengan anakan rata-rata 3 ekor tiap masa menetas, maka uang jutaan rupiah sudah di tangan setiap bulannya yang dihasilkan dari sepasang jalak suren indukan.
Mulai berinvestasi
Melambungnya anakan jalak suren menarik minat orang-orang non-penghobi burung untuk menangkarkannya. Indukan atau calon indukan semakin diburu, harga pun semakin melambung sampai 7 jutaan rupiah per pasang indukan dan sekitar 2 juta rupiah untuk sepasang anakan.
Struktur harga yang demikian sesungguhnya tidak logis. Artinya, orang berpikir, dengan modal Rp 7 juta untuk beli indukan, plus biaya rawatan sebulan yang tidak sampai Rp. 200 ribu, ditambah biaya pembuatan kandang kisaran Rp. 150 ribu (yang bisa dipakai sampai puluhan kali induk beranak pinak) maka hanya dalam waktu 2 bulanan modal sudah kembali. Sebab dengan pola pembesaran anak dengan diloloh sendiri oleh penangkar, jalak suren bisa berproduksi sebulan sekali dengan rata-rata 2-4 ekor anakan.
Artinya adalah orang tergiur untuk menjadikan penangkaran jalak suren sebagai ladang investasi, bukan lagi sebagai hobi atau kesenangan. Nah, ketika mereka sadar bahwa menangkar burung memerlukan kesabaran, keuletan dan ketelatenan, baru mereka berpikir “ternyata sulit ya untuk mendapatkan keuntungan secara cepat”.
Pada saat para pemula mulai ragu-ragu untuk melanjutkan usaha penangkarannya, maka para penangkar kawakan sudah mengumpulkan keuntungan yang sangat banyak. Para penangkar pemula yang mulai putus asa menghadapi penangkaran jalak suren yang ternyata tidak juga bisa segera menghasilkan uang, mulai berpikir untuk menjual saja burung-burung mereka karena harganya pun masih tinggi.
Ketika mereka mulai melepas burung-burung jalan suren pasangan yang belum berhasil memberikan mereka keuntungan itu ke pasaran, maka harga pun mulai turun. Penurunan harga itu membuat para penangkar pemula yang lain berpikir untuk segera menjual burung-burung di kandang mereka.
Dan begitulah akhirnya, harga burung jalak suren turun meroket sampai-sampai bisa dikatakan “tidak ada harganya”.
Dihantam isu flu burung dan gelombang cinta
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Menurunnya harga burung jalak suren itu juga dibarengi dengan merebaknya isu flu burung. Nama “flu burung” sendiri sudah tidak menguntungkan para penghobi burung. Saya sebut sebagai isu karena faktanya tidak pernah ada penghobi burung yang terkena flu burung. Faktanya pula, tidak ada penjual burung di ratusan pasar burung di seluruh Indonesia, yang terkena penyakit itu.
Ketika isu flu burung tidak lagi merebak, dunia hobi burung yang mulai merangkak naik kena hantaman gelombang lagi. Kali ini adalah naiknya popularitas tanaman keluarga anthurium. Gelombang cinta, ya nama itu sedemikian meroket popularitasnya. Dunia burung pun dalam waktu sekejap sepi senyap. Dunia ini ditinggalkan banyak pemainnya yang berbondong-bondong terkena demam gelombang cinta, jemani, aglonaema dan sebagainya.
Seiring dengan meredanya gelombang cinta, dunia burung mulai bangun dari tidurnya. Para pemain lapangan mulai berdatangan lagi di arena-arena lomba dan bermunculan lagi semangat menangkarkan burung.
Para penangkar kawakan burung jalak suren yang dulu tiarap pun mulai bangkit dan berbenah. Anakan burung jalak suren mulai masuk lagi ke pasaran meski dengan harga yang relatif kecil dibanding harga ketika terjadi booming jalak suren.
