Ada sebuah ironi di negeri ini. Sejak kecil kita diperkenalkan dengan lagu Burung Kutilang, ciptaan Ibu Sud: sebuah lagu yang nampaknya akan terus abadi. Namun ketika kita dewasa, eh.. burung ini seperti terpinggirkan, tak pernah dilombakan. Jumlah pemelihara dan penangkar kutilang pun sangat terbatas. Di pedesaan, burung ini malah dianggap musuh petani karena sering mencuri tanaman buah. Tidak adakah upaya kita untuk mengangkat derajat kutilang, sebagaimana kicaumania Thailand yang melakukannya terhadap kutilang jambul? Siapa bilang kutilang tidak bisa bersuara bagus?
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Masih ingat syair lagu Burung Kutilang? Yuk, kita refresh sejenak masa kecil dulu…
di pucuk pohon cempaka /
burung kutilang berbunyi /
bersiul, siul sepanjang hari /
dengan tak jemu-jemu /
mengangguk-angguk sambil berseru /
trilili lili lililisambil berlompat-lompatan /
paruhnya slalu terbuka /
digeleng-gelengkan kepalanya /
menentang langit biru /
tandanya suka ia berseru /
trilili lili lilili
Sekarang kita bayangkan, ketika lagu ini terus diajarkan di taman kanak-kanak, tetapi anak-anak kita tak pernah tahu seperti apa burung kutilang di alam bebas. Ketika kutilang selalu dianggap burung hama, ia akan selalu diburu dan dibunuh !
Kegelisahan ini mulai dirasakan beberapa penggemar burung. Sebagian terungkap dalam boks komentar di website ini, sebagian lagi tercurah langsung melalui email ke redaksi omkicau.com. Salah seorang penggemar burung yang curhat langsung via email adalah Om Adityo R:
Dear Om Kicau
Saya penghobi burung, sangat suka dengan burung kutilang. Tetapi kenapa semua orang beranggapan burung tersebut sebagai burung hama dan wajib dimusnahkan?
Saya heran kalau hanya suaranya keras, dan membuat drop burung lain, burung jalak juga demikian. Pentet, bahkan lovebird, juga bersuara keras. Kalau burungnya (maksudnya kutilang) jelek, karena warnanya cuma segitu, apakah puyuh atau burung gereja lebih bagus daripada kutilang?
Saya memiliki kutilang yang sudah pandai meniru semua jenis burung yang lewat, dan saya tidak pernah memasternya. Bahkan dalam keadaan mabung, dan tanpa buntut sekalipun, burung kutilang saya masih gacor.
Seperti yang pernah Om Kicau sampaikan, di Thailand sudah ada kontes kutilang. Saya ingin Om Kicau memberikan semacam editorial atau ulasan agar kutilang tidak dimusuhi di negeri ini, syukur kalau bisa menaikan pamor kutilang ke jajaran kelangenan mahal.
Semoga keluhan saya didengarkan semua pencinta burung.
Sebenarnya, sudah ada pesan tersirat dalam beberapa artikel Om Kicau mengenai burung kutilang. Pada artikel Di mana kutilang di situ ada trucukan, misalnya, ada sepenggal kalimat di bagian akhir yang tertulis seperti ini:
Bagi yang memiliki kutilang dan trucukan di rumah, ini bisa menjadi eksperimen menarik, terutama untuk memperbaiki performa suara trucukan dan kutilang. Siapa tahu Anda menjadi orang pertama yang mampu mencetak kutilang hybrid di Indonesia, dengan suara kutilang ropel dengan gaya garuda, atau punya formula khusus untuk menghasilkan trucukan dengan suara ropel.
Nah, Om Kicau pun sudah berjanji kepada Om Adityo, untuk membuat artikel khusus mengenai kutilang agar derajatnya bisa terangkat. Tentu artikel ini bisa diambil manfaatnya oleh semua kicaumania, siapa tahu ada yang tertarik menjadi penangkar kutilang.
Keluarga kutilang
Kutilang memiliki nama ilmiah Pycnonotus aurigaster. Ia masih memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan cucakrowo (Pycnonotus zeylanicus), trucukan (Pycnonotus goiavier), kutilang jambul (Pycnonotus jocosus), dan stripe-throated bulbul (Pycnonotus finlaysoni).
