Dampak negatif perkawinan sedarah atau inbreeding tidak hanya berlaku pada manusia, tetapi juga pada binatang termasuk burung. Para peneliti, misalnya, pernah mengungkap hasil risetnya bahwa inbreeding bisa mengumpulkan sifat-sifat negatif dari kedua induknya yang diwariskan pada anak-anaknya, misalnya cacat fisik, mandul / infertil, dan sebagainya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Bahkan penelitian terbaru yang dilakukan para ilmuwan dari University of East Anglia (UEA) makin mengukuhkan dampak negatif inbreeding. Mereka meneliti serangkaian DNA burung hasil perkawinan sedarah. Hasilnya, umur atau rentang hidup burung hasil inbreeding ternyata jauh lebih pendek daripada burung hasil perkawinan tak sedarah.
Hasil riset mereka yang dipublikasikan dalam Journal Molecular Ecology edisi 17 Mei 2016 ini menyebutkan bahwa potongan DNA yang memprediksi usia ternyata lebih pendek pada burung hasil perkawinan sedarah. Mereka juga menemukan berbagai dampak negatif lainnya yang akan muncul jika burung tersebut menghasilkan keturunan.
Potongan DNA yang memprediksi umur itu dikenal dengan nama telomere, dan bisa ditemukan pada sebagian besar makhluk hidup termasuk manusia. Mereka bertindak sebagai tutup pelindung pada setiap akhir kromosom sehingga bisa memberikan perlindungan dari zat-zat yang bersifat merusak.
Penulis utama riset ini adalah Kat Bebbington, mahasiswa PhD di UEA School of Biological Sciences. “Telomere bisa diibaratkan sebagai ujung plastik keras yang menutupi bagian ujung tali sepatu. Makin lama, rangkaian DNA itu bisa terpecah dan menjadi lebih pendek akibat kerusakan yang dialami selama hidup,” ujar Bebbington.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Burung yang dihasilkan dari perkawinan sedarah menjadi sangat rentan terhadap berbagai penyakit dan cenderung kurang berkembang. Hal ini karena mereka tidak memiliki banyak variasi dalam gen bawaan, ditambah setiap kali menghadapi kesulitan cenderung stres dan tidak mampu mengatasinya, tidak seperti burung normal.
Penelitian sebelumnya dari UEA juga mengungkapkan, panjang telomere dari hewan bisa memprediksi usia biologis dan berapa lama akan hidup. Tetapi penelitian terbaru kali ini menjadi penemuan pertama yang menemukan bahwa perkawinan sedarah atau inbreeding terkait dengan telomere yang lebih pendek pada burung muda.
Tim peneliti yang dipimpin Prof David S Richardson mempelajari 320 ekor seychelles warblers (Acrocephalus sechellensis), yakni burung endemik di Pulau Seychelles. Sebanyak 1.064 sampel DNA berhasil dikumpulkan selama 14 tahun lebih. Mereka menggunakan sampel itu untuk menganalisis panjang telomere dan bagaimana telemore bisa menjadi lebih pendek dari waktu ke waktu.
Para ilmuwan menemukan bahwa efek perkawinan sedarah pada telomere akan ditemukan ketika burung berada dalam kondisi stres, misalnya ketika sulit mendapatkan pakan. Tim peneliti juga menemukan bahwa jika burung itu nantinya menghasilkan keturunan, maka keturunannya akan memiliki telomere yang jauh lebih pendek lagi.