Banyak di antara kicaumania yang tidak suka kalau punya MB terlalu jinak. Mereka berpendapat, MB jinak tidak bisa ngotot ketika tarung. Saya dulu juga berpendapat begitu, tetapi sekarang tidak lagi. Sebab, 4 MB jinak hasil tangkaran teman Solo telah membuktikannya. Cerita keempat MB itu begini:
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
– MB pertama (hasil tangkaran sekitar 3 tahun lalu, dengan ring Lintang/ hasil tangkaran Samino Solo) sangat jinak dan saking jinaknya, kalau dikaramba sulitnya setengah mati. Begitu ditakut2 dengan tangan kita, malah mendekat dengan gaya mau mengejar tangan mau mematuk.
Begitu juga kalau kayu dimasukkan ke sangkar, dia malah mematuk2 kayu. Tidak lari menjauh dan masuk karamba. Ketika ditarungkan dalam kondisi fisik tidak top, dia cenderung turun dari tangkringan dan mengejar-ngejar juri sambil membisu dan cuma cer-cer-cer kayak kalau di rumah pas minta makan. Ketika burung itu dalam kondisi fisik bagus (sekitar sepekan tidak ketemu lawan, dengan perawatan maksimal) ternyata ketika dilombakan tancep terus. Begitu juri mendekat, dia tidak turun dari tangkringan, tetapi malah mengeluarkan semua jurus tembakan2nya.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Hebatnya, ketika mengeluarkan jurus2 andalannya itu dia selalu menghadap juri. Di mana juri berdiri untuk memantaunya, dia selalu menghadapinya… terus… sembari nembak2.
– MB kedua dan ketiga, persis sama perilakunya, dan saya melihat sendiri perilaku2 MB itu.
Tetapi sampai di situ, saya belum yakin apakah MB jinak memang punya sifat tarung seperti itu kalau sedang dalam top performance. Sampai pada akhirnya, saya mendengar cerita tentang MB keempat (namanya Alpacino-3, yakni anakan Alpacino jantan nomor ke-3, juga ring Lintang). MB ini sekarang usianya 13 bulan (ganti bulu trotol pada usia 2-3 bulan, dan rontok pertama pada usia 9 bulan).
Pada Rabu (18 Juni 2008) lalu, Alpacino-3 dibawa ke latihan di Manahan Solo. Penginnya saya mau ikut memantau, tetapi tidak sempat karena kebetulan sedang ketamuan kawan KM kita, Om Jhon Abet, yang sama2 tinggal di Solo.
Karena saya memang pengin segera tahu bagaimana performance Alpacino-3, maka saya ajak Om Jhon Abet dan dua kawannya dari Semarang untuk meluncur ke tempat Mas Samino.
Hal pertama yang saya tanyakan adalah, “Gimana Alpacino-3? Mau kerja?”
“Wah, ngedan…. nembak-nembak nantang juri,” jawab Mas Samino bersemangat.
“Tapi, isiannya keluar semua nggak?”
“Wah komplit…” jawabnya sambil geleng2 kepala mengagumi performa Alpacino-3. Untuk diketahui saja, salah satu orang Solo yang saya tahu “gila” dalam memaster MB ya Mas Samino ini. Tak kurang2 masteran di rumahnya: cililin, pelatuk, jiblek, lovebird, jalak suren, cucak jenggot, kapas tembak, kenari, branjangan……..yang semuanya gacor. Dan tak ketinggalan suara jangkrik dan sonic master… nonstop di malam hari. Wah pokoknya edan.
Kawan kita Om Jhon Abet, ketika saya cerita sebelum berangkat ke rumah tempat keponakan Mas Samino (tempat Mas Samino memaster MB dan menjauhkannya dari suara CR karena dia juga menangkar CR), hanya tersenyum dan mungkin (maaf su’udzon) menganggap saya hanya membual. Nah ketika kami sampai di sana, dia baru manggut2 percaya apa yang saya omongkan. Kebetulan lagi, ternyata Om Jhon Abet adalah kawan SMP keponakan Mas Samino…. nah sudahlah akhirnya keduanya asyik ngobrol tentang burung2 piaran Mas Samino.
Rasa penasaran saya pada penampilan Alpacino-3 belum selesai, maka saya tanya, “La bagaimana? Dapat nomer berapa kalau memang kerjanya bagus?”
“Alah… kayak nggak tahu juri Solo aja…..,” katanya sambil tersenyum kecut penuh arti. BTW, ini cerita lain tentang “sakit”-nya oknum (oknum loh) juri Solo yang sering memberi predikat juara atas “pesanan”… Kali lain ajalah ceritanya.
“Hehe…. ora penting juara apa enggak. Yang jelas saya puas lihat penampilan Alpacino,” lanjut Mas Samino yang saya amini….
Nah sampai di situ saya baru yakin kalau MB jinak memang punya sifat nantang2 juri di latihan/lomba kalau sedang dalam top performa.
Padahal saya tahu sendiri, Alpacino-3 baru saja utuh bulu setelah mabung pertamanya itu dan belum “difisik” (ini istilah Solo untuk “perawatan khusus” setelah burung mabung seperti full jemur yang dimulai setahap demi setahap sampai akhirnya MB kuat jemur dari pagi sampai jam 12 siang; sedikit diumbar; dan sebagainya). Dalam kondisi seperti itu saja sudah mau menunjukkan performa yang lumayan, apalagi kalau sudah “difisik”, tentunya lebih bagus.
Btw, ketika saya ngobrol dengan Mas Samino, si Alpacino-3 masih juga nembak-nembak meski baru saja dibawa ke lapangan. Dia bersahut2an dengan MB yang lain yang juga barus saja dilatih (nah, MB terakhir inilah yang saya ceritakan dipotong ekornya itu untuk menambah performa).
Mungkin karena demikian kesengsemnya (tertarik) dengan Alpacino-3, teman Om Jhon Abet dari Semarang iseng tanya ke Mas Samino, “Mas, kalau MB yang itu 3 juta boleh enggak itu?”
Yang ditanya cuma tersenyum, “Aha… ya belum boleh-lah. Terus terang ini mau saya buat pelapis.” Wah, saya cuma berpikir saat itu, masak MB “anakan begitu” saja harganya sudah tinggi. Tapi ya itulah, namanya saja penghobi kok ya….
Ceritanya, Mas Samino sudah punya MB yang lebih berumur dan juga jos gandhos tembakan maupun volumenya, tetapi dia rencanakan untuk ditangkar, sedangkan Alpacino-3 dan MB lainnya yang lebih muda mau buat mainan di lapangan. Sekadar tambahan cerita, Alpacino-3 punya karakter sama dengan bapaknya, suara ngerol dengan selingan2 rentetan tembakan, dan kalau sudah tancep, jarang nglepas kaki dari tangkringan.
Bagusnya lagi karena dia super jinak, nah ini inti ceritanya, dia selalu “nantang” ke arah juri saat nembak2 mengeluarkan jurus-jurus andalannya dan seakan tidak peduli ke MB lain di sekitarnya. Sepertinya dia sepaham dengan saya bahwa musuh utama kicauan di lapangan bukanlah burung lain, tetapi juri…….yang seringkali mudah “dipesan”…., hehehe…
Salam,
Duto.