Ribuan penangkar dan penghobi burung di berbagai wilayah di Indonesia siap mengikuti aksi damai pada Selasa, 14 Agustus 2018, menyerukan penolakan terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2018.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Mereka adalah penangkar dan penghobi komunitas independen seperti APPBK dari Klaten dan ada juga asosiasi penangkar di bawah naungan beberapa EO perburungan yang tergabung dalam Forum Kicau Mania Indonesia (FKMI). – Baca: Tolak Permen LHK 20/2018, FKMI ajukan upaya hukum dan gelar unjuk rasa.
Seperti diketahui, aksi pada Selasa 14 Agustus 2018 akan dipusatkan di Kementerian LHK di Jakarta dan di daerah-daerah dilakukan hal yang sama dengan tempat di Kantor BKSDA daerah dan juga di gedung perwakilan daerah.
Dari Lampung diwartakan sudah disiapkan sejumlah bus untuk mengangkut peserta aksi ke Jakarta. Sementara di Klaten sudah disiapkan aksi damai dengan peserta ribuan orang dari Asosiasi Penangkar dan Penghobi Burung Klaten (APPBK).
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Aksi anggota APPBK akan dilakukan mulai dari alun-alun Klaten untuk bergerak menuju Kantor DPRD/ Pemda Klaten.
Mereka adalah bagian dari ribuan penangkar dan penghobi burung Indonesia yang menolak Permen LHK 20/2018. Permen tersebut memuat daftar burung dilindungi dengan alasan burung-burung tersebut sudah langka.
Padahal beberapa jenis burung tersebut, seperti murai batu dan jalak suren sudah berhasil ditangkarkan secara massif dan massal. Jika burung tersebut dinyatakan sebagai burung dilindungi, maka sudah tidak bisa diperdagangkan secara bebas sementara selama ini sudah menjadi gantungan hidup para penangkar.
Peserta 1.500 orang
Dalam surat pemberitahuan yang ditandatangi oleh Sugiyarto selaku ketua, dan Joko Sadono selaku sekretaris, disebutkan jumlah peserta sekitar 1.500 orang. Mereka adalah para penangkar jalak suren, cucak rowo, murai batu, pedagang, dan penghobi burung yang ada di Klaten dan sekitarnya.
Mereka menilai Permen LHK cacat dan tidak adil, karena dibuat dan dikeluarkan tanpa melalui proses sosialisasi dan diskusi publik yang memadai.
“Sebagai bagian dari rakyat Indonesia, kami para peternak dan penghobi burung merasa diberlakukan tidak adil. Padahal kami sudah bertahun-tahun menjadi penangkar, sehingga ikut membantu menyelematkan burung-burung lokal Indonesia dari kepunahan. Di saat sebagian besar lingkungan atau alam yang menjadi habitat burung-burung itu juga sudah rusak, tidak lagi aman dan nyaman menjadi rumah bagi burung, di tempat kami lah burung-burung itu tetap aman dan bisa melanjutkan kehidupannya,” ujar Sugiyarto dalam keterangannya kepada burungnews.com.
Burung-burung seperti murai batu, cucak rawa, jalak suren itu sudah bisa diternakkan secara masal, sehingga keberadaannya sesunggunnya sudah bisa dikatakan sejajar dengan beberapa jenis burung seperti perkutut, gemak/puyuh, atau bahkan merpati dan ayam, sehingga sungguh tidak adil bila secara tiba-tiba dimasukkan dalam kategori burung yang dilindungi.
“Seharusnya pemerintah itu membantu, dengan cara melakukan pembinaan, melindungi, lalu memberikan kemudahan dalam proses pemberian ijin penangkaran. Sebenarnya itu yang lebih kami butuhkan. Sebab peternak burung di Klaten juga sudah menjadi sogo guru ekonomi bagi banyak keluarga, sejajar dengan peternakan ayam, kambing, dan lainnnya. Kalau tujuannya pelestarian, tanpa banyak omong kami sudah berada di depan karean sudah berbuat langsung. Terus sekarang tiba-tiba malah seperti hendak dimatikan,” imbuh Joko Sadono.
Selain para penangkar tiga jenis burung di atas yang secara langsung memang terdampak dengan Permen 20/2018, para peternak lain seperti jenis kenari, love bird, juga para penghobi atau pemanfaat juga siap mendukung aksi ini.
