Popularitas lovebird sampai saat ini terus merangkak naik, seiring dengan permintaan konsumen yang dari hari ke hari meningkat. Harganya pun mengikuti rezim supply and demand: banyak yang beli, harga otomatis naik. Untuk memenangi persaingan pasar, para breeder berlomba-lomba mengembangkan varian baru dengan warna eksotik. Begitu pula yang dilakukan Iwan Cisadane Bird Farm Tangerang, yang kini rajin “mencetak” lutino mata merah hasil persilangan indukan hijau dan pastel putih.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Iwan Fitriadi, pemilik Iwan Cisadane BF, sebenarnya tidak hanya menangkar lovebird. Jauh sebelumnya, dan sampai sekarang terus dipertahankan, dia juga sukses menangkar murai batu, cucakrowo, dan anis kembang.
Karena keterbatasan lahan, khusus untuk penangkaran lovebird, Iwan punya kiat praktis dalam menghemat ruang. Dia membuat kandang model battery, masing-masing petak dibatasi dengan penyekat dari seng yang bisa dibuka-tutup.
Ukuran setiap petak kandang ini minimalis: lebar 30 cm, panjang 50 cm, dan tinggi 90 cm. Dengan cara demikian, kendala keterbatasan lahan bisa teratasi. “Yang penting tinggi kandang. Ukuran 90 cm membuat suasana kandang berkesan lapang,” ujarnya, ketika ditemui di kediamannya, kawasan Grendeng, Tangerang, Banten.
Mungkin Anda bertanya, untuk apa penyekat seng yang membatasi antara petak kandang yang satu dan petak kandang lainnya?
Penyekat ini bisa dibuka dan ditutup. Ketika semua penyekat seng dibuka, maka kandang sudah tidak terkotak-kotak lagi dalam petak-petak kandang. Semua indukan di dalam akan menyatu. Jadi, petak kandang yang notabene kandang soliter akan berubah menjadi kandang koloni. Inilah yang disebutnya sebagai kandang multifungsi: bisa soliter dan bisa koloni.
Biasanya, Iwan memanfaatkan model kandang ini jika sedang memulai penjodohan awal. “Dengan demikian, burung bisa memilih sendiri pasangannya. Kita biarkan dalam satu kandang tanpa penyekat,” jelasnya.
Setelah beberapa burung menemukan pasangannya, barulah penyekat ditutup pada petak kandang yang ditentukan. Setiap petak kandang dilengkapi dengan glodok atau kotak sarang.
Bagian atas penyekat didesain sedikit terbuka. Maksudnya agar setiap pasangan induk bisa mengintip pasangan lain di sebelahnya, termasuk saat kawin. Ini jelas berbeda dari murai batu, yang samping kiri-kanan cenderung tertutup agar tidak melihat pasangan di petak kandang sebelah.
“Sebab lovebird akan cepat kawin apabila melihat pasangan lain sedang kawin. Makanya burung dalam petak yang satu bisa melihat burung lain di petak kandang sebelahnya,” tutur Iwan.
Mengapa tidak menggunakan model kandang koloni sejak masa penjodohan hingga masa reproduksi, Om? Iwan menjawab, menurut pengalamannya, penggunaan kandang battery yang bersifat soliter (satu petak 1 pasangan induk) membuat induk lebih produktif daripada penggunaan kandang koloni (1 kandang untuk beberapa pasangan induk).
Sangkar gantung untuk penangkaran lovebird
Iwan juga menerapkan model sangkar gantung, tetapi hanya digunakan burung yang benar-benar jinak dan sudah berjodoh. Burung harus jinak dan mudah berinteraksi dengan manusia, terutama karena posisi sangkar sering dipindah sesuai dengan keinginan pemilik. “Ini harus dibiasakan, agar burung terbiasa dengan orang di sekitarnya, jadi tidak liar,” jelas Iwan.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Kelebihan sangkar gantung, kata Iwan, antara laian mudh dikontrol, mudah dibersihkan, penempatan sesuai dengan selera pemilik, dan relatif lebih aman dari gangguan pencuri. Jika belum memasuki fase bertelur, pasangan indukan juga bisa dijemur.
“Namun kalau telur-telur sudah menetas, posisi kandang tidak perlu dipindah. Kita juga jangan melakukan penjemuran dulu, karena dikhawatirkan menganggu indukan yang sedang berproduksi,” tambah Iwan.
Pada penangkaran lovebird menggunakan sangkar gantung, induk dibiarkan mengasuh anak-anaknya hingga umur 2 minggu. Setelah itu dipanen, dipindahkan ke sangkar khusus yang dilengkapi penghangat, atau semacam inkubator.
