Sebenarnya banyak kicaumania yang ingin beternak burung trucukan (Pycnonotus goiavier). Tetapi salah satu kendala terberat adalah membuat burung jantan dan burung betina mau berjodoh. Kedua calon induk bukannya berjodoh, tetapi malah kerap berantem. Om Supriyanto, penangkar aneka burung kicauan di Kedungrejo, Nganjuk, Jawa Timur, memiliki tips jitu untuk mengatasi kendala tersebut. Kepada Om Kicau, dia menceritakan semua pengalamannya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Kendala dalam beternak burung trucukan juga pernah dialami Om Agus Fathoni di Dusun Ngrukem, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Bedanya, Om Agus mengalami kendala justru setelah burung berjodoh. Ketika induk betina sudah bertelur, burung jantan sering membuang telur hingga pecah (lihat kisah selengkapnya di sini).
Om Suprianto bersama istri memang menangkar beberapa jenis burung kicauan di rumahnya, Desa Kedungrejo RT 04 / RW 04, Kecamatan Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur. Jenis burung yang diternak adalah cucakrowo, jalak suren, kacer, lovebird, kenari, dan trucukan: semuanya sudah berproduksi.
Beternak trucukan sebenarnya hanya untuk menghasilkan burung-burung yang kelak akan dijadikan baby sitter / babu asuh untuk mengerami telur dan merawat anakan cucakrowo. Jadi, hasil beternak trucukan memang digunakannya sendiri.
Perlu diketahui, dalam penangkaran trucukan, Om Supri dan istri menggunakan sangkar gantung. Ini sebagai ujicoba, sebab tujuan penangkaran trucukan memang hanya untuk menghasilkan baby sitter bagi anakan cucakrowo.
Saat memutuskan hendak menangkar trucukan, Om Supri sampai harus menyeleksi 25 ekor burung jantan dan betina. Seleksi diperlukan untuk memilih calon induk yang dalam kondisi siap breeding. Setelah terpilih beberapa calon induk, rupanya proses penjodohan menjadi kendala awal yang mesti dilalui.
Setiap kali dijodohkan, ungkap Om Supri, selalu terjadi perkelahian. Cukup lama dia dan istri mencari solusi mengatasi masalah ini. “Istri saya memang lebih sering menangani penangkaran burung. Saya sesekali saja, karena harus kerja di Surabaya,” tutur dia.
Akhirnya disepakati untuk membeli trucukan jantan di pasar burung, guna memancing rasa cemburu trucukan yang sudah disiapkannya sebagai calon induk jantan. Benar saja, merasa ada pesaing, gaco jantan yang disiapkan sebagai calon induk marah dan menghajar pejantan yang baru dibelinya.
Dengan cara itulah, akhirnya trucukan jantan mau bercumbu dengan burung betina sepanjang hari, dan akhirnya benar-benar berjodoh. Proses perkawinan pun terjadi, bahkan induk betina hingga kini sudah bertelur sebanyak empat kali peridoe peneluran.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Tetapi, untuk kali kedua, kendala kembali mengadang. Kasusnya sama seperti yang dialami Om Agus Fathoni. Telur-telur yang dihasilkan dalam tiga periode peneluran selalu dibuang oleh induk jantan.
Menghadapi kendala ini, Om Supri lantas mengganti sangkar gantung menjadi kandang permanen, sehingga pasangan induk bisa lebih leluasa bergerak. Hasilnya, ketika induk betina kembali bertelur, induk jantan tidak agresif lagi.
Induk betina akhirnya bisa mengerami telur-telurnya dengan lancar, sampai akhirnya menetas tanpa gangguan sama sekali dari induk jantan. “Bahkan, induk jantan pintar sekali memberi makan anakan yang baru menetas,” tutur Om Supri.
Ada yang menarik dari rangkaian cerita ini. Meski sudah berpengalaman beternak cucakrowo, jalak suren, kacer, lovebird, dan kenari, Om Supri dan istri mengaku belum berpengalaman soal trucukan. Itu sebabnya, dia harus menghadapi dua kendala, namun pada akhirnya teratasi juga.
“Kunci keberhasilan dalam breeding burung memang harus mempelajari sifat, perilaku, karakter, dan kemauan burung. Terkadang setiap individu burung juga punya talent berbeda-beda untuk dijadikan calon indukan. Ini yang harus terus kita pelajari,” pesan Om Supri kepada breeder pemula dan calon breeder lainnya.
Untuk teknis breeding trucukan, silakan lihat beberapa referensi berikut ini: