Pamor murai batu Ketu di Jabodetabek kini sedang berkibar. Hampir sepanjang pekan, burung milik Om Nanda dari Wintaco SF ini meraih prestasi. Prestasi terbarunya adalah menjuarai kelas paling bergengsi dalam even Rajawali S3 di BSD, Tangerang Selatan (14/6), dan meraih hadiah 1 unit sepeda motor.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Saat ini Ketu menjadi amunisi Om Nanda Wintaco SF di kelas murai batu. Selain itu, dia juga memiliki sejumlah kenari jawara seperti Mumun dan Aura Kasih.
Sejak di tangannya, Ketu sudah beberapa kali meraih gelar juara pertama dalam even bergengsi di Jabodetabek. Sebelum menang di Rajawali S3, murai batu Ketu menjuarai Road to Jayakarta Cup yang dikemas Lotus Enterprise BnR Tangerang (3/5) dan Pangkolinlamil Cup 2 di Jakarta (17/5).
Kemenangan Ketu di Rajawali S3 sangat mengesankan. Sebab, burung dalam kondisi menjelang mabung. Beberapa bulu halusnya sudah ambrol, tetapi tak mengurangi performanya di lapangan.
Sejak awal digantang hingga akhir penilaian, Ketu duduk anteng mengeluarkan materi isiannya seperti suara cililin, ngekek lovebird, burung-madu, kenari, serindit, burung gereja tarung, dan lain-lain.
“Gayanya duduk anteng, ngeplay sambil nyeklek di tangkringan, tanpa melompat-lompat atau bergeser,” kata Om Nanda.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Dia mendapatkan murai batu Ketu dari Om Ivan / Om David, kicaumania yang tinggal di Sunter, Jakarta Utara, dan sama-sama anggota Wintaco SF. Konon, burung ini dibawa dari Medan sejak masih trotolan bersama empat anakan murai batu lainnya.
Di kakinya terpasang kode ring Suara Alam. Di kalangan pemain maupun pedagang murai, kode ring Suara Alam dikenal sebagai murai tangkapan hutan tapi dipasangi ring. Ini banyak dijumpai di pasar-pasar burung, termasuk di PB Pramuka Jakarta.
Burung-burung dengan kode ring Suara Alam biasanya berasal dari Aceh yang dikirim melalui Medan. Rencananya, Ketu dan empat anakan murai itu mau dipasarkan di salah satu kios burung milik orangtua Om Ivan.
Rupanya keempat anakan murai langsung laku terjual, sehingga hanya tersisa seekor, yaitu Ketu. Akhirnya Om Ivan merawat Ketu hingga berumur 7 bulan. Saat itulah dia menurunkan MB Ketu untuk pertama kalinya dalam Latpres 212 Kemayoran Jakarta.
“Saat itu saya langsung naksir. Tetapi dia (Om Ivan) nggak ngasih,” terang Om Nanda. Ternyata prestasi murai batu Ketu terus berlanjut, malah sempat ditawar Rp 120 juta oleh kicaumania asal Kepalagading yang juga rekan Om Nanda.
Lagi-lagi Om Ivan menolaknya. “Tapi dasar memang sudah jodoh, larinya nggak ke mana-mana. Akhirnya Ketu jatuh ke tangan saya juga. Jadi saya mengenal Ketu sejak burung masih berumur tujuh bulan,” ujar Om Nanda.
Kini murai batu Ketu hampir berumur tiga tahun. Sejak di tangan Om Nanda, prestasinya nyaris tak pernah berhenti kecuali kalau sedang mabung.
Melihat umurnya yang relatif masih muda, Om Nanda masih ingin menikmati prestasi MB Ketu yang lebih hebat lagi. Godaan uang bukannya tidak ada. Beberapa waktu lalu, seorang kiermaster yang disuruh bos tertentu berminat meminang Ketu seharga Rp 500 juta.
“Tawaran itu sempat membuat hati tergoda. Tapi nggak dululah, masih sayang… STNK-nya kan masih panjang. Burung masih muda tapi sudah langganan juara,” kata Om Nanda.
Perawatan harian murai batu Ketu
Kendati sudah dibeli Om Nanda, perawatan sehari-hari murai batu Ketu tetap dipegang Om Ivan. Porsi jangkrik untuk harian maupun jelang lomba sama, yaitu 5 ekor pada pagi hari dan 5 ekor sore hari.
Extra fooding (EF) lainnya adalah kroto yang diberikan dalam porsi satu cepuk penuh. Uniknya, kroto yang diberikan benar-benar pilihan, yaitu segar dan bersih.
“Kroto yang disediakan bersih, tanpa ada kotoran sediktpun. Kalau krotonya tidak putih bersih, Ketu nggak mau makan,” jelas Om Ivan.
Adapun mandi dilakukan setiap hari. Penjemuran juga setiap hari dengan durasi 2 jam. Kandang umbaran juga menjadi tempat kesehariannya sebelum berlomba.
Jika sudah berada di lapangan, Ketu harus dijauhkan dari murai batu lainnya untuk menghindari saling tempur dengan burung sejenis sebelum digantang.
Keunikan lain dari murai batu Ketu adalah model tangkringannya, terutama bagian atasnya yang melengkung ke bawah. Tangkringan ini terbuat dari batang pohon asem.
“Model tangkringan melengkung itu sudah menjadi kebiasaan Ketu sejak masih anakan. Dengan model seperti itu, kerjanya lebih maksimal. Burung lebih anteng di tangkringan dan nyeklek saat bunyi,” tandas Om Ivan. (d’one)