Kandang piyikan di Cisadane didesain sedemikian rupa, sehingga menjadi multifungsi. Kandang ram kawat dibagi dua, bagian atas untuk piyikan yang dialasi serabut rumput. Sedangkan bagian bawah untuk anakan muda yang sedang belajar makan sendiri. Ini semata-mata dilakukan dalam rangka menghemat lahan.
Dari pengalamannya, anakan yang diasuh pemilik atau disapih dari indukan cenderung lebih mandiri. Anakan lebih cepat belajar makan sendiri, dan tentu saja karakternya pun menjadi lebih jinak karena sejak kecil sudah sering dipegang. Kelebihan lainnya, pertumbuhan anakan juga lebih merata.
Berbeda jika diasuh indukannya sendiri. Dari 4 ekor anakan, misalnya, pertumbuhannya sering tidak merata. Anakan yang bertubuh besar biasanya lebih sering minta diloloh induknya. Akibatnya, anakan yang menetas belakangan dan lebih kecil seringkali tidak kebagian makanan dari sang induk.
Mencetak anakan lutino mata merah
Tetapi yang paling menarik dalam kunjungan omkicau.com ke Iwan Cisadane BF adalah melihat eksperimen Iwan dalam menghasilkan varian baru lovebird. Misalnya, anakan lutino mata merah yang berasal dari pasangan indukan yang bukan lutino. Induk betina merupakan lovebird hijau kacamata biasa, sedangkan induk jantan lovebird pastel putih violet.
Saat bertelur pada periode kedua, jumlah telur hanya satu butir. Begitu menetas, anakan yang dilahirkan memiliki mata berwarna merah. “Padahal, kedua indukannya memiliki mata hitam,” jelas Iwan.
Setelah tumbuh bulu, tampak jelas anakan tersebut memang jenis lutino mata merah. Itu sebabnya, Iwan tak habis fikir, mengapa indukan biasa juga bisa menghasilkan anakan lutino. “Mungkin gen yang dialirkan ada yang mengandung darah lutino, jadi hasilnya seperti ini,” kata Iwan perihal salah satu produk breeding lovebirdnya.
Cara lain yang sering dilakukan di Cisadane BF adalah model poligami. Seekor jantan bisa mengawini dua betina sekaligus. Misalnya, jantan yang sudah berjodoh dan mengawini seekor. Ketika si betina mengerami telurnya, induk jantan dipindah ke kandang betina yang lain. Penjodohannya memakan waktu 1 minggu atau lebih. Yang penting, menurut Iwan, betina yang menjadi pasangan barunya harus dalam kondisi siap dikawini.
“Memang, cara ini kerap mengandung risiko. Biasanya, salah satu induk lebih agresif atau sering menyerang pasangannya. Kalau yang menyerang betina, itu tidak masalah. Biasanya tidak lama, begitu memasuki masa birahi akan cepat berjodoh,” jelasnya.
Lain halnya jika induk jantan yang menyerang, penjodohannya agak sulit dan butuh waktu lama. Namun, itu pun tergantung kondisi burung. Kalau keduanya sama-sama birahi dan siap kawin, biasanya akan saling berjodoh juga.
Kini 12 pasangan induk produktifnya sudah menetaskan puluhan anakan yang dipasarkan ke para penggemar lovebird. Sebagian diambil rekan-rekannya di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. “Kalau jenis lovebird kebanyakan diambil teman-teman Jabodetabek. Sedangkan cucakrowo dan murai batu sebagian besar dipesan teman-teman dari luar kota,” ungkapnya.
Produk lovebird Iwan Cisadane BF terbilang laris manis. Selain harga anakannya relatif terjangkau, warna-warna yang dihasilkan juga terlihat eksotis.
Untuk meningkatkan produktivitas indukan, kata Iwan, peran extra fooding (EF) sangat berpengaruh. Agar burung cepat birahi dan siap kawin, misalnya, kebutuhan kangkung diperbanyak. Pemilihan kangkung juga mesti selektif. Harus yang segar dan dipetik dari rawa bebas pestisida. Atau istilahnya sayuran organik yang menyehatkan.
Untuk indukan yang sedang bawa anakan, kebutuhan jagung muda diperbanyak. Karena konsumsi anakan yang dilolohkan sang induk lebih mudah dan aman dengan jagung muda. Biasanya anakan diasuh sendiri oleh induknya hingga bisa makan sendiri.
Pada bagian akhir, Iwan berpesan kepada penangkar pemula maupun calon penangkar. “Jangan berkecil hati kalau lahan yang dimiliki terbatas. Anda hanya perlu menyiasatinya dengan memodifikasi kandang. Yang penting kandang bersih dan nyaman, burung pasti berproduksi. Itu sudah saya buktikan,” tandasnya. (d’one)