Belakangan ini lomba di Pulau Sumatera semakin ramai. Banyak burung bagus bermunculan seiring dengan frekuensi lomba yang meningkat. Sayangnya, mereka minim publikasi. Baik publikasi kemunculan burung-burung top, maupun publikasi jalinan silaturhami antar kicaimania.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Bagi panitia penyelanggara lomba, meraih jumlah seribu peserta termasuk mudah. Namun dari sisi pendapatan termasuk pas-pasan mengingat biaya menggelar lomba di Sumatera cukup besar. Contohnya, biaya untuk gaji dan akomodasi juri mengingat sebagian besar juri masih didatangkan dan Jawa. Karena itu, dibutuhkan panitia yang berani berkorban untuk menggelar lomba di Sumatera.

Bagi peserta, mengikuti lomba di Sumatera juga bukan perkara sepele. Diperlukan pengorbanan dan perjuangan yang berat, mengingat jarak yang harus ditempuh untuk mengikuti suatu lomba di luar kota umumnya relatif sangat jauh.

Selain memakan waktu cukup lama, lelah, juga memakan ongkos yang tidak sedikit pula. Bila menang sekalipun, hasilnya masih belum cocok dengan biaya yang dikeluarkan.

Kelas-kelas ramai

Sejumlah kelas cukup populer dan ramai di Sumatera, seperti murai batu, kacer, cucak hijau, kapas tembak (cucak jenggot Sumatera) dan belakangan juga kenari. Kelas murai dan kacer, ramainya sudah bisa disetarakan dengan kelas anis merah di Jawa.

Yang cukup pesat adalah perkembangan kenari. Di Sumatera, kelas kenari bisa dibuka sampai 3 (tiga) kali dan umumnya ramai semua. Ramainya kelas kenari dikonfirmasi oleh Andre Jambi, pemilik kenari Obelix, yang bulan Maret kemarin meraih juara 1 nyeri di even Papburi Solo.

Bandingkan dengan di Jawa, yang menjadi sumbernya kenari. Untuk even biasa, hanya dibuka sekali, itu saja pesertanya minim.

Publikasi minim

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Apung SF

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Joko Billion
Joko Pakanbaru

Yang dipersoalkan adalah, perjuangan berat untuk meraih prestasi itu, tidak diimbangi dengan publikasi yang memadai. “Banyak sekali burung prestasi yang Iangganan juara, atau transaksi burung juara dengan rekor yang tinggi, sunyi dari publikasi, sehingga tidak ada yang tahu. Bandingkan dengan di Jawa, burung baru muncul di Latber saja bisa nebeng di media, sehingga kemudian dikenal luas,” terang Joko Billion, lelaki asal Kiaten yang kini mukim di Muara Bungo dan menjadi salah satu tokoh di sana.

Kalau kebetulan dia yang bikin lomba, dia ngalahi menjadi ‘reporter’, mengirim foto, juga menulis poin-poin ala kadarnya agar dikembangkan lagi oleh redaksi media. Jadi beritanya bisa terbit di media cetak. Sementara banyak sekali lomba-lomba lain yang tercecer dari pantauan media karena tak ada akses, tidak tahu harus menghubungi ke mana dan kepada siapa. “Sebenarnya kan kasihan juga, baik itu panitia maupun para juaranya,” kata Joko.

Joko Pekanbaru juga mengiyakan pernyataan ini. “Kalau saya pas ikut lomba ke Jawa, nah baru ada kesempatan bisa nongol ke media. Padahal teman-teman Pekanbaru, kalau lomba bisa menempuh perjalanan sampai dua hari dua malam. Misalnya kalau ke Lampung.  Karena itulah dia sangat menginginkan daya jelajah media cetak di Sumatera benar-benar ditingkatkan, karena mereka membutuhkan informasi yang menasional dan objektif, dan tidak semata-mata berisi propaganda sepihak.

Jagoan-jagoan kurang dikenal

Apung SF dari Mitra Abadi Muara Bungo, kicaumania yang dituakan di Jambi juga menggaris bawahi pernyataan Joko Billion maupun Joko Pekanbaru.

Apung juga memiliki sejumlah jagoan cukup disegani, seperti kacer legendaries di Sumatera Zorro, Ciu, dan ATM. Juga ada murai batu Rejo, Selebritis, Rossi, dan Betmen. Tapi, nasibnya sama seperti kebanyakan jagoan dari Sumatera. Kurang dikenal karena hampir tidak pernah dipublikasikan.

“Publikasi yang menasional dan kredibel seperti diperlukan bukan semata untuk pamer, atau untuk narsis bahasa orang jaman sekarang, tapi supaya di antara kicaumania Sumatera dan daerah lain bisa lebih rekat hubungannya. Berawal dari kenal nama dan wajah, kalau ketemu kan lebih gampang menyapa, lebih banyak bahan yang bisa diomongkan.”

Media itu kan bukan semata membuat seseorang jadi terkenal, tapi juga merekatkan hubungan intra dan antar komunitas. “Karena itu, kami menunggu dan siap menyambut kehadiran media cetak secara lebih nyata, dekat, dan detil di bumi Sumatera,” tandas Apung.

Oke sobat, salam untuk kicaumania Sumtera. Salam dari Om Kicau.

(Referensi: Agrobur)

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895