Berikut ini saya sajikan visi dan misi Museum Don Antonio Blanco, Ubud, Bali, sebagaimana ditulis Om Mario “The Amazing” Blanco di http://marioblancobali.com/blog/ dengan ilustrasi sejumlah foto yang saya ambilkan dari profil Mario Blanco di faceboo.com.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
JALAK BALI DI MUSEUM DON ANTONIO BLANCO
Oleh Mario Blanco
JALAK bali adalah burung yang langka. Mereka tumbuh dan berkembang di hutan Bali Barat. Makin lama jumlah mereka makin terbatas. Padahal banyak yang tahu bahwa jalak bali adalah maskot kebanggan Bali. Ada beberapa hal mengapa jalak bali kian menuju kepunahannya. Pertama, perhatian dan perawatan merkeka di habitatnya sangat kurang mendapat perhatian yang serius. Karena kurangnya perhatian ini, masuk akal kemudian banyak yang menangkapnya secara liar di hutan tersebut.
Faktor kedua yang menyebabkan berkurangnya jumlah jalak bali ialah pengelolaan hutan Bali Barat jauh dari memadai. Makin lama hutan Bali Barat kian menyusut. Banyak yang melakukan pamalakan liar. Bahkan baru-baru ini terbetik berita terbakarnya hutan Bali Barat. Padahal Hutan Bali Barat telah dimasukkan sebagai katagori Taman Nasional. Ini yang aneh; telah ditetapkan hutan Bali Barat sebagai Hutan Nasional namun pengelolaannya jauh dari bingkai nasional.
Rusaknya habitat jalak bali yakni hutan Bali Barat dan kurangnya perhatian untuk mengembang-biakkan jalak bali semakin melengkapi kisah sedih tentang burung jalak bali. Di berbagai media massa beberapa kali diungkapkan tkeperihatinan tentang nasib jalak bali, terutama datangnya dari kalangan LSM maupun pecinta lingkungan. Namun himbauan mereka kurang bersambut dari pihak berwenang. Beberapa kenyataan inilah yang menyebabkan keadaan dan nasib jalak bali semakin terpuruk ke arah jurang kepunahan.
Keadaan ini mengusik kami untuk turut memperhatikan nasib jalak bali. Rasa keterpanggilan ini bermula dari berbagai informasi yang memperihatinkan yang kami dapat dari berbagai media massa. Dikatakan misalnya betapa jalak bali yang kini ada di hutan bali barat tak lebih dari hitungan kedua jari belah tangan kita. Dorongan yang lain ialah rasa keterpanggilan sebagai orang bali yang bangga akan kekayaan satwa yang dimiliki Bali, yakni jalak bali itu. Selain itu, sosok jalak bali sendiri sungguh-sungguh indah dan memukau.
Pertimbangan yang kami ungkapkan tadi sudah cukup untuk secara langsung terlibat mengatasi nasib jalak bali. Bagaimanapun, nasib jalak bali tak boleh punah mengingat jalak bali adalah burung yang selain sosoknya yang rupawan, juga masih belum terlambat untuk melakukan penyelamatan dengan cara-cara yang masih memungkinkan. Jalak bali adalah tanggung jawab kita bersama; pemerintah, masyarakat dan penggiat lingkungan harus bahu membahu menyelamatkan jalak bali. Dan kami sebagai bagian dari isntutusi budaya yang memiliki rasa peduli kepada jalak bali, maka kami pun mencoba melakukan penyelamatan terhadap burung yang menjadi maskot Bali ini.
Penangkaran Jalak Bali
Salah satu upaya untuk pengembangbiakan jalak bali ialah dengan cara penangkaran. Kami melakukan langkah ini untuk meningkatkan jumlah keberadaan jalak bali. Kami berhasil melakukan upaya penangkaran ini berkat ketelatenan, kerja keras yang terus menerus mencermati sifat-sifat jalak bali, mempelajari pola hidup dan kecenderungan-kecenderungan biologisnya dan keterkaitannya dengan lingkungan di mana mereka tumbuh dan berkembang biak. Pertama kali hal ini kami lakukan di Bandung pada 16 Oktober 2006.
Tahun-tahun selanjutnya penangkaran yang kami lakukan semakin memperlihatkan hasil yang lebih baik. Meski pengembangbiakan terhadap jalak bali tidak dapat dilakukan dengan percepatan yang tinggi dalam jumlah, namun dari pola studi yang kami lakukan dalam mengembangbiakan jalak bali setidaknya memperlihatkan bahwa jalak bali dapat dengan baik dibiakkan dan ini cukup menghindarkan mereka dari kepunahan. Keyakinan bahwa mereka dapat dibiakkan dengan baik itu membesarkan harapan kami bahwa jalak bali bisa diselamatkan dan ditingkatkan jumlah mereka.
