Ketika kepanikan terhadap avian influenza (AI) atau flu burung melanda kawasan Asia dan telah merasuki Eropa, justru sejumlah elite politik dan ekonomi di Amerika Serikat sana tertawa-tawa. Tidak lain dan tidak bukan, mereka adalah produsen Tamiflu, obat flu burung yang kini diekspor besar-besaran ke berbagai negara. Mereka yang juga beruntung adalah lima raksasa industri peternakan ayam Amerika, yakni Tyson Foods, Goldkist Inc, Pilgrim’s Pride, ConAgra Poultry, dan Perdue Farms.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Seperti memanfaatkan keterpurukan para peternak di Asia, peternak besar AS dengan jumawa mempropagandakan produk mereka. “Tidak seperti di Asia, di mana ayam dipelihara di tempat terbuka, ayam kami lebih aman karena dipelihara di kompleks tertutup dengan penanganan yang baik,” kata CEO Tyson Foods, Greg Lee, seperti dikutip F William Enghdahl dalam artikel yang dirilis Global Research, “Bird Flu: A Corporate Bonanza for the Biotech Industry, Tamiflu, Vistide and The Pentagon Agenda (Flu Burung: Untung besar bagi Industri Bioteknologi, Tamiflu, Vistide, dan Agenda Pentagon).
Artikel Enghdahl itu merupakan satu dari tiga artikelnya tentang siapa penangguk keuntungan dari flu burung dan munculnya KKN penguasa AS dengan pengusaha, yang dia sebut sebagai the principle of modern US corrupt special interest politics. Ketiga artikel periset pada GlobalResearch California itu, intinya mempertanyakan bagaimana bisa hanya ada satu perusahaan yang memonopoli pembuatan dan pemasaran Tamiflu di seluruh dunia. Selain itu dipertanyakan pula, mengapa pemusnahan unggas hanya menimpa jutaan unggas milik para peternak kecil Asia dan bukan unggas para peternak raksasa Amerika Serikat.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
***
Dalam tulisannya yang berjudul Is Avian Flu another Pentagon Hoax? (Flu Burung Gurauan Lain Pentagon?), Enghdahl memelesetkan Tamiflu dengan “Rummy Flu”. Rummy adalah panggilan Donald H Rumsfeld, mantan Menteri Pertahanan AS. Pemelesetan ini bukan tanpa dasar. Sebab, Rumsfeld memiliki saham terbesar di perusahaan bioteknologi penemu dan pemegang paten Tamiflu, yakni Gilead Sciences Inc.
Saat ini, Gilead memang sudah tidak sepenuhnya menjadi penguasa Tamiflu, sebab perusahaan ini telah menyerahkan hak pemasaran dan paten Tamiflu kepada Hoffman-LaRoche. Roche, yang kepengin mempertahankan keuntungan, menolak permintaan Kongres AS yang memintanya melepas hak eksklusif atas Tamiflu untuk diberikan kepada perusahaan farmasi lain. Alasannya, flu burung masih menyerang berbagai belahan dunia dan perusahaan lain takkan bisa memproduksi Tamiflu secepat Roche.
Gilead pun semakin menggiurkan bagi para pemiliknya begitu Presiden AS, George W Bush, minta Kongres mengucurkan dana darurat baru sebesar 7,1 triliun dolar AS untuk apa yang disebutnya sebagai US flu defense pre-emptive war. Dia pun minta agar dikeluarkan dana untuk pembelian Tamiflu sebesar 1 triliun dolar AS.
Bagi Enghdahl, desakan Bush pada Kongres bagi pengalokasian dana yang demikian besar itu bukan tidak ada “udang” di baliknya. Sebab, bukan rahasia lagi bahwa Rumsfeld adalah kawan dekat orang-orang Gedung Putih. Lagi pula, tidak bisa dilupakan bahwa Kongres berada di bawah kontrol partainya Rumsfeld.
***
Lantas, benarkah raksasa industri peternakan ayam Amerika benar-benar tidak pernah tersentuh oleh serangan virus ataupun bakteri penyebab sakitnya ayam karena mereka menangani peternakan secara baik? Kenyataannya tidaklah demikian. Meskipun tidak ada publikasi bahwa ayam-ayam Amerika terserang flu burung, bukan berarti daging ayam Amerika benar-benar aman tanpa cela.
Misalnya saja bagaimana pengaruh jangka panjang ayam yang dibesarkan dengan jagung dan kedelai hasil rekayasa genetik terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Juga, ayam-ayam di peternakan AS tidak luput dari penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri Salmonella ataupun Campylobacter.
Namun di balik semua kenyataan itu, saat ini sebenarnya sudah dilakukan riset tingkat tinggi di Inggris dan kemungkinan juga di AS untuk mengembangkan metode rekayasa genetik. Dengan metode ini, semua jenis unggas di dunia bisa dibuat kebal terhadap virus flu burung. Hanya saja, hal itu memang tidak dipublikasikan secara luas dan dikembangkan untuk mengatasi persoalan flu burung yang saat ini demikian menghebohkan.
Seandainya metode ini benar-benar teruji dan bisa dikembangkan ke seluruh dunia, tentunya hal ini akan menjadi mimpi buruk bagi Gilead dan Roche. Pastilah orang seperti Rumsfeld dan teman-temannya bakal berduka. Jadi, tidak anehlah kalau orang seperti dia lebih senang kalau flu burung tetap menghantui dunia, sehingga Tamiflunya tetap laris.
Juga, kalaulah industri raksasa peternakan ayam AS saat ini telah mengembangkan ayam yang kebal terhadap flu burung, tidak mungkin mereka akan mengumumkannya. Pastilah mereka berpikir, justru itulah peluang besar bagi mereka untuk menguasai pasar daging ayam dunia.
Monopoli di bidang ekonomi dan hegemoni di bidang politik adalah obsesi para penguasa Amerika. Mereka akan merebutnya dengan berbagai cara, baik secara halus dengan pemanfaatan dan penyebaran isu, ataupun secara kasar dengan todongan moncong peluru kendali.
Cara-cara para penguasa Amerika menaklukkan dunia, sesungguhnya lebih berbahaya dibandingkan dengan munculnya serangan penyakit apapun. Termasuk halnya penyakit flu burung. Dengan demikian, menurut saya, penyakit AI sebagai avian influenza kuranglah mematikan dibandingkan dengan AI sebagai american influenza.
(Duto Sri Cahyono, SOLOPOS, 6 Maret 2006)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.