Para koruptor uang negara dalam kasus pengadaan vaksin flu burung benar-benar penjahat bengis. Berdasar laporan dan analisis Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) bisa disimpulkan berembusnya ancaman laten “wabah” flu burung sengaja mereka pelihara karena terkait proyek pengadaan vaksin flu burung yang akan dijadikan proyek multi years alias proyek dengan pendanaan berkelanjutan dari tahun ke tahun berikutnya dalam jangka waktu tertentu.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Artinya apa? Seandainya kasus korupsi mereka tidak terendus aparat, bisa dipastikan isu filu burung bakal terus menghantui masyarakat karena terus dikobarkan beritanya. Buntutnya sudah pasti, masyarakat pun akan mengamini jika harus dilakukan operasi pembunuhan unggas-unggas tak berdosa di lingkungan rakyat kebanyakan dan juga di pasar-pasar burung.
Akibat tindakan culas dan kongkalikong para koruptor itulah bisa dimaklumi mengapa isu flu burung sedemikian lama bertahan di masyarakat dan seakan-akan menjadi momok yang lebih menakutkan ketimbang penyakit jantung, kanker, atau penyakit kotor akibat hubungan seks bebas misalnya.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Inilah cerita konspirasi-korupsi pengadaan vaksin flu burung
Kasus korupsi vaksin flu burung ini mencuat sejak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melansir hasil auditnya. Hasil audit BPK ini lalu ditindaklanjuti Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), sebuah alat kelengkapan DPR, yang melakukan penelaahan atas kasus korupsi pengadaan pabrik vaksin flu burung.
Bagaimana cerita selegkapnya? Berikut ini adalah artikel yang dimuat beritasatu.com yang mendapatkan bocoran lengkap hasil penelaahan BAKN. BAKN melakukan analisis dari hasil audit BPK untuk kasus ini.
Ada empat tahap kegiatan dalam korupsi vaksin flu burung, yaitu perencanaan dan penganggaran, pengadaan, pelaksaan dan laporan pertanggungjawaban.
TAHAP PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Berikut ini adalah hasil analisis BAKN pada tahap perencanaan anggaran dan penganggaran.
Pertama: Usulan proyek pengadaan sarana dan prasarana pembuatan vaksin flu burung berasal dari PT. Bio Farma. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa inisiatif awal proyek ini berasal dari PT. BF. Pada awalnya proposal proyek ini diajukan PT. Bio Farma kepada Pemerintah Jepang melalui Kedutaan dan WHO pada tahun 2006.
Pada waktu itu WHO hanya menyetujui anggaran sebesar US$2 juta untuk keperluan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatatan kapasitas produksi vaksin flu burung yang meliputi proses hulu (up stream) dan hilir (down stream), sedangkan untuk pembangunan fasilitas produksi tidak disetujui.
Dengan dana USD2 juta PT. BF telah merealisasikannya dalam bentuk transfer teknologi (termasuk peralatan riset, produksi dan pengujian mutu) untuk proses downstream (proses dari produk setengah jadi untuk diformulasi/diisikan ke botol-botol).
Pada tanggal 22 September 2006 PT. BF mengajukan proposal kegiatan produksi kepada BAPPENAS, dan Menteri Negara BUMN juga mengirimkan surat kepada BAPPENAS tanggal 12 Oktober 2006 yang memberikan persetujuan dan dukungan atas proposal tersebut dengan sumber dana berupa penerushibahan pemerintah Jepang kepada PT. BF serta dapat dimasukkan ke dalam Blue Book BAPPENAS.
Pada tanggal 10 November 2006 PT. BF mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan yang menyatakan bahwa telah mengajukan proposal ke BAPPENAS untuk proyek “produksi vaksin flu burung untuk manusia dalam rangka kesiapsiagaan pandemik”.
Menindaklanjuti surat PT. BF, BAPPENAS tanggal 20 Agustus 2007 memberikan jawaban bahwa berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh JICA, kegiatan-kegiatan yang diusulkan oleh PT. BF dinilai belum prospektif untuk mendapat dana hibah dari Pemerintah Jepang untuk tahun 2008 dan 2009.
Kedua: Ada upaya PT. Bio Farma mengalihkan sumber pembiayan ke APBN-P. Setelah proposal PT. BF ditolak BAPPENAS, PT. BF menyampaikan kepada Menteri Kesehatan perihal Kesiapsiagaan Menghadapi Pendemi Flu Burung.
