Even nasional Piala Raja 2014 di pelataran Taman Candi Prambanan Sleman, DIY, 7 September lalu, memberi berkah tersendiri bagi Om Eko LMS, yang datang bersama rekan-rekannya dari Luwes BC Solo. Lovebird Rose andalannya menjuarai salah satu dari 7 kelas yang dilombakan.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Bagi Om Eko, ini merupakan puncak pencapaiannya sebagai pemain, sekaligus puncak prestasi bagi lovebird Rose selama ini. Menjuarai lomba memang sudah sering dialaminya, baik bersama lovebird Rose maupun gaco orbitannya yang lain.
“Tetapi setiap pemain tahu, prestise dan gaung Piala Raja jelas berbeda sekali. Jadi saya benar-benar bahagia, bangga, dan bersyukur sekali. Teman-teman juga bilang, susah mengulangi prestasi seperti ini lagi. Mungkin ini memang sedang harinya lovebird Rose,” ujarnya merendah.
Sebagaimana burung jawara di even akbar lainnya, tawaran untuk meminang Rose pun berdatangan dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari seseorang yang langsu membuka harga Rp 50 juta.
“Jumlah itu sebenarnya cukup besar bagi saya. Tetapi hati kecil saya berkata, jangan dilepas dulu. Ya, saat ini, saya mesti mengikuti kata hati dulu,” tambahnya.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Breeding warisan ayah Om Eko
Satu hal yang membuatnya makin bangga adalah Rose merupakan salah satu lovebird hasil breeding dari kandangnya sendiri. Om Eko sudah banyak menghasilkan lovebird berprestasi dari kandangnya.
“Sebagian besar sudah berpindah tangan alias dibeli lovebird lovers di berbagai daerah, termasuk ke Bali, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi,” kata Om Eko.
Di kediamannya, Jalan Ledoksari, Jebres, terdapat 60 kandang indukan lovebird. Dari jumlah tersebut, 15 pasang induk merupakan lovebird basis suara trah juara, termasuk indukan lovebird Rose.
Selebihnya merupakan pasangan induk lovebird basis warna, mulai dari lutino, pastel, blorok, hingga yang sedang ngetren saat ini: parblue dan biola.
Om Eko tidak ingat persis sejak kapan menjadi breeder lovebird. Lha, kok gitu? “Ya, sejak saya masih kecil, ketika lovebird belum sepopular sekarang, di rumah sudah ada kandang serta pasangan induk lovebird,” jawabnya.
Om Eko memang mewarisi penangkaran lovebird dari ayahnya. Selain lovebird, ayahnya juga dikenal sebagai penangkar burung derkuku. Ilmu breeding sang ayah menetes pada anaknya.
“Saya tinggal meneruskan breeding lovebird dan derkuku yang sudah dijalankan Bapak selama bertahun-tahun,” kata Om Eko.
Sama seperti ayahnya, Om Eko pun tidak hanya berkutat di kandang ternak saja. Dia juga aktif menurunkan burung hasil penangkarannya, baik derkuku, lovebird, juga kenari.
Yang membedakan era ayahnya dan dirinya adalah tren lovebird mengalami perkembangan sangat pesat, terutama untuk lovebird basis warna.
“Saya harus mengikuti perkembangan terbaru, di mana lovebird parblue dan biola sedang ngetren. Belum banyak peternak yang mengembangkan dua jenis ini, sehingga harganya pun masih sangat tinggi,” tambah Om Eko.
Demikian pula lovebird basis suara, di mana karakter paling dicari adalah burung yang rajin bunyi dengan durasi panjang. Berbekal pengalamannya yang cukup lama, Om Eko terus menyilangkan beragam lovebird basis suara untuk menghasilkan karakter sesuai yang dibutuhkan dalam lomba.
Dari 15 pasangan induk lovebird basis suara, Om Eko merasa puas karena sebagian besar anakannya mempunyai kualitas oke, termasuk lovebird Rose yang menjadi puncak pencapaiannya selama ini.
Rose berasal dari pasangan lovebird bernama Arthur (induk jantan) dan Olivia. Beberapa penggemar lovebird mengincar anakan-anakan Arthur-Olivia, alias ingin memiliki adik-adik Rose.
Harganya yang relatif murah, Rp 2,5 juta per ekor (umur dua bulan) membuat peminatnya rela antre (indent) lumayan panjang.
Om Kicau sempat bertemu dengan salah seorang peminat adik Rose. Namanya Om Agus Vrs, salah seorang pemain asal Solo. Om Agus mengaku senang bisa mendapatkan adik Rose yang sudah dipesannya beberapa bulan lalu. “Saya gembira, karena mendapat adik Rose setelah sang kakak menjuarai Piala Raja. Pesannya sudah lama,” ujarnya.
Saat ini Om Eko LMS sedang menambah materi indukan, khususnya lovebird jantan. Syaratnya sama seperti pejantan-pejantan lain di kandangnya, yaitu rajin bunyi dan ngekeknya panjang-panjang.
Tak mudah memang untuk mencari pejantan dengan kualifikasi seperti itu, karena jarang sekali lovebird induk jantan yang diturunkan ke arena lomba.
Penjemuran sampai pukul 12.00
Pengin tahu bagaimana Om Eko merawat dan menyiapkan lovebird untuk lomba? Sebenarnya cukup sederhana. Menurut dia, kuncinya ada pada mandi dan jemur.
“Lovebird lomba memang membutuhkan durasi penjemuran yang cukup. Asupan pakan relatif sama, ada bijian yang lazim buat lovebird seperti milet dan canary seed, gabah merah, dan jewawut,” kata Om Eko.
Untuk extra fooding (EF), dia memberikan jagung muda seminggu sekali, sayuran, dan asinan. Untuk asinan, dia biasa menggunakan yang sudah jadi (bubuk halus).
Biasanya, para pemain menjemur lovebirdnya dengan durasi 30 menit hingga dua jam. Tetapi tidak demikian dengan Om Eko LMS. Setelah mandi pagi, burung dianginkan sejenak, kemudian dijemur sampai pukul 12.00.
“Logikanya sederhana saja. Habitat asli lovebird itu kan di Afrika, tentu terbiasa dong dengan panas. Nah, dari situlah saya berani menjemur lovebird dengan durasi cukup lama, sampai jam duabelas,” tandas Om Eko. (Waca)