Inilah salah satu contoh pembangunan partisipatif yang melibatkan para pedagang burung. Melihat Pasar Kepuh Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, makin sepi pengunjung akibat terdesak mini market dan pasar modern yang bertebaran di berbagai wilayah, sejumlah pedagang burung melobi Lurah Pasar Kepuh, Widadi Nugroho. Lobi pun berhasil, dan Pasar Burung Kepuh sudah beroperasi sejak 28 Januari lalu.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Menurut Ketua Paguyuban Pasar Burung Kepuh, Ardiyanto, tekat mendirikan pasar burung diawali dari rerasan (obrolan) enam pedagang burung dan unggas dengan Lurah Pasar Kepuh. Hanya dengan mendirikan pasar burung, maka Pasar Kepuh bakal bisa ramai kembali, setidaknya melalui kehadiran para kicaumania.
Kehadiran kicaumania biasanya memberikan multiplier effect terhadap sektor perekonomian lainnya di lingkungan sekitar, termasuk Pasar Kepuh yang berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu pasar tradisional di Kabupaten Sukoharjo.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Gayung pun bersambut. Lurah Pasar Kepuh, Widadi Nugroho, nampaknya memahami betul gagasan idealistis dan realistis dari warganya. Setelah mempertimbangkan secara matang, akhirnya Pak Lurah pun memberikan lampu hijau. Alhasil, Pasar Burung Kepuh sudah beroperasi sejak 28 Januari lalu.
Pasar burung buka setiap hari pasaran Pahing, dengan memanfaatkan dua los pasar yang selama ini kosong. Artinya, pada hari pasaran itulah banyak pedagang burung dan unggas lainnya yang mangkal di Pasar Kepuh.
Gambar yang ada di bagian atas diambil pada Kamis (7/2) kemarin, atau aktivitas ketiga setelah hari pasaran perdana / pembukaan Pasar Burung Kepuh, Senin (28/1) lalu. Jadi, jika Anda ingin melihat keramaian pasar burung tersebut, silakan datang lagi pada Selasa, tanggal 12 Februari 2013.
Ardiyanto menambahkan, selama ini warga harus pergi ke Pasar Nguter atau Pasar Sukoharjo untuk menjual dan/atau membeli ayam, itik, dan aneka burung. Untuk menjual ayam misalnya, harga per ekor ayam kampung sekitar Rp 40.000 hingga Rp 60.000. “Uang hasil penjualan biasanya habis untuk biaya transportasi,” kata Ardiyanto yang berprofesi sebagai peternak ayam bangkok.
Dengan adanya Pasar Burung Kepuh, warga dapat menjual aneka ternak, termasuk burung kicauan, merpati, perkutut, dan burung hias, tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi lainnya. Di sisi lain, para kicaumania atau penggemar unggas lainnya bisa mendapatkan bahan dengan harga yang lebih murah.
Harga burung memang bervariasi, tergantung jenis dan kondisinya. Berikut ini beberapa harga burung yang disurvei Kamis (7/2) kemarin :
- Lovebird : Rp 400.000 – Rp 1.000.000
- Parkit berbulu hijau : Rp 30.000 / pasang
- Parkit berbulu kuning : Rp 40.000 / pasang
- Parkit berbulu biru : Rp 40.000 / pasang
- Perkutut : Rp 25.000 / ekor
- Kenari : Rp 120.000 / ekor
Masih banyak jenis burung yang dipajang di sana. Burung-burung itu digantung pada gantangan sederhana yang dibuat dari bambu. Suasana pasar terlihat mulai ramai. Sesekali terlihat pengunjung yang mendekati sangkar dan menempelkan telinganya.
Dua jari yang terdiri atas ibu jari dan jari tengah pun ditautkannya untuk membuat bunyi. Tak lama kemudian, si pengunjung mundur dua langkah. Ia duduk bersandar di tiang los pasar, dan menatap burung yang sedang berkicau.
Para pedagang pun bersyukur bisa berjualan di pasar yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Dalam tiga kali berjualan, yaitu setiap Pahing, omzet rata-rata mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Ya, lumayan untuk pasar yang baru dibuka.
Mereka yakin, dalam beberapa bulan ke depan, Pasar Burung Kepuh bakal menjadi jujugan alternatif bagi para kicaumania di Sukoharjo dan sekitarnya. “Yang penting, bisa menghidupkan kembali Pasar Kepuh,” kata Eko Setya Abadi, pedagang burung.
Ayo, silakan memantau sendiri…
Sumber: Solo Pos
—