Awalnya, Om Lukas Edwin Yuniarka (owner Mak’e BF) bukanlah penggemar burung. Tetapi melihat keberhasilan kakaknya dalam beternak lovebird, dia pun kepincut mengikuti jejaknya. Awal tahun 2010, dia memulai breeding lovebird warna dengan nama Mak’e Bird Farm.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Karena masih minim pengalaman, Om Edwin bukannya membeli lovebird siap produksi, melainkan enam ekor anakan jenis paskun, dakocan, dan palamas. “Pertimbangannya, harga terjangkau. Harga lovebird palamas waktu itu hanya 750 ribu per ekor,” jelasnya kepada omkicau.com.
Tentu butuh waktu tersendiri untuk melihat burung-burung piaraannya tumbuh dewasa. Hal inilah yang membuat Om Edwin merasa jenuh menunggu. Beruntung ada teman yang rela “meminjamkan” sepasang lovebird siap produksi.
“Setelah dirawat selama dua bulan, pasangan itu langsung produksi. Anak-anaknya saya jual, untuk membayar induk yang sempat saya pinjam,” tambah Om Edwin.
Sejak saat itu, setiap menjual beberapa ekor anakan, hasilnya selalu diputar kembali untuk dibelikan lovebird dewasa atau induk siap produksi.
Tanpa disadari, tiga tahun berselang, Mak’e Bird Farm telah memiliki 40 pasangan induk. Dari jumlah tersebut, 15 pasangan ditempatkan dalam kandang battery. Selebihnya menempati kandang koloni.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Dalam pengamatan Om Edwin, proses produksi lovebird di kandang batteru lebih bagus daripada di kandang koloni. “Mungkin karena pasangan induk tidak terganggu burung lain, terutama saat proses perkawinan, mengerami telur, dan meloloh anaknya,” ujarnya.
Seiring dengan perjalanan waktu, Mak’e Bird Farm lebih memfokuskan pada lovebird warna saja. Akibatnya, ada beberapa pasangan induk yang harus disingkirkan. Kini, jumlah induk lovebird warna di kandang Mak’e Bird Farm dikurangi sehingga tersisa 20 pasangan, 12 di antaranya sudah produksi.
“Lebih spesifik lagi, saya fokus beternak lovebird warna kelas menengah, seperti blue fischeri, violet fischeri, dan biola green.
Untuk penjodohan, Om Edwin menunggu lovebird benar-benar dalam kondisi siap (cukup umur dan sama-sama birahi). Sebab lebih mudah menjodohkan lovebird dewasa yang sama-sama birahi.
Kalau birahinya tidak berbarengan, maka burung yang sedang birahi cenderung lebih galak / agresif terhadap pasangannya. Hal ini terutama kerap dijumpai pada lovebird betina.
Om Edwin sepenuhnya sudah memakai kandang battery, dengan pertimbangan lebih mudah dalam memantau aktivitas dan perkembangan lovebird. Seandainya terdapat masalah, penanganannya pun lebih cepat.
Kandang dibersihkan minimal dua hari sekali. Air minum diganti setiap hari. Wadahnya juga harus selalu dicuci agar lebih higienis.
Kalau telur sudah menetas, maka anakan lovebird dibiarkan dalam pengasuhan induknya selama dua minggu. Setelah itu dipanen, dan dipindah ke kandang pembesaran. Anakan diloloh dengan bantuan spet.
Bahan lolohan berupa bubur khusus merek impor. Tapi terkadang Om Edwin mencampurnya dengan pakan lokal, agar tidak cepat habis di tembolok.
Karena kesibukannya sebagai pegawai negeri sipil, Om Edwin hanya bisa meloloh anakan 2-3 kali per hari. Jika sudah agak besar, anakan lovebird diajari mengkonsumsi pakan bijian, dengan komposisi canary seed, haver, dan jagung (tanpa milet putih), serta ditambah kangkung.
Racikan pakan tersebut bisa memacu pertumbuhan setelah nantinya tidak loloh lagi. Pada umur 1,5 – 2 bulan, anakan lovebird biasanya sudah terlatih mengkonsumsi pakan bijian.
Setelah itu, lovebird baby diajari makan jagung dan sayur-sayuran, serta mulai rajin diembunkan dan dijemur selama 1-2 jam setiap harinya.
Untuk lovebird umur dua bulan lebih, Om Edwin akan meracik sendiri pakannya, dengan komposisi 1 kg pakan impor dan 4-5 kg milet putih, ditambah canary seed, buckwhit, dan haver secukupnya.
Mak’e Bird Farm juga selalu menyiapkan obat-obatan untuk mengatasi lovebird yang sakit. Misalnya untuk snot, dia menggunakan inject Bahagia dari drh Ridwan EP. Untuk obat luar, dia menggunakan Kitolot Plus produksi Om Kicau.
Harga anakan lovebird warna produksi Mak’e Bird Farm bervasiasi, mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta per ekor. Mengenai omzet penjualan, Om Edwin mengaku belum begitu banyak. Baru sekitar Rp 5 juta – Rp 10 juta per bulan, tetapi selalu disyukurinya.
“Beternak lovebird bagi saya merupakan hobi. Untuk mengisi waktu senggang, serta memperbanyak teman, baik dari dalam maupun luar kota. Bisa menjadi hiburan, sekaligus menambah penghasilan,” tutur Om Edwin.
Sembari beternak, Om Edwin juga aktif mengikuti kontes. Dulu dia sempat bermain lovebird kekean (singing). Gaco andalannya saat itu bernama Mak Nyak, yang akhirnya diabadikan menjadi nama bird farmnya: Mak’e BF.
Selain itu, Om Edwin juga menjadi salah seorang pendiri Cafe Love Bird Komunitas (CLBK) Team Jogja yang menjadi ajang sharing dan diskusi bagi para penggemar dan peternak lovebird. CLBK Team juga membuat sejumlah program yang menguntungkan anggotanya, misalnya kemudahan mendapatkan materi induk maupun solusi penanganan lovebird bermasalah. (neolithikum)
Breeding lovebird Mak’e Bird Farm
Facebook: Edwin Mertodihardjo.
Alamat: Mejing Wetan RT 01 / RW 07, Ambarketawang, Gamping, Sleman.