Penangkaran murai batu Niki Sae Mas Bird Farm (NSM BF) Bogor milik H Kuwadi saat ini memiliki 96 petak kandang indukan di farmnya yang asri, kawasan Ciawi, Bogor. Apabila dulu NSM BF Bogor menggunakan indukan-indukan betina asli hutan, kini berangsur-angsur mulai dikurangi, diganti dengan induk betina hasil penangkarannya sendiri. Langkah ini perlu diapresiasi, karena bisa mengurangi angka penggunaan murai batu dari alam liar.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Petak-petak kandang ternak murai batu ini ditempatkan di lantai dua. Setiap petak kandang memiliki ukuran panjang 2 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 2,5 meter. Di dalamnya ada bak mandi beserta saluran air bersih, dan tanaman dalam pot yang menyejukkan suasana.
Setelah menetas, anakan dirawat induknya sampai umur 7 hari. Setelah itu langsung dipindahkan ke ruangan khusus yang steril, dengan suhu udara yang selalu terkontrol.
Hanya ada beberapa jendela terbuka sebagai sarana udara, yang kemudian ditarik dari luar dan dikeluarkan via blower penyedot udara (exhaust fan). Dengan demikian, udara di dalam tetap sejuk, bersih, dan tidak pengap. Alat pengatur suhu udara ditempatkan agar kondisi di dalam tetap stabil.
Anakan dipanen bersama tempat sarangnya yang terbuat dari batok kelapa. Silakan lihat gambar di bawah ini:
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
“Saya tidak menggunakan inkubator. Jadi tetap memanfaatkan batok kelapa yang menjadi sarangnya selama masa pengeraman hingga perawatan awal oleh induknya. Batok kelapa ini bersama anakan murai kita pindah ke ruangan khusus pembesaran,” kata Om Kuwadi.
Menurut dia, tempat sarang dari batok kelapa ini sangat nyaman untuk anakan murai batu. Metode ini juga kerap dilakukan beberapa penangkar cucakrawa, seperti yang dilakukan Om Sutoto dari GRD Bird Farm Balikpapan.
Anakan murai batu ini dibesarkan dalam batok kelapa, tanpa perlu menggunakan lampu penghangat lagi. Pada malam hari, sarang cukup ditutupi kerodong, namun tetap tanpa lampu penghangat.
Metode pembesaran ini memang efektif untuk menekan angka kematian pada anakan murai batu. Jika sudah berumur 12-15 hari, anakan dipindah ke kandang pembesaran. Setelah mulai belajar makan sendiri, anakan umur 1-2 bulan dipindah ke kandang yang lebih besar lagi, di mana setiap sangkar hanya diisi seekor burung saja.
“Trotolan murai batu yang berkelamin jantan ditempatkan di sangkar gantung, didampingi burung-burung masteran seperti cililin, jalak, lovebird, dan lain-lain,” jelas Om Kuwadi.
Adapun murai batu betina jika sudah memasuki fase remaja akan diseleksi untuk disiapkan sebagai calon indukan. Itu sebabnya, NSM BF secara berangsur-angsur mulai mengurangi penggunaan induk betina asal hutan.
Bagaimana nasib indukan setelah anakan dipanen? Sekitar 1-2 minggu setelah dipanen, pasangan induk murai batu akan berproduksi kembali. Tetapi pasangan yang sudah berproduksi 2-3 kali secara beruntun biasanya akan diistirahatkan dulu. Begitu juga jika induk betina atau induk jantan mabung, mau tak mau harus istirahat berproduksi.
Induk-induk betina yang diistirahatkan tersebut akan ditempatkan dalam kandang tersendiri. Kelak, mereka akan dijodohkan kembali dengan pasangan barunya. Sebab NSM acapkali melakukan penjodohan ulang dengan materi indukan yang berbeda, untuk menghasilkan anakan yang berkualitas dan lebih bervariasi.
Induk jantan yang saat ini menjadi materi unggulan di NSM BF antara lain Bintang Medan, Pendawa, Kapten, Maestro, Avatar, Lion, Reog, dan Kenzin. Ada lagi materi lawas yang tak kalah berkualitas, misalnya Mio, Arjuna, Lorenzo, dan Panzer.
Anakan dari indukan-indukan favorit tersebut laris-manis di pasaran, bahkan banyak peminat yang harus indent terlebih dulu.
“Apalagi anakan Bintang Medan, paling diminati saat ini. Kualitasnya terbukti, memiliki keunggulan dari aspek fisik, mental, dan volumenya,” kata Om Kuwadi.
Selain murai batu, NSM BF juga membudidayakan lovebird. Produknya juga sudah tersebar di tangan para lovebird mania. (d’one)