Hingga kini minat kicaumania terhadap pleci masih cukup tinggi. Terbukti stok pleci di sejumlah pasar burung selalu cepat habis. Stok yang dijual pun bukan hanya pleci dewasa, tetapi juga piyikan. Di Pasar Burung Empu Nala Mojokerto, misalnya, harga piyikan pleci umur 10 hari melambung hingga Rp 150 ribu akibat pasokan yang menipis.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Piyikan umur tersebut masih terlalu ringkih, sehingga pedagang harus melolohnya sendiri. Jika burung sudah bisa makan sendiri, harganya naik menjadi Rp 250.000. “Sebenarnya saya hanya menjual piyikan pleci yang sudah bisa makan sendiri. Tetapi kalau calon pembeli tetap menginginkan piyik yang masih lolohan, ya terpaksa saya lepas, asal harganya cocok, seratus lima puluh ribu rupiah,” kata Aan, salah seorang pedagang di Pasar Burung Empu Nala Mojokerto.
Sambil menunggu calon pembeli, Aan dengan telaten meloloh satu per satu anakan pleci. Setiap dua jam sekali ia harus meloloh setiap piyikan. Pakan untuk lolohan tidak jauh berbeda dari murai batu, yaitu campuran kroto dan sedikit voer yang dibasahi air. Dengan alat bantu bilah bambu yang ditekuk, bahan makanan itu kemudian dilolohkan ke mulut anakan pleci sampai temboloknya terlihat membulat.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Jika dagangan tidak laku, ia harus membawanya pulang dan mendapatkan perlakuan ekstra. Misalnya dimasukkan dalam sangkar yang dikerodong, kemudian diberi lampu pijar 5 Watt sebagai penghangat tubuhnya.
Menurut pengalaman Aan, biasanya anakan pleci sudah bisa makan sendiri pada umur 20-25 hari. Jadi, ketika melihat perbedaan harga antara piyikan umur 10 hari (Rp 150.000) dan piyikan yang sudah bisa makan sendiri (Rp 250.000), barangkali kita bisa memahami bahwa pedagang seperti Aan juga harus mengeluarkan uang untuk membeli kroto dan voer selama 10-15 hari.
Terminal Pleci di Pasar Bratang Surabaya
Bagi yang tidak mau direpotkan dengan urusan loloh-meloloh, Anda bisa juga membeli pleci dewasa. Di Pasar Brarang Surabaya, terdapat dua kios (stan A3 dan A4) yang disatukan dan diberi nama Terminal Pleci. Sesuai dengan namanya, kios ini menyediakan aneka pleci, mulai dari auriventer, pleci biasa (mata putih), hingga montanus (pleci gunung).
Terminal Pleci merupakan usaha bersama yang dimiliki duet Yohannes dan Bambang. Tetapi sehari-hari dipercayakan kepada Juki, selaku penjaga toko. Tiap hari ramai dikunjungi pembeli, baik dari Surabaya maupun daerah lain di Jawa Timur.
Menurut pengakuan Juki, PC mania dari Bali, Samarinda, Balikpapan, hingga Makassar pun sering indent di tempat ini. Begitu pasokan datang, ia langsung mengirimkannya melalui ekspedisi antarpulau. “Yang paling dicari memang auriventer dan mata putih,” kata Juki.
Dalam sebulan, Terminal Pleci mampu menjual 500 ekor auriventer. Sedangkan untuk mata putih rata-rata 400 ekor per bulan. Puncak pembelian terjadi pada Juni-Juli lalu, di mana penjualan per bulan bisa mencapai 800 ekor, masing-masing untuk jenis auriventer dan mata putih.
Harga di Terminal Pleci masih lebih murah daripada di Pasar Burung Empu Nala Mojokerto. Bakalan auriventer umur 5 bulan, misalnya, dibanderol dengan harga Rp 300.000. Adapun mata putih dengan umur dijual seharga Rp 200.000, dan montanus antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000 per ekor.
Kalau burung yang sudah setengah jadi, atau siap lomba, harga auriventer bisa mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta; mata putih mulai Rp 500.000 hingga Rp 4 juta, dan montanus mulai Rp 750.000 hingga Rp 2,5 juta.
“Harga montanus lebih rendah, karena peminatnya masih kalah dari auriventer dan mata putih. Boleh jadi, karena perawatan pleci montanus lebih sulit. Selain itu, montanus juga lebih lama gacor daripada auriventer dan montanus,” tambah Juki.
Anda mau pilih yang mana? Piyikan, bakalan, atau pleci setengah jadi? Auriventer, mata putih, atau montanus? Silakan tentukan pilihan, mau ke Pasar Burung Empu Nala Mojokerto, atau Terminal Pleci di Pasar Bratang Surabaya.
Sumber: Tabloid BnR
Salam sukses dari Om Kicau.