Oleh Ige.Kristianto dan Budi Prawoto 

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Pengantar:

Informasi yang dirangkum dalam artikel ini merupakan hasil penelitian “Assessing the sustainability of harvesting of Orange-headed thrush chick on Bali” yang dilakukan penulis selama delapan bulan di Bali. Penelitian ini didanai oleh  RSGF (www.ruffordsmallgrants.org).

Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...

Dua dari tiga orang yang biasa membeli anakan anis merah langsung dari para petani di Bali mengaku bahwa jumlah anakan anis merah yang dipanen setiap tahun terus menurun!

Kemungkinan, salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat regenerasi indukan. Hanya sekitar tujuh sarang (6,67%) yang tidak terpanen dari setiap 100 sarang anakan anis merah yang dipanen. Sarang-sarang yang tidak terpanen inilah yang berpotensi menjadi indukan baru tahun berikutnya. Artinya, jika setiap tahun seharusnya ada 150 pasang indukan baru yang beranak-pinak, saat ini hanya ada 11 pasang indukan baru. Jika ini yang terjadi, wajar jika setiap tahun jumlah panen terus menurun dan harga bakalan anis merah terus naik.

Setiap tahun angka regenerasi indukan inipun masih dapat terus menurun, terutama akibat terus meningkatnya permintaan bakalan anis merah seiring dengan semakin maraknya lomba anis merah, terlebih dengan hadiah-hadian yang menggiurkan. Jika ini terjadi, maka tidak salah jika kita menunjukkan jari kepada para penyelenggara lomba sebagai penyebab kepunahan anis merah dari Bali!

Sebaliknya, para penghobi lomba burung juga tidak dapat serta-merta menyalahkan para penyelenggara lomba jika tiba-tiba muncul larangan lomba untuk anis merah, seperti yang pernah terjadi pada Decu, Anis kembang dan Branjangan.

Satu-satunya cara agar lomba anis merah dapat terus marak dan jumlah bakalan yang dapat kita beli juga terus meningkat adalah dengan pengembangan praktek penangkaran. Sayangnya, penangkaran juga dapat menyebabkan turunnya pendapatan para petani di Bali yang saat ini menggantungkan pendapatannya dari panen anis merah. Solusi bagi kontradiksi ini adalah pengembangan praktek penangkaran anis merah di alam.

Beberapa petani kopi di Bali saat ini telah mempraktekkan kegiatan penangkaran anis merah di alam. Hal ini dapat dilihat dari adanya kegiatan penyediaan materi sarang, penyediaan makanan, dan penjagaan sarang anis merah dari serangan pemangsa. Selain itu, kegiatan penangkaran di alam ini juga mendapatkan dukungan dari organisasi masyarakat adat yang cukup dipatuhi oleh masyarakat di Bali. Dukungan tersebut berupa penerapan denda yang cukup besar bagi para pencuri anakan anis merah.

Di Subak Abian Gunung Amerte misalnya, jika ada pencuri yang tertangkap basah mengambil satu sarang anis merah, maka ia akan dikenakan denda sebesar Rp.10.000,00 dikalikan total jumlah kepala keluarga anggota Subak Abian Gunung Amerte, yaitu sebanyak 166 KK, sehingga total dendanya adalah Rp 1.660.000,00.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Selain itu, si pencuri juga harus mengembalikan anakan anis merah yang ia curi dan meminta maaf dalam pertemuan yang dihadiri oleh seluruh anggota subak abian.

Kebiasaan anis merah di Bali

Praktek pemanenan anis merah yang mulai marak sejak sekitar sepuluh tahun yang lalu, telah mendorong masyarakat untuk terus mempelajari perilaku dan kebiasaan burung yang bersarang di kebun-kebun yang mereka kelola.

Beberapa petani tahu persis lokasi-lokasi yang disukai oleh anis merah untuk bersarang, makanan utamanya, dan hama-hama pemangsa anakan anis merah. Pengetahun inilah yang kemudian dikelola untuk mengembangkan praktek penangkaran di alam. Para petani akan mencangkul daerah disekitar sarang, dan menaburinya dengan kotoran kambing atau sapi untuk mengundang cacing sehingga induk anis merah dapat terus menghasilkan sarang antara dua sampai empat sarang selama musim penghujan.

Bahkan saat ini beberapa petani sudah menghentikan penggunaan pupuk buatan dan menggantinya dengan kotoran ayam, kambing, dan sapi untuk memupuk kebun kopi mereka. Pupuk kandang ini akan menjamin ketersediaan cacing yang lebih banyak, sehingga anis merah lebih betah tinggal di kebun kopi yang mereka kelola. Konsekuensinya, para petani harus bekerja lebih keras karena diperlukan tenaga lebih banyak untuk memupuk dengan pupuk kandang ketimbang dengan pupuk buatan.

Para petani juga akan memangkas perindang tanaman kopi menjelang musim penghujan sehingga pada saat hujan turun, tunas-tunas baru perindang tersebut dapat menjadi pelindung yang sesuai untuk sarang anis merah dari serangan predator.

Jika di areal kebun tidak terdapat bahan-bahan yang sering digunakan untuk bersarang oleh anis merah, maka mereka akan membuat sarang buatan bagi anis merah.

Dukungan penghobi

Meski demikian, para petani di Bali masih membutuhkan dukungan dan peran serta kita, terutama para penghobi pemelihara anis merah dan para penyelenggara lomba.  Kita tidak dapat memaksa mereka untuk menyisakan sebagaian sarang agar tidak dipanen karena itu berarti akan mengurangi pendapatan mereka.

Mestinya, kita juga harus membeli sarang-sarang yang tidak dipanen itu sehingga jumlah indukan anis merah tidak akan menurun setiap tahun. Di titik inilah diperlukan kerjasama yang baik antara kita sebagai penghobi pemelihara anis merah dan para penyelenggara lomba. Kita harus bekerjasama dengan baik untuk mendukung para petani penghasil anakan anis merah yang telah bekerja keras menghasilkan bakalan-bakalan yang saat ini kita pelihara dan kita lombakan !

Para penyelenggara lomba dapat mulai membatasi burung-burung yang dapat dilombakan hanyalah burung-burung yang diperoleh dari para petani yang bersedia menyisakan sebagian sarang di kebon mereka untuk menciptakan indukan baru.

Para pemelihara juga dapat mulai dengan hanya memelihara anis merah dari para petani yang tidak memanen semua sarang anis merah yang ada di kebun mereka. Tugas monitoring dan kontrol dapat kita percayakan pada salah satu lembaga yang dapat dipercaya oleh semua pelomba dan pemelihara burung;  semacam MUI yang kita percaya untuk memberi label halal pada setiap produk makanan yang kita konsumsi.

Jika langkah-langkah ini tidak segera kita ambil, maka beberapa tahun kedepan nasib anis merah akan sama dengan Decu, anis kembang, dan branjangan. Kita mesti ingat bahwa jika ini terjadi, bukan hanya kita yang merugi namun juga masyarakat para penangkar anis merah di alam pulau Dewata!

Penulis :

= Ige.Kristianto (Yayasan Kutilang Indonesia – www.kutilang.or.id)

= Budi Prawoto (GBB –www.galeriburungberkicau.blogspot.com)

LIHAT FOTO-FOTO PENANGKARAN HUTAN ANIS MERAH DI BALI, SILAKAN KLIK DI SINI..

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895