Dalam suratnya ke Menkes, PT. BF menyatakan telah melakukan pendekatan ke Panitia Anggaran DPR agar dapat mengalokasikan anggaran berbentuk hibah untuk membangun fasilitas produksi vaksin flu burung, karena hal ini merupakan langkah kesiapsiagaan nasional atas pendemi flu burung. Kemudian disampaikan juga bahwa PT. BF telah mendapat informasi bahwa dalam APBN-P 2008 PT. BF mendapat dana hibah sebesar Rp 200 miliar.
Pada bulan Januari 2008 pernah ada rapat di kantor PT. BF di mana dihadiri oleh saudara Sam Soeharto, Iskandar (Dirut PT. Bio Farma), Mahendra Suhardono (Direktur Produksi), pejabat dengan inisial DUG, Muhammad Nazaruddin dan Mindo Rosalina. Pada rapat tersebut Nazaruddin menawarkan untuk memasukkan rencana pembangunan tersebut ke dalam APBN-P TA 2008.
Ketiga: Tidak ada usulan Departemen Kesehatan dalam APBN-P 2008 untuk kegiatan PT. Bio Farma. Pada tanggal 4 Maret – 9 April 2008 dilakukan Raker RUU APBN-P antara Panitia Anggaran DPR RI dengan pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan dan Gubernur BI.
Berdasarkan dokumen Raker disebutkan bahwa dialokasikan dana sebesar Rp 200 miliar untuk fasilitas vaksin flu burung sebagai bantuan kepada PT. BF. Dalam kesepakatan tidak menyebutkan satuan kerja mana yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.
Berdasarkan keterangan pejabat Ditjen Anggaran III, berinisial SMU dan DKU diketahui bahwa alokasi dana ini tidak bisa langsung diberikan kepada PT. BF. Departemen Keuangan harus menentukan departemen teknis yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan ini. Rapat Kasubdit, Direktur Anggaran III, dan Dirjen Anggaran memutuskan Departemen Kesehatan ditunjuk sebagai departemen teknis yang bertanggungjawab atas kegiatan ini.
Dari keterangan yang diperoleh dari pejabat berinisial MAD, TPS, dan TMN, disebutkan bahwa Departemen Kesehatan tidak pernah menyampaikan usulan perencanaan untuk mendapatkan dana dari BA 069 yang berkaitan dengan bantuan untuk PT. BF. Usulan Depkes berkaitan dengan flu burung berupa penyuluhan, pembelian obat, dan pembelian alat rumah sakit melalui perencanaan rutin untuk dianggarkan dalam BA 024. Kemudian berdasarkan keputusan pimpinan Depkes dana Rp 200 miliar tersebut diserahkan kepada Ditjen PP dan PL.
Keempat: PT. Bio Farma dan pihak-pihak yang terafiliasi dengan PT. Anugerah Nusantara aktif dalam pembahasan anggaran di Kementerian Kesehatan dan Dirjen Anggaran.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan (Ditjen PP dan PL) pernah menyampaikan pertimbangan atas penunjukannya sebagai Satker proyek. Dalam suratnya Sesditjen PP dan PL menyampaikan bahwa perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebelum penetapan Satker pelaksana atas dana Rp 200 miliar tersebut, antara lain: (1) Permenkes RI No. 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja Depkes RI terutama terkait dengan kesesuaian antara tupoksi dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta kesesuaian dengan kebijakan Depkes RI; (2) Mengingat proyek akan dilaksanakan cukup besar dan kompleks, maka perlu dibentuk tim kerja terpadu untuk evaluasi konseptual dan legal framework mulai dari proses perencanaan sampai pelaksanaan; dan (3) Ditjen PP dan PL belum mendapatkan data-data pendukung untuk kelengkapan dokumen perencanaan berupa term of reference (TOR), rencana anggaran dan biaya (RAB), dan data pendukung lainnya yang dianggap perlu.
Dalam proses penyiapan dokumen dan data pendukung untuk pembahasan dan penelaahan anggaran di Dirjen Anggaran, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran mengirimkan surat undangan tanggal 7 Juli 2008 kepada Dirut PT. BF, Sekretaris Irjen, Setditjen PP dan PL, Setdijen Binfar dan Alkes, Sekretaris Balitbangkes, Kabiro Hukum dan Organisasi, dan Kabiro Hukum dan Organisasi, dan Kabiro Keuangan dan Perlengkapan untuk melakukan pembahasan terkait pembentukan tim terpadu evaluasi conceptual framework dan legal framework dalam proses perencanaan dan pelaksanaan serta untuk penyediaan data pendukung.