Kesulitan yang muncul untuk melakukan penangkaran ini justru datang dari birokrasi pemerintahan. Ijin untuk pengembangbiakan jalak bali melalui kegiatan penangkaran ini sulitnya bukan main. Untuk memperoleh ijin penangkaran jalak bali, kami menghambiskan waktu hampir empat tahun! Birokrasi yang ruwet ini jelas akan menghambat penyelamatan burung langka ini. Di samping itu, kewenangan dan faliditas antarisntansi pemerintah juga masih kacau. Namun sejauh itu”sesulit apapun kendala birokrasinya”tetap kami ikuti prosedur yang berlaku.
Karena itu kami merasa perlu memaparkan kesulitan birokrasi yang kami alami itu di sini untuk kita bahas bersama. Pemerintah”melalui kewenangan birokrasinya”sebaiknya turut terlibat secara langsung dengan memberi kejelasan dan kemudahannya dalam menata prosedur perijinan dan mempertimbangkan bantuannya dalam memberi kemudahan mengurus perijinan penangkaran jalak bali. Harus dilihat bahwa penangkaran ijin jalak bali ialah upaya untuk memperbanyak jumlah jalak bali, dan bila memungkinkan nanti, mereka kembali bisa dilepaskan ke habitat asalnya.
Bagaimanapun, tiap orang/instansi sebaiknya memainkan kewajiban dan kapabilitasnya  dalam penyelamatan jalak bali karena ini semua demi kepentingan bersama; yakni tidak punahnya jalak bali yang menjadi aset dan maskot Bali. Karena itu, dalam hubungan ini, pemerintah daerah maupun pusat harus memiliki kepedulian yang tinggi kepada pihak atau instansi yang memperlihatkan kesungguhannya dalam upaya penyelamatan jalak bali.
Museum Blanco dan Jalak Bali
Bukan suatu kebetulan bahwa kami sanggup mensinergikan antara jalak bali dengan Museum Blanco yang kami kelola. Telah lama kami memiliki mainset yang memposisikan museum dalam citra rasa Bali; yakni mengacu kepada Bali”selain disebut sebagai Pulau Seribu Pura”juga sebagai Pulau Taman. Dalam konteks itu, Museum Blanco sejak awalnya telah memiliki rencana bahwa Museum Blanco bukan sekadar museum seni, melainkan dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukungnya, yakni taman, cafe, galeri, perpustakaan, dan work shop seni.
Salah satu aspek yang cukup signifikan dan telah terwujud di museum kami ialah sinergi museum seni dan lingkungan. Museum Blanco mengutamakan keharmonisan lingkungan. Karena itu pepohonan dan alam sekitarnya yang telah sejak awal ada kami biarkan untuk tumbuh dan harminis bersama. Keasrian lingkungan itu kami hidupkan dengan meberadaan sejumlah satwa, dan yang kami utamakan ialah burung. Dalam catatan kami, burung-burung yang ada bersama kami adalah burung jalak bali (leucopsar rothschildi), jalak putih (stumus melanopterus), nuri kepala hitam (lorius lori), kakatua seram (cacatua moluccensis), kakatua medium (cacatua eleanora), bayan halmahera (electus r. vosmeeri), kakatua raja (probosciger atterimus), nuri lombok (trichoglosus haematodus), kasturi raja (pisittrichas fulgidas), bayan aru (eclectus r. aruensis) dan nuri dusky (pseudeus fuscata).
Hampir 100 burung dengan jenis yang kami sebutkan di atas (termasuk hasil yang ditangkar) ada di museum kami. Hal ini memungkinkan dikembangkan di sini karena faktor alam sekitar museum yang rimbun, teduh dan tidak berisik oleh berbagai kendaraan. Dalam konteks yang berkaitan, alam lingkungan di sekitar museum juga kami mainset sebagai taman luas untuk menawarkan kenyamana dan keramahan antara manusia, satwa dan lingkungan. Dalam hubungan ekologis itulah memudahkan kami mensinergikan apa yang menjadi filosofi Bali; kebersatuan manusia-satwa dan lingkungan dalam harmonisasi kehidupan.
