Saat ini banyak kita jumpai jadwal lomba burung yang bertabrakan harinya di suatu kota atau tempat yang relatif berdekatan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kemunculan banyak event organizer lomba burung yang masing-masing bertujuan mendapatkan keuntungan dan pada saat yang sama tidak ada komunikasi di antara mereka.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Di bawah ini saya turunkan artikel di Tablo Agrobis Burung yang membahas masalah tabrakan jadwal lomba burung, dengan contoh kasus yang terjadi di Kota Malang.
Inti dari artikel ini adalah bahwa jika ada lomba burung yang bertabrakan, maka banyak pihak bakal “meringis” karena target masing-masing tidak tercapai. Pada pihak penyelenggara, tentu mereka harus berbagi peserta dengan penyelenggara lainnya. Sedangkan untuk peserta, mereka sering harus kena “potongan hadiah” ketika peserta lomba tidak mencapai kuota. Dan kebanggaan pemilik burung jawara pun tidak lengkap karena peserta terbatas. Singkat kata, jika terjadi tabrakan jadwa lomba burung, banyak pihak yang harus meringis, hehehe.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Berikut ini artikel selengkapnya kasus “tabrakan jadwal lomba burung” di Kota Malang. Silakan disimak.
MENGAPA HARUS KRES-KRESAN?
Pelomba sudah pintar dan realistis
Belakangan ini suasana lomba burung khususnya di Malang terasa kurang nyaman, pasalnya, setiap Minggu selalu ada lomba di lebih dari satu tempat alias terjadi kres-kresan atau tubruk-tubrukan. Sebenarnya kondisi seperti itu bisa dihindari selama ada komunikasi antara para penyelenggara lomba. Kalau hal itu terus terjadi salah satu pihak pasti rugi walau dia merasa punya banyak pendukung, sebab pelomba makin pintar dan realistis.
Penyelenggara lomba seringkali merasa senang ketika mendapat banyak dukungan dari calon peserta, meski lomba tersebut berbarengan dengan tempat lain. Bahkan rasa percaya diri sering muncul sebelum lomba digelar. Karena melalui telepon, banyak pihak yang dihubungi menyatakan akan datang ke tempat lombanya.
Tapi perasaan percaya diri tadi berbalik menjadi penyesalan ketika lomba yang digelar tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena peserta yang sebelumnya berjanji hadir ternyata tidak semua hadir ke tempat lombanya, melainkan datang ke tempat lomba lain yang hadiahnya lebih menjanjikan. Kalau sudah begitu barulah penyesalan muncul belakangan.
Sebenarnya pengalaman di atas sudah pernah dirasakan oleh hampir semua penyelengara lomba, tapi khusus di Malang barangkali belum banyak yang merasakan hal itu. Pasalnnya penyelenggara lomba yang belakangan banyak bermunculan adalah pendatang baru, yang hanya melihat keuntungan, dan tidak melihat risiko kerugian.
Kondisi itu menyebabkan mereka merasa menggelar lomba secara bersamaan tak akan menimbulkan masalah. Apalagi kalau sahamnya dikumpulkan dari banyak orang, karena kalaupun rugi masing-masing orang tak begitu merasa rugi karena ditanggung banyak orang. Hanya saja ketika ruginya besar, barulah mereka merasakannya.
Pelomba itu realistis
Bagi penggelar lomba ada hal yang harus diperhatikan bila lombanya berberangen dengan lomba lain yang ada dalam satu kota atau lain kota tapi jaraknnya bedekatan. Yakni buatlah kemasan semenarik mungkin. Jangan merasa senang atau percaya diri hanya karena mendapat banyak dukungan peserta yang dihubungi melalui telepon.
Sebab peserta sekarang ini cukup realistis alias sudah pandai menghitung kemana ia harus pergi. Kalau ada dua lomba di satu kota sudah pasti peserta akan menghitung mana yang hadiahnya lebih besar dan pasti keluar. Artinya dipilihlah penyelenggaranya cukup bonafit karena hadiah kejuaraan pasti akan keluar seperti yang diiklankan.
Kalau penyelenggaranya diragukan bonafiditasnya sudah pasti akan ditinggal, karena dari pengalaman-pengalaman selama ini, hadiah besar tapi karena peserta minim maka uang kejuaraan bisa turun tiga tingkat. Juara I tertulis Rp 1 juta bisa jadi Rp 250 ribu saja.
Apalagi kalau tempat lombanya kurang strategis alias jalannya susah dicari, pastilah ditinggalkan peserta, karena pelomba akan mencari tempat lomba yang lebih mudah dijangkau.
Jadi garis besarnya; sebaiknya hindari lomba kres-kresan, lebih baik komunikasikan di antara penyelenggara. Kalau tidak bisa, sebaiknya menunggu momen yang pas. Memang untuk mencari hari minggu yang luang buat lomba agak susah di saat banyak organiser yang bermunculan belakangan ini.
Sementara satu bulan hanya ada 4 hari Minggu, kalau di satu kota ada 8 tempat Latberan yang bisa menyelenggarakan lomba, berarti satu organiser mendapat jatah menggelar lomba 2 bulan sekali. Yang menjadi pertanyaan apa mereka mau menunggu dalam waktu yang agak lama?
Hal itu tentu tergantung para pemilik Latberan yang menjawabnya. Mau rugi atau mengalah untuk mendapat untung sekaligus ikut membantu meramaikan perburungan di daerah tempat mereka berada.(*)