Dimulai dengan harga per pasang anakan 200 ribu rupiah, dunia jalak suren terus merangkak dan saat ini harga berada pada kisaran 450 ribu sampai 600 ribu per pasang. Harga burung jalak suren saat ini menjadi relatif stabil.
Bagaimana prospeknya?
Dari sisi fisik dan suara, burung jalak suren sesungguhnya menarik. Bahkan burung ini bisa dimaster dengan aneka macam suara burung lain secara cepat, khususnya jika sudah dimulai ketika masih trotol.
Hanya saja, burung jalak suren kurang populer di dunia lomba burung. Hanya beberapa gelintir EO lomba yang membuka kelas jalak suren dalam gelaran yang mereka adakan. Hal ini memang bukan salah mereka, sebab mereka adalah sebuah tim yang profit oriented, mencari keuntungan. Jika membuka kelas jalak suren tetapi sepi peserta, tentunya menjadi sangat tidak menarik untuk membuka lagi kelas jalak suren pada gelaran lomba berikutnya.
Kondisi itu tentu saja membuat pasaran burung jalak suren cenderung statis. Jika tidak ada upaya yang dilakukan para penangkar burung jalak suren untuk “memelihara pasar”, bukan tidak mungkin popularitas jalak suren akan turun di mata para penghobi burung.
Apa yang seharusnya mereka lakukan?
Inilah yang dalam berbagai kesempatan ingin saya sampaikan: sudah saatnya para penangkar jalak suren “memberi subsidi kepada para penghobi burung” agar senang memelihara burung jalak suren.
Caranya, entah dengan mekanisme seperti apa, mereka harus mengumpulkan uang. Katakanlah untuk setiap anakan burung yang mereka hasilkan, mereka menyisihkan uang Rp. 50 ribu. Uang dari mereka itu dikumpulkan dan setiap ada event lomba, mereka mendorong EO untuk membuka kelas jalak suren dengan cara menyediakan tambahan hadiah uang dalam bentuk doorprize.
Katakanlah dalam setiap lomba disediakan uang 1,5 juta rupiah yang diberikan dengan cara diundi untuk 3 orang yang mendaftarkan burung di kelas jalak suren, maka hal itu akan memotivasi para penghobi burung melirik lagi jalak suren.
Jika semakin banyak penghobi burung yang berburu jalak suren untuk kepentingan lomba, maka dipastikan prospek penangkaran burung jalak suren terjaga. Harga bisa stabil dan malah bisa diharapkan naik dengan cara yang wajar.
Dengan adanya subsidi dari para penangkar burung jalak suren untuk memotivasi para penghobi burung melirik dan bertahan memelihara jalak suren, maka bisa diharapkan masa depan yang cerah untuk penangkaran atau budidaya burung jalak suren.
Asosiasi penangkar jalak suren
Pada beberapa waktu lalu, dimulai ketika masa booming jalak suren, di Klaten ada semacam asosiasi penangkar burung jalak suren. Mereka sering berkumpul secara rutin dimulai dengan pembicaraan usaha pemasaran bersama.
Sayangnya, asosiasi ini tidak langgeng. Cerita dengan berbagai versi pun muncul mengenai penyebab bubarnya asosiasi itu. Ada yang menyebutkan pengurusnya tidak adil dalam mengelola tata niaga hasil penangkaran jalak suren, ada juga yang menyebutkan banyak anggota yang malas kumpul untuk memberikan iuran keanggotaan dan sebagainya.
Entah cerita versi mana yang benar, yang jelas, asosiasi semacam itu sangat diperlukan agar mekanisme “subsidi para penangkar kepada penghobi burung” yang saya paparkan di atas bisa berjalan. Jadi, inilah yang saya maksudkan dengan judul tulisan ini “Para penangkar jalak suren perlu beramal”….
Apakah itu mungkin? Hanya waktu yang akan menjawabnya. (Bersambung)
Artikel lain tentang penangkaran, bisa dilihat di sini. Artikel lain tentang jalak suren bisa dilihat di kategori jalak.