Salah satu kendala yang sering dialami para penangkar adalah burung jantan dan betina tidak mau berjodoh. Umumnya, hal itu ditandai dengan perilaku salah satu burung yang terlampau agresif, sering menyerang calon pasangannya. Karena itu, sebelum mulai menangkar burung, ada baiknya Anda cermati beberapa hal berikut ini, yang bisa membantu mengurangi perilaku agresif burung ketika hendak dijodohkan.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Penjodohan burung dilakukan ketika kita memiliki burung jantan dan betina yang belum saling mengenal. Ketika burung hendak dijodohkan, terkadang muncul berbagai permasalahan yang bisa menghambat rencana kita dalam menangkar atau beternak burung.
Kasus yang sering terjadi adalah salah satu burung terlalu agresif dan menyerang calon pasangannya. Bukan itu saja, sering terjadi pula burung yang begitu agresifnya sampai calon pasangannya mati (terbanyak pada murai batu). Korbannya bisa burung betina, tetapi bisa juga burung jantan.
Di sinilah sebenarnya trik-trik penjodohan harus diterapkan, antara lain mengatur kondisi birahi dari burung jantan dan betina yang mau dijodohkan.
Burung-burung kicauan seperti ciblek, murai batu, dan kacer memiliki sifat teritorial. Sifat itu akan ditunjukkan terhadap burung lain yang ada di dekatnya, baik jantan dan betina. Sebab, ia akan menganggap sangkar dan aksesoris sangkar lainnya (wadah pakan, wadah minum, tenggeran) sebagai wilayah kekuasaannya yang harus dijaganya.
Pakan maupun air minum di dalam wadah masing-masing pun akan dipertahankannya, agar jangan sampai ada burung lain yang mengambilnya. Tanpa melalui proses perkenalan (prapenjodohan), burung akan menunjukkan sifat terirotialnya dan akan mencoba mengusirnya, bahkan bisa berlaku agresif dengan menyerangnya. Sifat teritorial akan hilang ketika burung sudah benar-benar berjodoh.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Karena itu, ketika kita hendak menjodohkan burung, wajib melalui tahapan pengenalan dulu. Dalam hal ini, burung jantan dan betina jangan langsung dipertemukan, tetapi dipisahkan dulu dalam jarak cukup jauh atau disimpan di lokasi yang tidak terlihat oleh masing-masing burung selama beberapa hari (istilahnya “dipingit”, he.. he.. he.. ).
Dengan demikian, masing-masing burung hanya bisa mendengar suaranya. Metode ini bisa meredam emosi dan sifat agresif burung, sekaligus membuat burung jantan dan betina penasaran.
Beberapa hari kemudian, barulah kedua burung didekatkan. Proses pendekatan ini dilakukan dengan menggantang sangkar burung jantan dan sangkar burung betina dalam jarak 1 meter. Jika jantan atau betina mulai menunjukkan rasa ketertarikan masing-masing, barulah sangkarnya didempetkan / ditempelkan.
Saat kedua sangkar saling menempel, posisi tenggeran diusahakan sejajar / segaris. Kalau posisi (tinggi) tenggeran berbeda, sebaiknya diatur dulu sehingga ketinggiannya sama. Sebab, biasanya burung yang sudah saling mengenal akan tidur dengan cara saling berdempetan.
Nah, berdasarkan pengalaman selama ini, burung yang sebenarnya sudah terlihat akur dan saling berdekatan selama tahap pengenalan / prapenjodohan pun terkadang masih menunjukkan sifat agresifnya saat mulai dicampur dalam satu kandang. Karena itu, selama 1-2 hari setelah disatukan, perlu pemantauan khusus guna mencegah salah satu burung menyerang calon pasangannya.
Apabila salah satu burung tampak bersikap agresif saat sudah disatukan dalam kandang penangkaran, maka yang bisa kita lakukan adalah mengontrol birahinya dengan cara melakukan pengaturan extra fooding (EF).
Jika burung jantan lebih agresif, kita perlu menaikkan porsi EF untuk burung betina. Sebaliknya, kalau betina yang agresif, porsi EF untuk burung jantan bisa ditambah.
Sifat agresif juga bisa muncul jika burung jantan dalam kondisi siap kawin, sementara betinanya belum karena umur masih terlalu muda. Karena birahi tak tersalur, si jantan akan terus mengejar betina yang ogah diajak kawin.
Karena itu, sebelum menangkar, pastikan kedua calon induk sama-sama sudah melewati umur dewasa kelamin. Lebih baik lagi jika betina berumur minimal 1 tahun dan jantan minimal 1,5 tahun. Keduanya sudah dalam kondisi birahi optimal dan emosi atau temperamen relatif stabil.
Sebagian besar burung kicauan sudah bisa kawin pada umur 7-9 bulan, tapi menunda perkawinan lebih dianjurkan, sampai betina berumur 1 tahun dan jantan 1,5 tahun.
Selain beberapa faktor di atas, ada juga sifat agresif pada calon induk yang disebabkan gangguan hormonal, baik bersifat genetik (keturunan) maupun non-genetik (biasanya pengaruh kualitas pakan). Ini sama seperti manusia di mana perempuan bisa mengalami menstruasi pertama pada umur 10 tahun, 11 tahun, bahkan ada yang sampai 14 tahun. Begitu juga lelaki yang sebagian bisa mengalami mimpi basah pada umur 12 tahun, 13 tahun, dan seterusnya.
Jadi, jika burung tetap agresif meski umurnya sudah matang, sangat dimungkinkan terjadi gangguan hormonal genetik dan non-genetik. Dalam hal ini, Anda bisa menggunakan terapi EstroBird yang hanya boleh dikonsumsi burung betina, serta TestoBird yang hanya boleh dikonsumsi burung jantan. TestoBird berbeda dari TestoBirdBooster (TBB) ya….
Pemberian kedua suplemen ini bisa dilakukan saat burung masih berada dalam sangkar terpisah. Apabila diberikan ketika kedua burung sudah berada dalam satu kandang, wah… bisa berabe, karena penggunaanya bersifat khusus berdasarkan jenis kelamin.
Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum Anda memulai usaha penangkaran burung kicauan, sehingga proses penjodohan bisa berjalan lancar.