Banyak orang menyangka usaha gurami membutuhkan waktu dan modal banyak. Asal tahu siasatnya, Anda tak perlu menunggu setahun untuk meraup untung. Apalagi pasar telah menanti pasokan anda.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Gurami termasuk jenis ikan yang dikonsumsi tanpa batas. Tak pandang muda atau dewasa, pejabat atau rakyat – semuanya doyan gurami. Rasanya lezat dan gurih – apalagi dibakar membuat ikan konsumsi harian yang mengasyikkan.
Tak sedikit restoran mewah menyuguhkan masakan gurami sebagai menu utama. Bahkan di warung, lesehan atau tempat pemancingan tak luput dari kehadiran gurami.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Tak heran, permintaanpun membludak dan produsen gurami tak sanggup memenuhi permintaan.
Sebut saja Asep Nurwahid, pelaku budidaya dari Depok, Jabar mengaku acapkali kesulitan memenuhi permintaan gurami. Walaupun dalam sepekan Asep sudah memasok sebanyak 550 kg dengan harga Rp. 17.500/kg berukuran 800 gram/ekor, toh tetap tak mampu menuruti kehendak konsumen.
Hal yang sama dibenarkan oleh Agus Sutariyono, pemasok gurami di Jakarta. “Paling tidak permintaan gurami untuk pasar Jakarta mencapai 1 ton perhari,” katanya.
Sesungguhnya banyak petani yang ingin beralih gurami. Tapi citra yang berkembang, gurami lambat pertumbuhannya menyebabkan calon petani mundur sebelum melangkah. Karena jika dipikir lambat pertumbuhannya ini menunjukkan gurami membutuhkan pakan banyak dan akan berdampak pada biaya operasional yang bisa menjadi besar.
Nah, benarkah demikian?
Bagaimana solusinya?
Dibandingkan dengan ikan Nila misalnya memang pertumbuhan gurami tamak lebih lama. Dengan lele pun, gurami masih jauh ketinggalan. Sebab lele bisa dipanen 6 bulan sedangkan gurami setidak-tidaknya satu tahun.
Tapi sesungguhnya untuk mengukur keuntungan bukanlah semata-mata pada bertumpu lamanya masa pemeliharaan.
Lalu?
Simak saja pasarnya.
Pasar gurami selama ini tidak pernah menolak berapapun ukuran gurami yang dipanen.
Mulai telur saja sudah bisa dijual Rp. 30. Lantas, gurami umur 15-20 hari laku Rp. 90/ekor. Dua minggu berikutnya sudah bisa dijual 250-300 per ekor.
Sekarang pertanyaannya: Bagaimana kalau usaha pembesaran gurami dilakukan dalam setahun?.
Dari pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa biaya produksi 20 unit kolam kolam selama setahun mencapai Rp. 76,8 juta lebih. Masa panennya bisa dua kali yaitu umur 6 bulan dan 12 bulan. Dengan harga perkilo Rp. 15 ribu di tingkat petani, maka total penjualan sebesar Rp. 118,6 juta lebih. Dengan demikian untungnya Rp. 41,7 juta lebih. Luar biasa!
DUA JENIS GURAMI
Ikan gurami yang sepintas gerakannya pelan, tapi bisa menjadi beringas jika ada yang mengusiknya. Gurami dapat bergerak dengan cepat atau meloncat apabila digoda atau akan ditangkap. Bahkan sekalipun sudah tertangkap, ikan ini selalu berontak untuk melepaskan diri.
Di Indonesia terdapat dua strain gurami yang berkembang yaitu gurami soang dan gurami jepang. Ikan gurami soang dapat mencapai panjang 65 cm dan berat 8 kg, sedangkan gurami jepang panjang 45 cm dan berat 3,5 kg. Kemudian sisik dan posturnya lebih kecil dengan warna hitam atau albino.
Tapi sebenarnya, baik gurami soang maupun gurami jepang, memiliki rasa yang sama lezatnya.
DAERAH PENGHASIL GURAMI DI INDONESIA
Daerah penghasil ikan gurami terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat dengan kontribusi 34,04%, lalu Jateng 18,67%, Jatim 14,98%, Sumbar 15,44%, dan NTB 2,7%.
Ikan gurami sangat potensial dikembangkan diseluruh propinsi. Baik dikembangkan di sawah, kolam, empang, waduk, danau maupun sungai.
Khususnya, potensi waduk dan danau untuk pengembangan gurami sebagai berikut, di Jabar meliputi Cirata, Jatiluhur dan Darma, Jateng diantaranya Kedungombo, Gajahmungkur, Mrican, Sempur dan Wadaslintang, Jatim di Selorejo, Bening dan Karangkates, sedangkan di Sumut bisa di Toba, bila anda di Lampung bisa di Way Jepara dan Way Rarem, Kalsel bisa di Riam Kanan, NTB di Batujai, Bali di Palasari, Sulsel di Tempe dan Sulteng di Poso.
PAKAN TAMBAHAN
Dalam memberikan pakan kepada gurami, ada beberapa hal yang perlu diingat.
Setelah benih ditebar, pengelolaan berikut memberi makan tambahan dalam jumlah dan kualitas yang cukup.
Tatkala benih berumur 4-5 hari, tak perlu diberi pakan tambahan sebab masih tersedia pakan alami yang tumbuh dari hasil pemupukan.
Sejak umur 6 hari, mulailah diberi pakan tambahan.
Agar pakan tambahan tidak terbuang, sebaiknya berbentuk pellet. Ukuran pellet disesuaikan dengan lebar mulut bibit yang ditebar. Jumlah yang diberikan setiap harinya berkisar 5-7% dari total berat badan.
Pada awal pertumbuhan diberi pakan sebanyak 7% perhari dan diberikan 2 kali sehari yakni ¾ bagian pada pagi dan ¼ bagian sisanya pad sore hari. Menjelang umur 1 tahun, jumlah pakan yang diberikan dikurangi sampai 5%.
Gurami termasuk herbivora, panjang ususnya hampir 7 kali panjang badannya. Karena itu disamping pakan buatan juga diberi pakan alami berupa daun-daunan sebanyak 10%. Misalnya saja daun ubi kayu, daun mentimun, daun pepaya, daun kangkung, daun kimpul, daun talas, dan daun labu.
Khusus untu daun talas dan kimpul harus diberikan dalam bentuk kering, karena getahnya dapat menimbulkan penyakit cacar.
Memang prospek bisnis gurami tetap cerah. Keuntungannya bisa bertambah, andaikata persoalan pakan segera diselesaikan. Ini berarti, terbuka peluang bagi perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya melakukan riset pakan ikan yang lebih efisien.
Penulis: H. Budi Santoso (Koran Tempo Online)
Sumber: www.omkicau.com