Para penggemar poksay hongkong dari berbagai daerah di Indonesia menghadiri Malam Sarasehan Kopdarnas 1 KPHI (Komunitas Poksay Hongkong Indonesia) di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Sabtu (15/12). Berikut ini catatan yang ditulis Om Istono Yuwono, salah seorang penggagas even ini, mengenai gelaran tersebut.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Matahari hendak berangkat ke peraduan. Sayup-sayup terdengar kicauan burung jantan bersahut-sahutan, seakan ingin melepas senja yang sebentar lagi berganti malam.
Di sela-sela pepohonan, terdengar riuh-rendah suara cericitan anak-anak burung di sarang. Mereka bersiap menyambut sang induk yang hendak pulang ke sarang.
Suasana senja begitu syahdu, menciptakan sebuah harmoni yang terasa pas, diselimuti temaram hangat. Sejumlah kendaraan dari berbagai daerah mulai terparkir di samping Gedung Mekkah, Asrama Haji Donohudan Boyolali, Sabtu (15/12) petang. Ada yang datang dari Jakarta, Bekasi, Bandung, Tasikmalaya, Surabaya, Jogja, Malang, Nganjuk, Kediri, Semarang, Solo, Jogja, dan sebagainya.
Sebagian besar di antara mereka mengenakan T-Shirt bertuliskan KPHI (Komunitas Poksay Hongkong Indonesia), atau kaos bergambar burung poksay hongkong.
Ya, hari itu, tepatnya mulai pukul 19.00, digelar pergelatan akbar Kopdarnas 1 KPHI. Inilah komunitas penggemar burung yang berwarna abu-abu kehitaman, dengan tompel putih di pipi kiri dan kanan.
Seperti diketahui, poksay hongkong atau black-throated laughingthrush (Garrulax chinensis) pernah menjadi salah satu burung kicauan yang legendaris di kalangan kicaumania Indonesia.
Spesies ini memang bukan plasma nutfah asli Indonesia. Wilayah persebarannya meliputi Tiongkok, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, serta Vietnam. Burung ini juga sukses diintroduksi di Hongkong, sehingga kerap disebut sebagai poksay hongkong.
Pada era 1990-an, poksay hongkong sangat popular di kalangan kicaumania Indonesia. Bahkan kelas poksay hongkong saat itu sangat popular, setara dengan cucakrawa, anis merah, murai batu, hingga cucak hijau.
Tetapi pada awal dasawarsa 2000-an, pamornya mulai meredup. Faktor kelangkaan stok di pasaran, serta maraknya wabah SARS (sindrome saluran pernafasan akut), membuat Pemerintah RI menutup keran impor burung / unggas, khususnya dari Tiongkok.
Sejak itu pula burung ini menghilang dari peredaran. Para penggemarnya pun mulai patah hati, lalu pindah ke lain hati. Akibatnya, tak ada lagi kelas poksay hongkong dalam lomba burung di Indonesia.
Kini, burung poksay hongkong kembali menyemarakkan dunia kicauan di Indonesia. Para penggemar pun berharap, para pegiat event organizer (EO) lomba burung mau membuka kembali kelas poksay hongkong.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Harapan itu juga mengemuka dalam Kopdarnas 1 KPHI di Asrama Haji Donohudan. Kopdarnas 1 KPHI mengusung dua acara ini, yakni:
- Sosialisasi dan edukasi penilaian lomba burung poksay hongkong.
- Penangkaran burung poksay hongkong sebagai pilot project KPHI.
Suasana Kopdarnas berlangsung penuh kehangatan. Para peserta yang selama ini lebih sering jumpa di dunia maya, terutama melalui medsos, kini bisa bertatap muka secara langsung.
Kopdarnas 1 KPHI berusaha menyegarkan kembali pengetahuan mengenai penilaian lomba di kelas poksay hongkong. Adapun standar / kriteria penilaian burung poksay hongkong mencakup 4 poin:
- Irama / Lagu
- Volume / Suara
- Variasi
- Gaya / Fisik
NB: Detail mengenai standar / kriteria penilaian sudah ada dalam Diktat Kopdarnas 1 KPHI.
Penangkaran burung poksay hongkong
Bagaimana dengan penangkaran burung poksay hongkong di Indonesia. Biasanya gerakan konservasi jenis burung tertentu mulai digalakkan ketika populasinya di alam liar sudah terancam punah. Itupun khusus plasma nutfah asli Indonesia seperti jalak bali, jalak putih, anis merah, dan branjangan.
Adapun poksay hongkong, seperti diuraikan sebelumnya, bukanlah plasma nutfah asli Indonesia alias tidak termasuk burung lokal. Mengapa harus dikembangbiakkan di Indonesia?
Motivasi utama KPHI untuk menangkar poksay hongkong adalah agar para penggemarnya tidak lagi bergantung pada impor. Sebab, berkaca pada pengalaman terdahulu, Pemerintah RI sewaktu-waktu bisa menutup kembali keran impor burung. Jika hal tersebut terjadi lagi, maka akan meredupkan lagi semangat para penggemar poksay hongkong.
Selain itu, dengan menangkar poksay hongkong, harga jual di pasaran menjadi lebih terjangkau. Hal ini juga terjadi pada lovebird dan kenari yang juga bukan burung lokal Indonesia, namun kini banyak diternak di Indonesia.
Kendati baru seumur jagung, KPHI bertekad merealisasi pilot project bernama penangkaran burung poksay hongkong. Semoga sukses. (Istono Yuwono)