Belajar breeding / beternak murai batu bisa dari berbagai sumber. Mulai dari buku, panduan praktis di sejumlah website burung seperti omkicau.com, juga dari pengalaman para penangkar itu sendiri. Kali ini Om Kicau ingin menampilkan tips beternak murai batu dengan materi indukan jawara ala CBF Ciputat.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
CBF merupakan singkatan dari Cici Bird Farm, yakni penangkaran murai batu milik RH Didi Rosidi di daerah Ciputat, Tangerang Selatan. Penangkaran ini sudah tidak asing lagi bagi sebagian pemain murai batu.
Om Didi sudah empat tahun lebih menekuni usaha ini, di sela-sela kesibukannya sebagai kontraktor. Salah satu keunggulan produk CBF adalah penggunaan induk-induk eks jawara lomba atau sering kita sebut sebagai breeding murai batu trah jawara.
Saat mengawali usaha ini, Om Didi memanfaatkan beberapa murai batunya yang pernah memenangi lomba. Saat ini sudah ada 15 petak kandang yang dibangun menyatu dengan kediamannya tersebut.
Namun ada juga beberapa pasangan induk murai batu yang ditempatkan terpisah, karena dititipkan ke kolega-kolega dekatnya. Sebagian besar induk jantan merupakan eks jawara lapangan.
Anakan / trotolan murai batu produk CBF terbilang laris-manis. Beberapa pembeli kerap melaporkan keberhasilan murai batunya yang menjuarai even, baik di Jabodetabek maupun di luar wilayah itu.
Om Didi mengaku belajar beternak murai batu secara otodidak. Awalnya dia cuma pemain lapangan. Beberapa murainya kerap menjuarai lomba, kemudian coba diternak. Sempat menemui kegagalan, terutama dalam proses penjodohan, kini Om Didi akhirnya menuai keberhasilan.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
“Ternyata karakter burung lapangan itu jauh berbeda dari burung rumahan. Proses penjodohannya juga lebih sulit, dan membutuhkan waktu lama, karena burung memang lebih agresif,” ujarnya.
Berbagai kendala dan kegagalan dalam proses penjodohan tidak membuat Om Didi patah semangat. Sadar bahwa kunci kesuksesan dalam beternak burung adalah keuletan dan kesabaran, maka kedua hal itu coba diterapkannya.
“Keuletan dan kesabaran merupakan kata-kata yang mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dilakukan. Namun, mau tak mau, suka tidak suka, ya harus dijalankan,” pesannya kepada para breeder pemula dan calon breeder.
Dalam keuletan serta kesabaran itulah, Om Didi menemukan fakta bahwa kunci utama penjodohan murai batu terletak pada induk betinanya. “Bisa dibilang, 80 persen keberhasilan penjodohan murai batu ada di induk betina,” tambahnya.
Bahkan peran induk betina tidak hanya sampai di penjodohan saja, melainkan juga saat berproduksi (bertelur, mengeram, dan mengasuh anaknya).
Dari pengalaman itulah, Om Didi bisa menyimpulkan bahwa induk betina harus memenuhi kualifikasi tertentu agar penangkaran murai batu bisa berjalan sukses dan lancar.
“Murai batu betina yang mau dijadikan induk itu harus siap, baik umurnya, maupun sudah memasuki masa birahi,” jelas lelaki kelahiran Kuningan ini.
Berapa umur ideal? Setidaknya, calon induk betina sudah berumur 8 bulan atau lebih. Induk betina juga harus lenjeh alias siap kawin. Adapun murai batu jantan harus dalam kondisi gacor. Karena CBF menggunakan induk eks jawara, tentu semuanya gacor-gacor.
“Sebelum dijodohkan, calon induk jantan dan betina ditempatkan pada sangkar terpisah. Keduanya direndeng siang-malam, setiap hari. Setelah itu, murai betina dilepas dalam kandang ternak. Murai jantan juga dimasukkan ke kandang ternak, tapi masih di dalam sangkar,” jelas Om Didi.
Selanjutnya, kita tunggu sampai murai betina mau menyusun sarangnya dan siap kawin. Kalau sudah begitu, burung jantan bisa dikeluarkan dari sangkarnya, dan biasanya langsung kawin.
“Jadi, intinya sih kunci penjodohan itu ada di induk betinanya. Kalau betina sudah birahi, yang jantan pasti mau mengawininya. Lebih baik lagi kalau murai betina dan jantan sama-sama sudah berumur. Misalnya umur betina di atas satu tahun, dan umur jantan di atas tiga tahun. Produktivitasnya bakal bagus,” tambahnya.
Untuk ukuran kandang ternak, Om Didi mengatakan sangat relatif, karena semuanya juga tergantung luas lahan masing-masing. Adapun CBF membangun petak kandang dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 3 meter.
Beberapa model sarang dimasukkan ke dalam kandang. Ada yang berupa kotak dari triplek, tapi ada juga sarang yang dibuat dari potongan bambu.
Induk dapat menentukan sendiri model sarang yang disukainya, sehingga dapat berproduksi dengan nyaman dan lancar. Berdasarkan pengalaman Om Didi, induk murai lebih nyaman berproduksi dalam sarang dari potongan bambu daripada kotak tripleks.
Kebutuhan pakan seperti jangkrik dan ulat hongkong ditempatkan di bak plastik dalam kandang. Dua jenis EF ini diberikan sekenyangnya. Dengan demikian, induk bisa berproduksi maksimal, dan mampu merawat anaknya dengan baik.
Tetapi anakan hanya diasuh induknya sampai umur 7 hari. Pada hari ke-8, anakan langsung dipanen, diangkat bersama sarangnya, kemudian dimasukkan ke boks inkubator untuk dibesarkan. Jika sudah berumur 1,5 bulan, anakan siap dipasarkan.
Secara berkala, Om Didi akan mengganti materi indukan, terutama betinanya. Adapun induk jantan eks jawara yang digunakan antara lain Riau, Karuhun, Panu (blorok), Sriwijaya, Rongo, Alien, dan Si Kabayan.
Anakan / trotolan murai batu umur 1,5 bulan, atau sudah bisa makan sendiri, dibanderol seharga Rp 4,5 juta hingga Rp 7,5 juta. Produk CBF terbilang laris-manis, sebab sering moncer di lapangan ketika berumur dewasa. Misalnya anakan Karuhun sudah berprestasi sejak umur 8 bulan.
Pembeli bisa datang memantau langsung anakan yang tersedia, dan memesan (indent) anakan dari materi induk favorit yang dipilihnya. Oh ya, Om Didi juga sukses beternak lovebird di kandang koloni. (d’one)
Semoga bermanfaat.