H Ahmad Fahmi, pemilik Royhan Bird Farm (BF) Jakarta, kini hanya fokus menangkar murai batu. Breeding cucakrawa yang lebih dulu digelutinya kini ditinggalkannya. “Pasalnya tingkat kesulitan beternak murai batu lumayan tinggi, sehingga mesti fokus,” ujarnya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Royhan BF Jakarta dikenal sebagai salah seorang breeder cucakrawa yang sukses. Meski burung ini kian jarang dilombakan, peminatnya masih banyak. Sebagai burung rumahan pun, suara kicauan cucakrawa tetap mewah.
Di tengah masa keemasannya beternak cucakrawa, Om Fahmi melirik murai batu. Sebab pangsa pasarnya sangat luas dan permintaan juga terus meningkat. Apalagi murai batu menjadi burung primadona di berbagai even lomba burung kicauan, tak terkecuali di kawasan Jabodetabek.
Selama hampir lima tahun, Om Fahmi mesti mengurusi penangkaran cucakrawa dan murai batu. Permintaan trotolan murai batu yang terus meningkat membuat waktunya tersita. Akhirnya, Om Fahmi memutuskan hanya fokus ke murai batu saja, agar Royhan BF mampu mencetak anakan-anakan murai berkualitas.
Perlu diingat, keputusan berhenti beternak cucakrawa sama sekali tidak disebabkan permintaan pasar yang menurun. “Selain berharap agar bisa lebih fokus, kondisi lingkungan di sekitar rumah saya juga kurang mendukung untuk beternak dua jenis burung sekaligus,” ujar Om Fahmi.
Om Fahmi tinggal di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Daerah ini terbilang padat penduduk, sehingga kurang kondusif untuk induk cucakrawa, apalagi bercampur dengan kandang ternak murai batu.
Kini Om Fahmi bisa konsentrasi pada murai batu saja. Ada 17 petak kandang memenuhi lantai dua kediamannya. Sebagian besar induk jantan merupakan eks jawara di lapangan, antara lain Krispatih, Gempar, Senopati, dan Codet.
Dengan materi induk trah prestasi, tak heran kalau banyak murai batu produk Royhan BF yang moncer di lapangan. Harga trotolan murai batu bervariasi, mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 7 juta per ekor, tergantung kualitas materi induknya.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Selain menangkar murai batu, Om Fahmi juga mempunyai beberapa peternak binaan di Jakarta dan sekitarnya, dengan menggunakan konsep kemitraan (sistem bapak angkat). Dalam hal ini, ia menitipkan pasangan induk kepada peternak binaan. Hasilnya dibagi dua.
“Ada juga yang membeli indukan dari saya. Kemudian peternak secara mandiri mengelola usaha tersebut. Sebagian anakan kemudian dipasarkan melalui saya,” kata Om Fahmi.
Proses pemasteran sejak anakan
Untuk meningkatkan produktivitas, anakan murai batu dipanen sejak dini, minimal umur 8 hari. Begitu disapih, anakan murai langsung ditempatkan dalam boks / kotak sarang yang dilengkapi lampu penghangat. Setelah anakan dipanen, maka pasangan induk murai batu bakal berproduksi kembali sekitar 1-2 minggu kemudian.
Selama berada boks, anakan murai diberi makanan berupa adonan voer dicampur jangkrik halus yang sudah dibersihkan bagian kaki dan kepalanya. Perawatan ini dilakukan hingga anakan mulai belajar makan sendiri (biasanya berumur 1 bulan). Selanjutnya, kaki anakan murai dipasangi ring Royhan.
Kalau sudah bisa makan sendiri, trotolan murai batu mulai dpindahkan ke dalam sangkar, lantas ditempatkan dalam ruang pemasteran. Di ruangan itulah, trotolan murai batu ditempel burung-burung masteran terfavorit, seperti cililin, cucak jenggot, lovebird, dan sebagainya. (d’one)