Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Setelah kelas pleci yang hingga saat ini terhitung sukses, sejumlah EO juga mulai mencoba menggali potensi jenis burung lokal lain seperti itu. Kelas prenjak-ciblek mulai diminati, terutama jenis cibleknya. Ada pun kelas glatik wingko masih merangkak.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Eksplorasi kelas-kelas baru bisa disebut sebagai inovasi, agar lomba tidak stagnan. Yakni, ada sesuatu yang baru sehingga para peserta pun tidak lekas jenuh. Ketika mungkin ada sejumlah kelas atau jenis burung yang cenderung sepi, katakanlah anis kembang, para EO mencoba mengeksplor kelas baru yang selama ini belum banyak digali.
Pleci bisa menjadi contoh sukses dari eksplorasi tersebut, bahkan sekarang para penggemarnya pun membentuk wadah bernama PCMI yang cukup solid. Keberadaan wadah ini diyakini sebagai salah satu jaminan bahwa kelas pleci bakal langgeng, dan bukan semata-mata untuk pelarian sementara dari sejumlah kicaumania yang jenuh dengan jenis lainnya.
Masalah kemudian muncul, bila kemudian dikaitkan dengan soal pelestarian. Jenis-jenis burung yang belakangan mulai dibuka, adalah masih merupakan burung tangkapan liar. Ketika jenis burung tersebut populer, banyak yang mencari, harga mahal, tingkat perburuan pun meningkat, sehingga secara teoritis, laju kepunahan menjadi lebih cepat.
Sejauh ini, belum ada bukti faktual yang bisa ditunjukkan, bahwa jenis-jenis burung tersebut bisa ditangkar.
PBI buka kelas pleci?
Di sisi lain, untuk jenis burung yang sudah bisa ditangkar secara luas, malah peserta lombanya minim. Sebut saja kelas anis kembang dan cucakrowo, juga jalak suren. Mungkin, sementara hanya jenis murai batu yang cukup seimbang antara perkembangan dunia breeding dengan peserta yang bangga menjadi juara dengan burung hasil breeding.
Ada semacam keinginan supaya PBI juga mau menambah kelas pleci, sebagaimna sebelumnya sudah menambahkan kelas cucak jenggot.
Keingingan dari sebagian plecimania ini tampaknya tidak akan mudah. Sebab jenis burung yang bisa dilombakan oleh PBI ditentukan dalam AD-ART yang harus diputuskan dalam forum tertinggi seperti Rakernas atau Mukernas, dengan alasan yang logis dan bisa diterima sebagian besar peserta.
Padahal, arah dari lomba PBI, ke depan hanya melombakan burung hasil breeding dengan bukti closed ring, dan menolak melombakan burung hasil tangkapan. Jenis anis kembang dan cucakrawa, hanya yang hasil breeding misalnya. Selain itu, juga wajib membuka kelas kacer ring dan murai batu ring.
Sebenarnya juga sudah ada target untuk menghapus kelas murai batu non ring, namun dari tahun ke tahun diundur-undur terus.
Komitmen Papburi Klaten
Di luar PBI, sebagian personel Papburi juga mempertanyakan komitmen Papburi Klaten terkait dengan pelestarian ketika mulai membuka kelas pleci. Alasannya, karena membuka kelas pleci yang hasil tangkapan liar sama saja memberikan dukungan bagi penangkapan burung-burung liar yang akan mempercepat laju kepunahan.
Wacana di atas adalah sebagian dari dinamjka yang ada dalam komunitas burung berkicau. Sekarang, EO memang sangat beragam. Ada yang memiliki AD-ART, banyak pula yang benar-benar independen dalam arti yang sesungguhnya, tanpa wadah, tanpa AD-ART, jadi juga tanpa ikatan atau aturan baku.
EO yang demikian, kalau mau bikin lomba tinggal mencari dan menenetukan tanggal sendiri yang sekiranya bagus, koordinasi bila mungkin untuk menghindari tubrukan jadwal yang akan merugikan. Juri, tinggal pilih orang per orang, cukup SMS atau telpon. Begitu gampang dan tanpa keribetan birokrasi sebagaimana bila harus berhubungan dengan EO yang merupakan lembaga atau organisasi dengan AD-ART yang ketat.
Semua tentu ada untung ruginya. EO indenden lebih sederhana ketika akan menggelar lomba, tapi para peserta juga banyak mengeluh sebab dalam penilaian, pakemnya juga sangat tidak jelas. Juri dengan orang-orang yang relatif sama, bisa memilih karakter burung berbeda untuk jadi juara pada lomba yang berbeda.
Kembali ke soal awal, terus bagaimana dengan dilema anitara menambah jenis burung baru dengan pelestarian? Rasanya memang masih butuh waktu untuk menyadarkan para kicaumania, bila harus dibenturkan dengan soal pelestarian alam sekitar.
Apalagi, bila hal ini juga menyangkut urusan mata pencaharian. Mudah-mudahan para kicaumania semakin sadar akan pentingnya pelestarian.
Catatan Om Kicau:
Dalam banyak kesempatan saya – Om Kicau- mendorog teman-teman di kalangan plecimania untuk melakukan penangkaran. Bahkan sebagaimana pernah saya sampaikan dalam Munas I PCMI di Jogja, tersedia uang Rp. 5 juta bagi plecimania yang berhasil menangkarkan burung pleci, dengan dokumentasi yang tersusun secara rapi didukung dengan gambar-gambar ilustrasi.
Dalam beberapa kesempatan saya mendengar ada teman yang mengatakan si A atau si B berhasil menangkar pleci. Namun ketika saya minta dokumentasi pendukungnya, ternyata tidak tersedia. Dengan demikian, sementara ini saya hanya bisa menyimpulkan bahwa burung pleci belum termasuk burung yang beruntung dan terjamin kelestariannya karane belum ada yang bisa (baca: mau) untuk menangkarkannya. (Data: Agrobur)