Di areal Museum Blanco, jalak bali mendapatkan lingkungan yang baik. Dan hal ini memang sengaja kami kondisikan sebagus mungkin untuk lebih memudahkan penangkaran dan perawatan jalak bali dan burung yang lain. Keberadaan burung dengan berbagai jenis itu justru melengkapi taman museum sebagai bagian yang sejak awal kami rencanakan. Keberadaan jalak bali dan burung-burung yang lain itu justru menambah kredit point bagi keberadaan Museum Blanco; yakni menghidupkan suasana di sekitar museum; memberi arti harmoni kepada alam sekitarnya yang rindan dan rimbun oleh pepohonan besar dan tinggi.
Dalam kunjungan para wisatawan, baik domestik maupun luar negeri, kebearadaan burung-burung itu menarik perhaian mereka, selain tujuan pokok mereka melihat lukisan karya maestro Don Antonio Blanco. Idak terkecuali, semua wisatawan menyukai burung, menimal mengundang hasrat mereka untuk memperhatikan burung-burung yang ada di areal museum. Terutama yang perlu diberi penekanan di sini, ialah wisatawan mancanegara; tertuama yang datang dari Eropa, mereka bisa berlama-lama bermain-main dengan burung-burung di sekitar museum. Bahkan tidak sedikit di antara mereka mencoba menguak rimbun pohon untuk mencari-cari burung-burung yang bersembunyi di tengahnya.
Dalam hubungan ini, jelaslah keberadaan burung-burung langka yang dimiliki Bali sungguh-sungguh menjadi daya tarik utama bagi banyak orang di dunia. Ini yang kurang dikembangkan sebagai salah satu aspek penarik wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia. Kami telah memiliki bukti tentang keterpesonaan wisatawan mancanegara terhadap burung-burung yang ada di ranah Nusantara. Silakan datang ke Museum Blanco dan cermati bagaimana para wisatawan begitu akrab bercanda dengan burung-burung langka yang adi di areal Museum Blanco.
Pariwisata Bali dan Potensi yang Lain
Benar bahwa Bali telah dikenal di dunia. Tapi tanpa upaya untuk terus mengembangkan pariwisata Bali, niscaya kita akan ketinggalan dengan negara-negara lain yang mengandalkan seni, budaya dan alamnya sebagai jualan pariwisata. Karena itu, sejumlah kemungkinan temuan destinasi seperti alam, budaya dan seni harus terus-menerus dikembangkan dan digali yang baru untuk melengkapi potensi yang sudah ada. Ini penting karena selain melestarikan budaya dan alam yang sudah ada, juga memberi kesempatan bagi apa yang disebut sebagai pariwisata kreatif.
Salah satu unggulan yang potensial dikembangkan ialah satwa jalak bali. Belum kami lihat yang secara sadar dan profesional mengembangkan pencitraan jalak bali sebagai bagian dari potensi pariwisata Bali. Padahal jika jalak bali dihembuskan sebagai isu kuat tentang beapa indah dan langkanya jalak bali bagi mereka, besar peluangnya untuk menarik minat para wisatawan mancanegara untuk daang ke Bali. Kia selama ini terlalu terlena dengan Bali yang dianggap sudah punya nama di dunia internasional. Tapi jika idak diisi dengan berbagai hal-hal yang menarik, mereka bisa urung daang ke Bali.
Kami telah memulai secara sederhana untuk mempromosikan jalak bali dan satwa burung yang lain sebagai andalan wisaa selain museum kami, dan ini sebaiknya juga harus dieruskan pihak lain, eerutama pemerinah daerah. Kami akan selalu menyediakan waktu untuk membicarakan kemungkinan ini karena”sebagaimana kami katakan adi”Bali dan segala potensinya adalah tanggung jawab kita bersama; dan secara bersama-sama pula mengembangkan poensi yang lain sebagai andalan utama pariwisaa Bali di dunia.
Dalam hubungan itulah, posisi jalak bali sebagai burung yang indah, langka dan hanya dimiliki oleh Bali merupakan salah satu yang paling berpeluang untuk menjadi andalan aspek eko-pariwisata Bali; dan akan lebih berdaya jangkau luas jika Bali Barat”yang merupakan habitat terakhir jalak bali ”dikelola sebagai “sarang besar” jalak bali dan menjadi destinasi  paling poensial yang bisa “dijual” ke pariwisaa dunia. Persoalannya adalah; siapa yang mau memulai, atau, dari mana kita harus memulai? (Mario Blanco)