Rapat diagendakan pada tanggal 9 Juli di ruang rapat Biro Perenanaan dan Anggaran Departemen Kesehatan. Berdasarkan dokumen daftar hadir rapat tanggal 9 juli 2008 diketahui dihadiri oleh pihak Departemen Kesehatan, PT. BF, dan pihak lain yang mengatasnamakan dirinya sebagai PT. BF.
“Begitulah seterusnya rapat-rapat selalu dihadiri oleh pihak PT. Bio Farma dan pihak-pihak yang terafiliasi dengan PT. Anugerah Nusantara,” tulis BAKN dalam laporannya.
TAHAP PENGADAAN
Kegiatan pengadaan antara lain meliputi kegiatan penetapan kepanitiaan pengadaan, penyusunan dokumen lelang, penetapan HPS, proses pelelangan dan penetapan penyedia sarana dan prasarana pembuatan vaksin flu burung untuk manusia, serta penyusunan kontrak pengadaan sarana dan prasarana pembuatan vaksin flu burung untuk manusia.
Merujuk pada hasil pemeriksaan BPK, BAKN menyatakan ada indikasi penyimpangan dalam tahap proses pengadaan sarana prasarana pembuatan vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan, antara lain terlihat dari fakta-fakta dibawah ini:
Pertama: Nazaruddin, Muhamad Nasir, Mindo sebagai pihak PT. AN sudah melakukan pendekatan kepada Kuasa Pemegang Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan PT. Bio Farma sebelum proses lelang pengadaan.
Berdasarkan keterangan TMN (inisial Sekretaris Ditjen PP dan PL yang juga menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran) diketahui bahwa sebelum proses pelelangan, Nazar pernah menemuinya di kantor Ditjen PP dan PL, Jalan Percetakan Negara No. 29. TMN juga menerangkan bahwa M. Nasir pernah menemui dirinya di kantor Ditjen PP dan PL. Dalam kedua pertemuan tersebut Nazar dan Nasir memperkenalkan diri dan menyampaikan minat mereka untuk ikut dalam proses pelelangan.
Dalam permintaan keterangan terpisah, NDP (salah seorang PPK berdasarkan SK Menkes) memberikan keterangan bahwa M. Nasir dan Miondo beberapa kali mendatangi NDP di Kantor Ditjen PP dan PL. Dalam pertemuan pertama, Nasir datang sendiri dengan tujuan memperkenalkan diri dan menyatakan minat dalam proses lelang pembangunan pabrik vaksi flu burung. Pertemuan kedua, Nasir didampingi oleh Mindo yang diperkenalkan sebagai staf Nasir ,menginformasikan bahwa proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung merupakan proyek multi years dan dirinya akan mengusahakan agar pelaksanaan proyek adalah multi years. Pertemuan berikutnya adalah di Gedung Arthaloka, Nasir, Mindo dan NDP bersama-sama membahas masalah proyek multi years pembangunan pabrik vaksin flu burung. NDP telah melaporkan kepada TMN selaku sekretaris Ditjen PP dan PL.
(Catatan Om Kicau: Berdasar laporan BAKN pada alinea di atas itulah judul artikel ini saya ambil. Logikanya, jika proyek sumber korupsi direncanakan sebagai proyek jangka panjang, mungkinkah isu flu burung bisa mereda meski pada dasarnya flu burung sudah bisa dikendalikan sejak dini? Tidak mungkin. Mereka pasti akan merekayasa “munculnya kasus-kasus flu burung” yang sedemikian menakutkan sehingga proyek mereka benar-benar subur sebagai ladang korupsi. Bedebah betul!!)
Selain melakukan pendekatan kepada pihak Ditjen PP dan PL, pihak yang terafiliasi dengan PT. AN juga melakukan pendekatan kepada pihak PT. BF. Berdasarkan keterangan DUG, pada bulan Januari 2008 dilakukan rapat di kantor perwakilan PT. Bio Farma di Jakarta yaitu Gedung Arthaloka, di mana dalam rapat tersebut dihadiri oleh Sam Soeharto (Komisaris Utama PT. Bio Farma), Iskanda (Dirut PT. BF), Mahendra Suhardono (Direktur Produksi PT. BF), Nazaruddin, Mindo dan DUG. Dalam rapat tersebut Iskandar memaparkan rencana pembangunan fasilitas produksi vaksin flu burung di PT. BF. Kemudian Nazar menawarkan untuk memasukkan rencana pembangunan tersebut ke dalam APBN-P tahun 2008.