Masa akan berkumpul di alun-alun Klaten pada jam 09.00, sebelum bergerak ke lapangan Pemda / DPRD Klaten. “Karena kami di Klaten cukup jauh dari kantor LHK, atau BKSDA, jadi suara atau aspirasi kami kita lewatkan wakil kami di DPRD Klaten, juga melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten yang bisa disebut menjadi orang tua kami,” tambah Sugiyarto.
Mengingat jumlah masa yang terlibat cukup besar, sejumlah korlap pun disiapkan untuk mengkoordinasikan dan menjaga agar aksi tetap lurus pada tujuan awal, terjaga ketertibannya, dan tidak disusupi oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Korlap yang akan mengawal aksi antara lain Mahmudi, Triwidodo, Sri Waluyo, Misbun Winarsis, Winarto, Warsono, Johan, Setiawan, Heru Waluyo, Aris Pramono, Yadi, Dodit, Harmadi, Yusuf Karyadi, David Nugroho, Sugiyarto, Kisyadi,dan Mahmudi.
Spanduk-spanduk penolakan juga sudah banyak terpasang di pasar burung, kios burung, sudut-sudut jalan, atau di lokasi digelarnya kontes rutin. Tulisan-tulisan di spanduk cukup menggelitik. Ada yang berupa pertanyaan retoris seperti, “APAKAH DENGAN PERMEN 20/2018 AKAN MENJAMIN PELESTARIAN BURUNG DI HABITAT ALAMINYA”. Ada juga yang berupa ungkapan kesedihan, “GARA-GARA PERMEN 20/2018 KAMI PARA PENANGKAR BURUNG JADI SENGSARA,” dan beberapa lainnya.
Di daerah-daerah lain, aksi serupa juga dilakukan. Di Solo misalnya, para peternak, pedagang, dan penghobi akan berkumpul di Pasar Burung Depok, sebelum bergerak ke kantor Pemkot atau DPRD. “Soal tujuan aksi, masih kami matangkan apakah ke Pemkot atau DPRD. Waktunya juga masih kami cari yang terbaik, mungkin setelah 17 Agustus. Kami para pedagang di pasar memang sudah terdampak secara langsung. Sebelum Permen keluar saja kami sudah merasa sulit, keluarnya permen ini benar-benar membuat pasar seakan mati, nyaris tidak ada transaksi,” jelas Suwarjono, ketua Paguyuban Pasar Burung Solo.
Berbeda lagi dengan di Pekalongan. Disediakan bus untuk ikut bergabung dengan Forum Kicau Mania Indonesia yang akan memusatkan aksi langsung di halaman kantor LHK. “Ya, kami akan ikut aksi di Jakarta, sambil refresing dan jalan-jalan. Kebetulan, ada beberapa sukarelawan yang menyediakan busnya, jadi tinggal mengkoordinasikan saja teman-teman yang mau ikut berangkat,” jelas Egih, salah satu tokoh kicaumania di Pekalongan.
Bukan aksi anarkis
Sementara itu rencana aksi di pusat akan digelar di Kementerian LHK dan diikuti oleh semua elemen Forum Kicau Mania Indonesia (baca: aTolak Permen LHK 20/2018, FKMI ajukan upaya hukum dan gelar unjuk rasa).
Dalam rilis yang dikeluarkan hari ini, Ketua FKMI Kang Ebod menegaskan beberapa hal terkait pelaksanaan aksi damai pada tanggal 14 Agustus 2018, FKMI:
Pertama, FKMI menuntut pencabutan Permen No. 20/2018 (pengganti PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa).
Kedua, permohonan FKMI diajukan dalam bentuk aksi damai penyampaian aspirasi ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, pada tanggal 14 Agustus 2018.
Ketiga, jika tuntutan tidak dikabulkan, FKMI akan melakukan aksi damai yang lebih besar dengan tuntutan yang sama, serta melakukan upaya hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam rilis yang ditandatangi Kang Ebod sebagai ketua dan Bang Boy BnR sebagai penanggung jawab itu, ditegaskan FKMI melarang semua komponen peserta aksi melakukan tindakan kekerasan/anarkis; dilarang menghina petugas/ pejabat negara/ lambang negara/ lembaga negara; dilarang melakukan penjarahan, dan harus mentaati dan tunduk perintah koordinator aksi.