Burung kicauan ternyata tidak hanya bisa dinikmati kemerduan suaranya saja. Burung kutilang, misalnya, dapat didesain untuk mendeteksi bencana alam, khususnya tsunami. Siapa yang mendesain? Anda boleh percaya atau tidak, yang mendesain adalah tiga siswi SD di Timika, Papua, yaitu Dewira Yikwa, Yohana Helena Oprawiri, dan Albertina Beanal, pada akhir 2011. Bagaimana cara kerjanya?
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Alat pendeteksi yang terbilang sederhana ini memiliki tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu sumber energi, pengukur kepanikan burung, dan bel atau lonceng sebagai alarm. Sumber energi yang dipakai adalah tenaga matahari yang berfungsi sebagai baterai untuk mengaktifkan rangkaian sensor tersebut.
Burung kutilang yang digunakan sebagai pendeteksi bencana dimasukkan ke dalam sangkar yang dilengkapi sensor dan saklar (switch). Jika burung, yang memiliki kemampuan mendeteksi bencana, itu merasakan adanya perubahan lingkungan yang dirasakan drastis, maka mereka akan tampak panik dan menabrak-nabrak sangkar yang dilengkapi dengan sensor. Hal ini akan mengaktifkan lonceng / bel peringatan bahaya.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Apa alasan anak-anak kreatif itu menggunakan burung sebagai sarana pendeteksi bencana, khususnya bencana tsunami?
“Burung itu suka panik. Waktu burung panik, dia akan berusaha keluar sangkar. Jadi ia akan menabrak-nabrak sangkar. Kalau burung menabrak sangkar, maka akan ada sinyal ke mikrokontroler yang dikirim ke motor. Nah, motor akan bergerak sehingga lonceng berbunyi,”kata Demira, menjelaskan cara kerja sistem peringatan dini yang diciptakannya itu.
Peralatan tersebut sudah melalui beberapa kali uji coba, dan sensor tersebut dilengkapi dengan microcontroler sehingga hanya bekerja jika kondisi burung sudah sangat panik dan akan aktif setelah switch tertekan beberapa kali. Hal ini untuk membedakan kepanikan burung secara spontan / kebetulan dengan kepanikan karena naluri akan terjadi bencana.
Dengan mekanisme di atas, sistem peringatan dini tsunami mampu bekerja lebih akurat dan dapat mencegah kepanikan penggunanya.
Bisa jadi, sistem peringatan dini buatan Demira dan teman-temannya dapat menjadi alat pendeteksi alternatif. Menurut Demira, banyak sistem peringatan dini yang berharga miliaran saat ini yang tak berfungsi dengan baik, bahkan sebagian hilang dicuri orang. Dengan sistem peringatan dini buatannya, masyarakat bisa memperoleh keselamatan melalui perangkat yang murah.
Hasil karya yang ciptaan ketiga anak ini terinspirasi cerita duka tentang bencana tsunami yang pernah melanda Aceh, 26 Desember 2004, serta kemampuan burung yang sangat sensitif dan bisa memprediksi bencana alam yang bakal terjadi.
Ya, sebuah hasil karya yang sangat unik. Wajar jika kreasi mereka meraih juara pertama dalam Indonesia ICT Award (INAICTA) 2011.
Selain kutilang, ada juga beberapa jenis burung yang kerap menjadi tengara bakal terjadi bencana. Misalnya elang jawa yang turun dari Merapi dan masuk ke dekat perkampungan penduduk, menjelang letusan Merapi (Oktober 201o) yang antara lain memakan korban Mbah Maridjan.
Di mancanegara, kenari kerap dijadikan media bagi para petambang untuk mendeteksi ada dan tidak kebocoran gas yang terjadi didalam sebuah pertambangan. Kenari sengaja dibawapara petambang untuk mendeteksi adanya gas metan dan karbon monoksida (CO) . Jika ada kebocoran gas tersebut, kenari itulah yang pertama kali terkena dampaknya. Dengan demikian, para petambang bisa segera meninggalkan area tambang berbahaya tersebut.
Semoga bisa menambah pengetahuan bersama.
—