Kedua: Tim Teknis yang dibentuk tak sesuai kualifikasi dan SK Perubahan tim teknis bertanggal mundur (back date).
Untuk mendukung Panitia Pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan, Menteri Kesehatan melalui Ditjen PP dan PL membentuk Tim Teknis yang terdiri dari 15 orang yang berasal dari berbagai unit kerja yaitu Pusat Sarana dan Prasarana, Biro Hukum dan Organisasi, Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, Puslitbang Bio Medis, Universitas Airlangga, dan PT. BF. Tim teknis bertugas memberikan dukungan teknis kepada Panitia Pengadaan dalam rangka pengadaan proyek.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari TUG selaku koordinator Tim Teknis, diketahui bahwa sejak dari awal dibentuk Tim Teknis tidak pernah melakukan rapat-rapat untuk mengkoordinasikan dukungan kepada Panitia Pengadaan. TUG juga menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kompetensi untuk membantu Panitia Pengadaan. Keterangan tersebut sejalan dengan keterangan yang diperoleh dari anggota Tim Teknis lainnya yaitu MNA, SOE, CAN, TIZ, SUC, MFQ, CEF, JSI, VSE. Dari keterangan VSE dikatakan bahwa Tim Teknis tidak melaksanakan tugas sesuai dengan seharusnya. Hal tersebut terjadi karena para Tim Teknis tidak dilibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan dan tidak memiliki kompetensi dan pengalaman untuk membantu Panitia Pengadaan. Bahkan MNA, SOE, dan CAN sebagai perwakilan unsur UNAIR baru menerima SK pengangkatan Tim Teknis pada tahun 2011.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukan adanya tanggal mundur atas SK Perubahan Tim Teknis No. HK.03.01/D/1.4/2845/208 tanggal 28 Oktober 2008 yang ditandatangani oleh sdr. TYA sebagai plt. Ditjen PP dan PL. menurut keterangan pihak PT. BF dan Ditjen PP dan PL, latar belakang adanya SK Perubahan Tim Teknis adalah adanya pengunduran diri 3 anggota Tim Teknis dari PT. BF atas nama DUG, HAL dan HMD pada tanggal 6 November 2008 melalui surat yang ditujukan kepada Sekretaris Ditjen PP dan PL, dengan alasan karena tidak memiliki kemampuan dan kapasitas yang seyogyanya dilakukan oleh Konsultan Perencana dan Pengawas Peralatan.
Kemudian tanggal 18 November Dirut PT. Bio Farma melalui surat mengajukan tambahan anggota tim teknis kepada Sekretaris Ditjen PP dan PL, termasuk didalamnya tiga direksi PT. BF dan menyatakan surat pengunduran diri tiga orang tim teknis PT. BF dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian seharusnya SK penambahan anggota tim teknis tersebut dibuat setelah surat Dirut PT. BF tanggal 18 November 2008, namun kenyataannya SK penambahan anggota tim teknis tersebut dibuat per tanggal 22 Oktober 2008. Dengan demikian SK penambahan tim teknis tersebut telah dibuat dengan tanggal mundur (back date). Hal tersebut ditegaskan pernyataan EBS yang menerangkan bahwa dirinya baru terlibat dalam tim teknis setelah pengunduran diri DUG, HAL dan HMD.
Ketiga, pengubahan dokumen penawaran dan dokumen lelang oleh PT. AN. PT. AN telah melakukan pengubahan atas dokumen penawaran dan dokumen lelang sesuai dengan hasil rapat bersama antara PPK, Panitia Pengadaan, Panitia Penerima Barang, Tim Teknis, Pihak PT. BF dan PT. AN pada Januari 2010.
Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen lelang dan dokumen penawaran TA 2008 dan permintaan keterangan pihak-pihak terkait diketahui adanya beberapa dokumen yang tidak wajar, yaitu:
(a) Terdapat dua versi dokumen Rencana Kerja dan Syarat (RKS). RKS versi pertama diserahkan oleh Panitia Pengadaan kepada Tim Pemeriksa BPK pada awal pemeriksaan di Bulan Desember 2011 dan disahkan (dilegalisasi) oleh Panitia Pengadaan pada tanggal 13 Januari 2012. Sedangkan RKS versi kedua diserahkan oleh Panitia Pengadaan kepada Tim Pemeriksa pada tanggal 14 maret 2012 dan sdr. DUG pada tanggal 15 Maret 2012. Menurut keterangan panitia pengadaan dan sdr. DUG, lampiran RKS versi kedua adalah lampiran RKS yang sebenarnya dan diserahkan Panitia Pengadaan kepada peserta lelang pada saat pendaftaran peserta lelang dan aanwijizing tahun 2008. Kedua versi tersebut memiliki beberapa perbedaan khususnya pada lampiran spesifikasi teknis. Sebagai contoh, spesifikasi teknis BSL-3 untuk produksi yang disajikan dalam RKS versi satu adalah spesifikasi teknis yang disadur dari brosur merek TPRO. Sedangkan dalam RKS versi dua spesifikasi BSL-3 disadur dari brosur merek TechComp.
(b) Terdapat tiga versi dokumen HPS.
(c) Terdapat ketidakwajaran dokumen penawaran PT. AN yaitu terdapat brosur BSL-3 untuk produksi bermerek TPRO yang berstempel (cap perusahaan) PT. GH dan bertanggal 18 Juni 2009 sementara proses lelang dilakukan pada bulan Oktober s.d November 2008.
(d) Terdapat ketidaksinkronan dokumen pendukung dalam dokumen penawaran PT. AN, dimana pada dokumen “time schedule” dinyatakan bahwa merek alat BSL-3 untuk produksi yang ditawarkan adalah “Airtech” sedangkan dalam daftar spesifikasi teknis yang ditawarkan merek untuk BSL-3 adalah “TPRO”
Tim pemeriksa mengkonfirmasi ketidakwajaran dan ketidaksinkronan dalam dokumen lelang dan dokumen penawaran tersebut kepada PPK, Panitia Pengadaan dan beberapa pihak yang terkait. Dari keterangan yang didapat dari berbagai pihak diketahui bahwa pada tahun 2010 telah terjadi pengubahan dokumen-dokumen kontrak, dokumen lelang dan dokumen penawaran oleh pihak PT. AN, yang diistilahkan sebagai “take in take out”
Keempat, dokumen spesifikasi teknis sebagai lampiran RKS dan HPS diindikasikan disusun oleh PT. AN
Pemeriksaan atas dokumen spesifikasi teknis menunjukkan bahwa uraian spesifikasi teknis yang disajikan dalam RKS mengarah pada spesifikasi merek tertentu. Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen penawaran PT. AN diketahui bahwa uraian spesifikasi teknis yang disajikan dalam dokumen spesifikasi teknis tersebut sama dengan uraian spesifikasi pada brosur-brosur yang ditawarkan oleh PT. AN dan oleh peserta lelang lainnya. Sebagai contoh untuk BSL-3 Produksi yang disajikan dalam RKS versi I sama dengan uraian spesifikasi dalam brosur merek TPRO, sedangkan uraian spesifikasi teknis BSL-3 Produksi dalam RKS versi II sama dengan uraian dalam brosur merek TC.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sdr. SHA diketahui bahwa dalam penyusunan HPS, panitia pengadaan dibantu oleh sdri. MIN dan sdr. CDP. Sdr. MIN dan sdr. CDP adalah staf pada PT. AN.
Kelima, Panitia Pengadaan dan Tim Teknis tidak objektif dan melakukan upaya memenangkan PT. AN dan perusahaan afiliasi.
Panitia pengadaan melakukan upaya untuk memenangkan PT. AN dan perusahaan afiliasi dalam pengadaan sarana prasarana pabrik vaksin flu burung, antara lain:
(a) PT. AN, PT. ANP dan PT. MN sebagai pemenang lelang, Pemenang Cadangan I dan Pemenang Cadangan II merupakan perusahaan terafiliasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa PT. AN, PT. ANP, dan PT. MN terindikasi merupakan perusahaan afiliasi, sebagai berikut: (1) PT. AN dan PT. MN didirikan oleh tiga orang yang sama, yaitu MNZ, MNS dan AKH. (2) Berdasarkan keterangan sdri. CDP (mengaku sebagai karyawan PT. AN, namun di dalam SPT PPh 21 Tahun 2008 tercatat sebagai pegawai PT. MN) diketahui bahwa PT. AN dan PT. MN adalah perusahaan satu holding yang sering bekerja sama dengan perusahaan lain seperti PT. ANP, PT. NBP, PT. BRG, PT. DMS dan perusahaan lainnya dalam bentuk peminjaman bendera (nama) perusahaan. (3) Hasil konfirmasi kepada sdr. KRR (PT NBP) dan sdr. EBT (PT TBP) menunjukkan bahwa PT NBP dan PT TPB didirikan hanya untuk dipinjam bendera saja dan tidak pernah mengikuti proses lelang secara riil.
