Kelas jalak suren pernah popular dalam setiap lomba burung kicauan pada akhir dekade 1990an hingga awal 2000an. Pamornya kemudian berangsur-angsur meredup, dan saat ini jarang sekali event organizer (EO) lomba burung yang membuka kelas jalak suren. Namun bukan berarti jalak suren telah ditinggalkan kicaumania. Masih banyak kicaumania yang menyukainya, termasuk Om Dody, salah seorang personel komunitas Jalak Suren Tangerang (JST).
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Sekilas tentang komunitas Jalak Suren Tangerang
Om Dody, atau lebih akrab disapa Om Dodoy, bahkan dipercaya menjadi ketua JST. “Komunitas JST baru berdiri dua tahun lalu, saat ini memiliki sekitar lima puluh orang anggota,” ujar Om Dodoy yang sehari-hari bekerja sebagai sopir.
Salah satu tujuan pembentukan komunitas JST adalah untuk meningkatkan kembali pamor burung jalak suren, setidaknya di wilayah Tangerang. Pembentukan JST bermula dari seringnya para penggemar jalak suren bertemu dalam even latber / latpres yang membuka kelas campuran bebas di Tangerang.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
“Makin lama, hubungan pertemanan kami makin akrab. Tumbuh rasa persaudaraan yang kuat di antara para penggemar jalak suren. Akhirnya, teman-teman memutuskan membentuk klub khusus pecinta jalak suren di Tangerang, dan terbentuklah komunitas Jalak Suren Tangerang,” tambah Om Dodoy.
Salah satu impian JST adalah dimasukkannya jalak suren pada kelas utama dalam lomba burung kicauan tingkat nasional. Meski kondisinya sekarang belum memungkinkan, bukan berarti harapan itu tidak bisa terwujud pada waktu-waktu mendatang.
Komunitas JST mungkin sedikit beruntung dibandingkan dengan komunitas jalak suren di kota-kota lain. Pada awal tahun 2017, Ronggolawe Nusantara (RN) membuat kebijakan agar setiap lomba di lingkungan RN wajib membuka kelas jalak suren.
Sayangnya, kondisi di setiap daerah tidak selalu sama. Tatkala kebijakan diterapkan, ternyata kelas jalak suren rata-rata sepi peminat. Namun tidak demikian di Tangerang. Kehadiran JST membuat kelas langka ini tetap diminati peserta.
Jalak suren Magnum jadi andalan Om Dodoy
Selama tiga tahun menekuni jalak suren, Om Dodoy mengakui sangat kesulitan menemukan jagoan yang benar-benar berkualitas. Namun, tiga bulan lalu, penantian panjangnya kesampaian juga. Dia mendapat jalak suren prospek, umurnya masih muda, dari salah seorang kawannya di Pemalang, Jawa Tengah.
“Burung dalam kondisi ngurak (mabung). Kaki-kakinya masih terlihat hitam, belum bersisik,” tambah Om Dodoy. Itulah jalak suren Magnum, yang kemudian menjadi andalan Om Dodoy lantaran kerap memberinya trofi dan piagam kemenangan.
Magnum memiliki beberapa keunggulan, antara lain tembakan yang didominasi suara belalang cangkas dengan jeda rapat, serta memiliki materi isian nada lovebird dan beragam suara burung hutan.
Menurut Om Dodoy, JS Magnum selalu tampil hot di lapangan. Nyali juaranya sangat terlihat. Baru tiga bulan di tangannya, Magnum sudah meraih tujuh trofi dan 11 piagam.
Beberapa even yang pernah dimenanginya antara lain Kings Enterprise BnR (double winner), Latpres RE Muci dan Ramayana Ebod Joss, serta Latber JBC (Jatiuwung Bird Community).
Perawatan jalak suren Magnum
Dalam kesempatan ini, Om Dodoy ingin berbagi tips perawatan jalak suren Magnum. Meski disadarinya bahwa perawatan harian serta setelan lomba untuk setiap individu jalak suren tidak selalu sama, paling tidak bisa menjadi referensi bagi JS mania lainnya, atau bisa mendorong rekan-rekan kicaumania lainnya untuk berlomba-lomba mengorbitkan jalak suren jawara.
Untuk perawatan harian, terutama mulai Senin hingga Rabu, jalak suren Magnum rutin diembunkan tiap pagi sebelum matahari terbit. Selanjutnya, pukul 07.00, burung dimandikan, lalu dijemur selama 30 -60 menit.
Setelah dijemur, jalak suren diangin-anginkan sambil diberi 5 ekor jangkring dan 20 ekor ulat hongkong. Habis itu, burung dikerodong hingga pukul 16.00.
Sore hari, kerodongnya dibuka, dan burung mandi untuk kali kedua. Habis itu, diangin-anginkan hingga menjelang maghrib, sembari diberi 5 ekor jangkrik. Menjelang petang, burung disimpan di dalam rumah dalam kondisi dikerorodong, serta diistirahatkan hingga esok hari.
Perawatan lomba dimulai sejak H-3 (Kamis). Beberapa perawatan masih sama seperti harian, namun air minumnya ditetesi multivitamin. Selain itu, porsi jangkrik ditingkatkan menjadi 10/10, ditambah kroto secukupnya.
Perawatan pada H-2 dan H-1 hampir sama seperti H-3. Hanya saja, Magnum sudah tak mandi lagi, cukup diangin-anginkan saja.
Pada hari lomba, Minggu, kerodong yang dipasang sejak malam sebelumnya tetap tidak dibuka. Burung juga tak perlu mandi, cukup diangin-anginkan sambil diberi pakan seperti H-3. Kerodong sangkar dibuka beberapa saat sebelum naik gantang.
Untuk saat ini, Om Dodoy belum berniat menjual jalak suren Magnum, meski ada tawaran yang menarik sekalipun. “Soalnya tidak gampang mencari gaco jalak suren yang berkualitas,” tandasnya. (neolithikum)