Kelima spesies ini bukan hanya berasal dari famili yang sama (Pycnonotidae), tetapi juga berada dalam genus yang sama yaitu Pycnonotus. Kalau boleh diibaratkan, maka kutilang bersama keempat spesies ini merupakan saudara sepupu.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Melihat performa keempat saudaranya, kutilang jelas memiliki potensi suara yang bagus. Jika kita mau, dan ini harus dicoba, kutilang juga bisa dilombakan bahkan menempati kelas tersendiri, sebagaimana cucakrowo di Indonesia serta kutilang jambul di Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Apabila kutilang dianggap sebagai burung hama oleh petani, itu tidak dapat dimungkiri. Binatang apapun yang mengganggu tanaman produksi pasti dianggap hama. Demikian pula dengan tanaman apapun yang mengganggu tanaman produksi, pasti dianggap gulma.
Tetapi kutilang melakukan semua itu mengikuti insting bahwa dia harus makan, dan salah satu makanan kesukaannya ya buah-buahan. Burung jelas tak tahu apakah itu buah yang ditanam petani, atau tumbuh sendiri.
Nah, tugas manusia adalah bagaimana memanfaatkan kutilang agar tak sekadar menjadi burung hama, karena manusia diberi kelebihan pikiran. Tikus juga binatang pengerat yang sering mengganggu kita, tapi toh dapat dimanfaatkan para peneliti untuk pengujian obat, serta penelitian lain yang berkaitan dengan kedokteran, peternakan, dan biologi.
Saya yakin, jauh sebelum manusia mengenal dan memelihara cucakrowo, burung ini di alam bebas juga kerap “mencuri” buah-buahan milik petani. Pengalaman Om Adityo yang memiliki kutilang dan mampu menirukan suara burung lain yang ada di sekitarnya (tanpa harus dimaster) sudah membuktikan bahwa kutilang termasuk burung cerdas, pandai meniru, sebagaimana keluarga kutilang lainnya.
Bukan hanya Om Adityo, beberapa kicaumania juga berhasil memelihara kutilang, bahkan sebagian telah menjadikannya sebagai burung master untuk burung berkicau lainnya. Tidak percaya? Simak beberapa tayangan video berikut ini:
- Kutilang gacor milik Tante Wulansari (1)
- Kutilang gacor milik Tante Wulansari (2)
- Kutilang gacor milik Om Najib Muhammad
- Kutilang cerewet
Kutilang juga bisa dijinakkan, dan menjadi sahabat setia di rumah. Begitu jinaknya, sehingga cukup dielus ekornya pun langsung berkicau. Lihat videonya
- Kutilang manja milik Om Gopin
Nah, bagaimana komentar Anda setelah melihat beberapa tayangan video di atas? Benarlah jika kutilang termasuk salah satu jenis burung cerdas, yang mampu meniru berbagai suara dari burung lain.
Menutupi kelemahan kutilang
Ada yang mengatakan, salah satu kelemahan burung kutilang adalah mudah lupa jika terlalu lama tidak mendengar suara yang sama. Karakter seperti ini mirip dengan cucak hijau. Namun kelemahan itu dapat ditutupi dengan selalu rajin menempelkan kembali suara-suara burung yang pernah didengarnya.
Ini hal biasa, tidak perlu dirisaukan. Bukankah burung kelas lomba seperti murai batu pun membutuhkan cas masteran, sebagaimana dilakukan Akia Jambi terhadap Happy Birthday, yang saban hari (termasuk menjelang lomba) selalu didengarkan mp3 player berisi suara cililin?
Melihat beberapa fakta di atas, selayaknya kita berjuang bersama untuk mengangkat derajat kutilang di negeri sendiri. Kutilang memang bukan burung endemik di Indonesia. Tetapi spesies ini beredar terbatas di Asia Tenggara saja, termasuk Indonesia.
Kita membutuhkan event organizer (EO) yang berani melawan arus, menjadi perintis untuk melombakan burung kutilang, tanpa harus memikirkan untung dan rugi terlebih dulu. EO perlu didukung sponsorship, juga kicaumania yang kebetulan bergelimang harta.
Adapun sobat kicaumania lainnya bisa mengambil posisi sebagai pemelihara dan/atau penangkar. Kalau penangkaran burung kutilang bisa ditumbuhkan di berbagai daerah, diharapkan para kicaumania lainnya membiasakan diri untuk membeli burung tangkaran, sehingga populasi kutilang di alam bebas tidak akan terganggu.
Semua upaya ini hanya bisa terlaksana melalui tangan-tangan kicaumania semua, secara bersama-sama. Untuk perawatan dan penangkaran burung kutilang, mohon ditunggu beberapa hari lagi (sedang kami siapkan artikelnya).
—