(b) Dokumen hasil evaluasi teknis dibuat untuk memenangkan PT. AN dan perusahaan afiliasi. Pemeriksaan atas proses lelang menunjukkan bahwa Hasil Evaluasi Teknis terindikasi telah direkayasa untuk memenangkan PT. AN dan perusahaan afiliasi, sebagai berikut: 1) Panitia Pengadaan menyatakan tidak pernah melakukan proses evaluasi teknis dan menyerahkan seluruh proses evaluasi teknis kepada Tim Teknis. 2) Tim Teknis menyatakan tidak pernah melakukan evaluasi teknis atas penawaran seluruh peserta lelang melainkan hanya melakukan riviu atas dokumen teknis satu perusahaan peserta lelang yang tidak diingat nama perusahaannya, dan dilakukan pada sore hingga malam hari tanggal 20 November 2008 di ruang rapat Bagian PI Ditjen PP dan PL. 3) Terdapat rekayasa dan indikasi pemalsuan tanda tangan pada berita acara Evaluasi Teknis per tanggal 20 November 2008. 4) Pihak yang terafiliasi dengan PT. AN diindikasikan hadir pada tanggal 20 November 2008 di Ditjen PP dan PL.
(c) Nasir diindikasikan hadir dalam proses persiapan penjelasan lelang (aanwijzing).
(d) Penjelasan kepada peserta lelang (aanwijzing) terindikasi dihadiri oleh Mindo dan pegawai PT. AN yang mengaku sebagai wakil dari perusahaan lain.
(e) Pihak PT. AN diduga merekayasa dokumen penawaran PT AN dan perusahaan terafiliasi.
(f) Kontrak Nomor HK.06.01/I.2/3561/2008 ditandatangani tanpa adanya pendapat hukum dari ahli hukum kontrak yang professional.
(g) Terdapat indikasi rekayasa dokumen kontrak.
(h) Jaminan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan pembayaran uang muka berupa bank garansi yang diserahkan oleh PT. AN kepada Ditjen PP dan PL sebagai salah satu syarat penandatanganan kontrak dan pengajuan pembayaran uang muka diduga dipalsukan.
(i) Jaminan pemeliharaan yang diserahkan PT. AN tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
Keenam, peralatan produksi vaksin flu burung di PT. BF senilai Rp596.298.315.540 belum diinstalasi, diuji fungsi, dilakukan pelatihan, dan dioperasikan sesuai lingkup pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak namun Ditjen PP dan PL telah melakukan pelunasan pembayaran kepada PT. AN.
Pemeriksaan fisik atas peralatan hasil pengadaan PT. AN dan permintaan keterangan kepada para pihak yaitu panitia penerimaan barang/jasa Ditjen PP dan PL dan para vendor diketahui hal-hal sebagai berikut:
(a) Peralatan untuk riset vaksin flu burung di AIRLANGGA telah terpasang dan dimanfaatkan, anmun demikian terdapat beberapa permasalahan atas peralatan yang diadakan.
(b) Peralatan produksi vaksin di PT. BF belum diterima dan belum terpasang secara utuh dan lengkap sebgai satu kesatuan system produksi vaksin di PT. BF.
(c) Berita acara penerimaan barang yang dibuat oleh Panitia Penerima/Pemeriksa Barang/Jasa dan disetujui oleh PPK tidak sesuai dengan kondisi senyatannya.
(d) Peralatan candling equipment tidak diadakan oleh PT. AN.
(e) Terdapat ketidaksesuaian mereka peralatan modular BSL-3 pada lampiran kontrak dengan berita acara penerimaan barang, dan ketidaksesuaian tanggal datangnya peralatan menurut vendor PT. TIE dengan tanggal berita acara penerimaan barang.
(f) Terdapat ketidaksesuaian mereka peralatan PCR Real Time System pada berita acara penerimaan/pemeriksaan barang/jasa yang dibuat Panitia Penerima dengan kondisi senyatanya.
