Di luar aspek-aspek spiritual, pemilihan Desa Sala juga mengandung aspek strategis geografis. Tampaknya dari pihak VOC mempunyai visi yang cukup jelas tentang sebuah ibu kota negara yang baru yakni harus dekat dengan sungai besar sebagai sarana transportasi. Usulan pertama adalah untuk ibu kota baru adalah daerah Tingkir (Salatiga) yang dekat dengan Sungai Tuntang yang mengalir dari Salatiga ke Demak. Pilihan kedua adalah Bengawan Sala yang berhulu di Pegunungan Seribu (Wonogiri) mengalir dari selatan ke utara sampai ke Bojonegoro dan Surabaya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Dibandingkan Sungai Tuntang, Bengawan Sala lebih menjangkau wilayah yang lebih luar ke arah timur. Apalagi Bengawan Sala, ketika itu, sudah merupakan bandar yang relatif cukup besar yang telah menjadi persinggahan pedagang dari Gresik dan Surabaya sejak zaman Pajang. Selain itu, di sekitar Bengawan Sala sudah terdapat permukiman multi etnis seperti Arab, Tionghoa, Madura dan juga kantor-kantor perdagangan VOC.
Pembangunan Keraton Surakarta memakan waktu sekitar 3 tahun yang selesai pada akhir tahun 1745. Penanggung jawab utama pembangunanan adalah Van Hohondorff yang tentu saja menggunakan tenaga-tenaga arsitek dari Belanda. Sementara para pekerja terdiri atas Wadana, Kaliwon, Panewu, Mantri, Lurah, Bekel dan Jajar. Perpindahan resmi Raja dari Kartosura ke Surakarta terjadi pada 17 Pebruari 1746 yang dianggap sebagai berdirinya Kota Surakarta Hadiningrat.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Perpindahan Keraton dari Kartosura ke Surakarta ternyata tidak menyurutkan konflik politik di Kerajaan Mataram Islam itu. Beberapa pemberontak yang melawan Pakubuwono II masih berjalan seperti antara lain Raden Mas Said yang bermarkas di Sokawati (Sragen). Untuk meredam pemberontakan itu, raja mengumumkan bahwa siapa pun yang dapat mengusir mereka dari Sokawati akan diberi hadiah bertupa tanah sejumlah 3.000 cacah. Pangeran Mangkubumi bersemangat menerima tawaran itu. Pada tahun 1746 dia berhasil mengusir Raden Mas Said dari Sokawati dan menuntut hadiah yang ditawarkan oleh Raja. Akan tetapi, musuh lamanya di istana, Patih Pringgalaya (1742-55) membujuk raja untuk menahan hadiah itu.
Di tengah situasi yang genting, datanglah Gubernur Jenderal VOC dari Batavia Van Imhoff yang semakin memperkeruh suasana.
Kedatangan Van Imhoff sebenarnya adalah mengurus kepentingan VOC tentang hak atas pesisir Pulau Jawa sebagai bagian dari perjanjian dengan Pakubuwono II pada tahun 1743. VOC mempunyai hak atas daerah yang sempit di sepanjang wilayah pesisir dan semua sungai yang mengalir ke laut. Namun yang didinginkan oleh VOC lebih dari itu. VOC berkeinginan menguasai seluruh pelabuhan di wilaya pesisir.
Akhirnya Pakubuwono II terpaksa mengabulkan keinginan VOC dengan uang sewa sebesar 20.000 real per tahun. Padahal biasanya para pejabat sjahbandar akan setor ke Karajaan sebesar 94.176 real per tahun. Jadi jumlah yang disepakatai oleh VOC itu sangat sedikit dan merugikan Kerajaan.
Ketika Pakubuwono II memberitahukan hal ini kepada para penasehat dan pangeran, sebagian besar dari mereka tidak setuju termasuk Pangeran Mangkubumi. Mangkubumi beranggapan bahwa Raja terlalu lemah di bawah tekanan VOC. Ketidaksetujuan Mangkubumi itu menyebabkan ketidaksukaan Van Imhoff kepadanya. Maka, dalam kasus pemberian wilayah Sukowati kepada Mangkubumi, Van Imhoff sependapat dengan Patih Pringgalaya mendesak hal itu jangan diserahkan.
Dalam suatu paseban di istana, Van Imhoff mengkritik secara langsung Mangkubumi yang menganggapnya terlalu ambisius dan tidak tahu berterima kasih kepada raja. Kecaman Van Imhoff di muka umum itu sangat menyinggung Pangeran Mangkubumi yang memicu lahirnya pemberontakan besar di Keraton Surakarta pada Mei 1746.
Setelah peristiwa paseban itu, pada malam harinya Pangeran Mangkubumi beserta pengikutnya meninggalkan Surakarta menuju Sokawati bergabung dengan pasukan Raden Mas Said melancarkan pemberontakan. Alasannya, Raja ingkar janji dan Belanda dianggap murang tata atau kurang ajar.
Kolaborasi Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said dalam waktu yang singkat mendapatkan pengikut yang banyak. Pada tahun 1747, Mangkubumi memimpin pasukan yang diperkirakan 13.000 prajurit, termasuk di antaranya 2.500 prajurit kavaleri.
(Bersambung)
Sumber: Laporan penelitian Evolusi Ekonomi Kota Solo, PPEP FE UNS
Pernah saya kirim untuk wikimu
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.