Untuk menghasilkan anakan-anakan murai batu berkualitas, AFF GP BF Jakarta menerapkan metode backcross breeding (persilangan balik). Hasilnya, anakan pada generasi ketiga (F3) atau keempat (F4) akan memiliki sifat yang sama persis seperti induk jantan yang dijadikan tetua / parental (P).
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
AFF GP BF merupakan singkatan dari Ali Fuad Fitri Gunung Putri Bird Farm milik Om Fuad. Tak hanya murai batu yang dibudidayakannya, tetapi juga lovebird.
Awalnya, usaha penangkaran ini bermarkas di kawasan Gunung Putri, Bogor. Tetapi sekarang semua kandang ternaknya sudah dipindah, menyatu dengan kediaman Om Fuad di Pancoran, Jakarta Selatan.
Om Fuad dulu merupakan pemain murai batu. Sejak tahun 2010, beberapa murai yang pernah juara lomba dimasukkan ke kandang ternak sebagai induk jantan. Untuk mendapatkan anakan berkualitas, dia memutuskan menerapkan metode backcross breeding alias persilangan balik.
Disebut persilangan balik, karena anakan generasi pertama atau filial pertama (F1) akan dikawinkan kembali dengan induknya (P), dan menghasilkan F2. Kemudian F2 dikawinkan lagi dengan P sehingga dihasilkan F3. Selanjutnya, F3 dikawinkan kembali dengan P, dan dihasilkan F4.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Berdasarkan pengalaman Om Fuad, murai batu jantan F3 atau F4 saat dewasa akan memiliki kualitas yang persis seperti P. Adapun murai batu jawara yang dijadikan tetua di kandang AFF GP antara lain Trisula, Batman, Sultan, Andromeda, dan Onta.
“Anakan murai generasi ketiga atau keempat sudah memiliki gen murni seperti induknya. Karena itu pula, anakan-anakan betina tidak saya jual, melainkan saya simpan sebagai materi indukan,” tambah Om Fuad.
Beberapa anakan murai batu produksi AFF GP kini sudah moncer di lapangan. Misalnya Rawa Rontek (RR), salah satu keturunan / trah Trisula. Meski umurnya baru satu tahun, burung ini sudah beberapa kali berprestasi di lapangan.
Trisula juga punya keturunan bernama Patriot, yang kini moncer di tangan rekannya. Dari induk yang lain, lahirlah nama-nama seperti Petir (kini di tangan Om Zainal) dan Upin (milik Om Andi), keduanya kicaumania asal Gunung Putri. Petir dan Upin juga sudah moncer di lapangan.
Anakan / trotolan murai batu produksi AFF GP memang laris-manis, karena setelah dewasa acapkali moncer di tangan pembelinya, baik di Jabodetabek maupun di luar kota seperti Indramayu, Cirebon, hingga Klaten.
Saat ini, AFF GP memiliki 20 petak kandang yang semuanya sudah berisi pasangan produktif. Kendati bangunan kandang relatif sederhana, namun kualitas anakan yang dihasilkannya tak bisa dipandang sebelah mata.
Kunci breeding ada di induk betina
Sejauh ini, Om Fuad tak mengalami kendala berarti dalam menjalankan penangkaran murai batunya, termasuk mengenai proses penjodohan calon induk jantan dan betina.
“Kuncinya ada di induk betina. Jika induk betina sudah siap kawin, lenjeh (genit), dengan umur lebih dari delapan bulan, tentu mudah dijodohkan dengan calon induk jantan,” tuturnya.
Ukuran kandang ternak yang digunakan AFF GP terbilang minimalis, dengan panjang 1,5 meter, lebar 80 cm, dan tinggi 2 meter.
Dinding belakang serta samping kiri-kanan bersifat tertutup, terbuat dari batako. Tapi dinding depan bersifat terbuka, terbuat dari kawat ram. Di dalam kandang disediakan kotak sarang, bak mandi yang airnya selalu penuh dan bersih, serta bak plastik untuk tempat pakan (jangkrik dan ulat hongkong).
Kedua jenis pakan itu disediakan dalam jumlah tak terbatas (ad libitum) alias sekenyangnya. Dengan demikian, kondisi induk selalu prima baik dalam proses produksi maupun saat meloloh anaknya.
“Kroto hanya diberikan jika anakan sudah belajar makan sendiri, “ ungkap Om Fuad yang sehari-hari dibantu istrinya dalam merawat anakan murai.
Setiap pasangan induk bisa berproduksi dua kali per bulan. Hal ini karena anakan langsung disapih / dipanen jika sudah berumur 5-7 hari. “Tetapi kalau pasangan induk hanya menghasilkan seekor piyik, saya biarkan anakan itu diasuh induknya sampai bisa makan sendiri,” tutur Om Fuad.
Pada umur 1 bulan, anakan murai yang disapih (bukan dirawat induknya) akan diajari mandi di dalam karamba. Adapun pemasaran dilakukan saat trotolan murai sudah berumur 2 bulan. Harganya relatif terjangkau, mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 7 juta per ekor.
Jika sedang mabung, induk harus segera diistirahatkan. Induk jantan yang mabuk akan ditempatkan dalam ruangan dan selalu dikerodong. Adapun induk betina ketika mabung akan dilepas ke kandang aviary, disatukan dengan induk betina lainnya.
“Jika sudah ada yang kondisi dan siap, ya tinggal dimasukkan lagi ke kandang ternak. Tetapi ada juga pasangan yang dibiarkan mabung bersama di kandang ternak, tidak dipindah, sehingga kalau beres mabung siap berproduksi kembali,” kata Om Fuad.
Selain murai batu, Om Fuad juga sukses menangkar lovebird, menggunakan kandang koloni / aviary. Sudah ada beberapa lovebird hasil ternaknya yang moncer di lapangan. (d’one)