Ketujuh, terdapat kelebihan pembayaran atas pengadaan peralatan yang tidak dilaksanakan oleh PT. AN sebesar Rp140.901.763.850,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui terdapat peralatan yang tidak dikerjakan oleh PT. AN sebesar Rp157.352.223.589,00 terdiri dari peralatan merek TPRO senilai Rp149.074.199.989,00 dan peralatan merek Pall senilai Rp8.278.023.600,00.
TAHAP PELAKSANAAN
Pada tahap pelaksanaan pekerjaan dan/atau penyediaan sarana dan prasarana pembuatan vaksin flu burung untuk manusia, fokus pemeriksaan adalah untuk memastikan bahwa pekerjaan telah memenuhi ketentuan spesifikasi teknis dan tahapan penyelesaian pekerjaan yang telah disepakati dalam kontrak.
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan adanya indikasi penyimpangan dalam tahap proses pelaksanaan pekerjaan pembuatan vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan, antara lain terlihat dari poin-poin tersebut dibawah ini:
(1) Pelaksanaan pekerjaan Tahap I dan Tahap II terindikasi merupakan perusahaan yang ada dalam satu manajemen. Pekerjaan Tahap I yakni Pengadaan Peralatan Sarana dan Prasarana Pembangunan Fasilitas Riset dan Produksi Vaksin Flu Burung untuk manusia dilaksanakan oleh PT. AN, sedangkan pekerjaan tahap II yakni Pembangunan Sarana dan Prasaran system connecting Fasilitas Produksi dan Chicken Breeding Riset dan Teknologi Produksi Vaksin Flu Burung untuk manusia dilaksanakan oleh KSO PT. PP dengan PT. ETU.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ada indikasi PT. ETU diakusisi oleh PT. AN dengan mengatasnamakan staf PT. AN. Hal ini diketahui berdasarkan informasi berikut:
(a) Terdapat proses akuisisi perusahaan dimana berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. ETU tanggal 24 agustus 2009, dihadapan notaris EGS, SH, Mkn diketahui bahwa terdapat pengalihan saham perseroan milik Tuan HKK kepada nona GSI.
(b) Berdasarkan dokumen SPT Tahunan PT. AN tahun 2008 diketahui bahwa sdri. GSI adalah pegawai tetap PT. AN dengan penghasilan bruto sebesar Rp14.187.227,00.
(c) Proses akuisisi tersebut diperkuat dengan keterangan Mindo pada tanggal 16 Agustus 2011 dalam rangka Pemeriksaan Pengadaan Alat bantu Belajar Mengajar Pendidikan Dokter/Dokter Spesialis di RSA dan Rumah Sakit Rujukan Badan PPSDM Kesehatan TA 2010, Mindo menyatakan bahwa PT. ETU telah diakuisisi oleh PT. AN.
(2) Adanya indikasi intervensi pihak-pihak yang terafiliasi dengan PT. ETU dalam proses penentuan paket dan perkiraan nilai pekerjaan. Hasil pemeriksaan menunjukkan: ada usaha dari pihak yang terafiliasi dengan PT. ETU untuk mengubah paket pekerjaan, nilai perkiraan pekerjaan pengadaan peralatan diindikasikan berasal dari pihak PT. ETU.
(3) Harga Perkiraan Sendiri Peralatan disusun oleh pihak yang terafiliasi dengan PT. ETU.
(4) Proses lelang terindikasi direkayasa untuk memenangkan PT. ETU. Hasil pemeriksaan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
(a) Peserta lelang (PT.ETU, PT. TBP, PT. DMS) merupakan perusahaan terafiliasi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa PT. ETU adalah perusahaan yang diindikasikan dalam pengelolaan manajemen yang sama dengan PT. AN, sementara PT. TBP dan PT. DMS merupakan perusahaan yang namanya dipinjam oleh PT. AN untuk ikut dalam pelelangan.
(b) Pejabat Pembuat Komitmen secara sengaja tidak menggunakan informasi yang diperolehnya dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terkait syarat kemitraan.
(c) Proses evaluasi administrasi tidak mengacu kepada RKS dan tidak dilaksanakan secara independen.
(d) Hasil evaluasi teknis dalam Berita Acara Evaluasi administrasi dan Teknis diduga direkayasa untuk memenangkan PT. ETU. (*)
Bagaimana komentar Anda?