Lanjutan Artikel “Dari Owen Award sampai gelaran penuh glamor“
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Bali menjadi salah satu kawasan yang berhasil mengusung lomba tanpa teriak dengan tertib, di tengah gempuran lomba full teriak di tanah air. Pro kontra tanpa teriak menyeruak dari kicaumania. Alasan mereka pun bermacam-macam. “Lomba burung kok enggak boleh teriak, justru itu seninya,” gerutu mereka.
Kendati demikian Bali tetap mengusung konsep ini dan menjadi daerah yang berhasil memposisikan diri sebagai pioner penyelenggara lomba tanpa teriak yang paling tertib. Banyak pujian dari kicaumana sejati yang bisa merasakan kembali lomba tempoe doeloe.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Keramahtamahan penduduknya pun menjadi inspirasi bagi kicau mania untuk mengejawantahkan di dalam lomba burung. Wujudnya, melahirkan lomba tertib tanpa teriak yang kali pertama diselenggarakan di hutan kota Sanggulan Tabanan. Lomba tanpa teriak ini bukan saja pertama digelar di Tabanan tetapi juiga pertama di Indonesia. Sesuatu hal yang pe: tama dan baru.
Rudiyanto, Ketua PBi Tabanan mencetuskan ide lomba T3 alias Tertib Tanpa Teriak ini sempat mendapat tantangan karena sulit diterapkan di arena kontes kicauan yang begitu kental dengan riuh peserta.
Kenyataan membuktikan di lapangan, lomba berjalan mulus. Beberapa tokoh di perburungan nasional pun kemudian memberikan apresiasi seperti Achun Owen, Yusuf Asegaf, Kiki Hoki, Mr. Bagya serta tokoh-tokoh besar di jajaran PBI Pusat.
Dari Tabanan kemudian lomba tanpa teriak diadopsi ke beberapa daerah di Jawa tak terkecuali juga di Bali seperti lomba Ajeg Bali yang dilaksanakan 23 Januari 2005, Jalak Bali Cup I 2007, JBC II termasuk juga Bupati Gianyar Cup yang digelar di Lapangan Astina Raya Gianyar.
“Sebagai orang yang mengikuti adat ketimuran, sesungguhnya cara-cara kesantunan juga bisa diwujudkan di dalam arena kontes, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memberikan kenyamanan kepada seluruh peserta,” terang Rudiyanto.
Bukan mengungkung
Menggelar lomba tanpa teriak, kata Rudiyanto, bukan mengungkung semangat kicau mania untuk berlomba, tetapi bagaimana mengeiola lomba’itu sehingga memberikan kenyamanan bagi setiap orang yang terlibat, baik peserta, juri, panitia maupun yang lainnya. Karena itu, membutuhkan beberapa persiapan, baik lapangan, sosialisasi aturan, juga SDM yang bertugas.
“Mengendalikan orang liar menjadi tunduk pada aturan membutuhkan SDM yang benar-benar bekerja dengan hati,” terang Rudiyanto. :
Menggelar lomba tanpa teriak bisa mulus sampai akhir membutuhkan konsistensi panitia dari awal sarnpai akhir. Karena ilu, sebelum gelaran diperlukan gladi bersih pada harrSabtu, bagaimana mengendalikan massa tanpa melalui kekerasan tetapi menyentuh hati demi kepentingan bersama. Menggunakan tenaga wanita terlatih juga menjadi alternatif.
Penataan lapangan juga diatur sedemikian rupa, seolah-olah mengundang peserta untuk melihat lomba seni suara burung, misalnya ada vas bunga hidup serta tidak sekedar asal-asalan.
Jarak ideal antara gantagan dan penonton untuk lomba tanpa teriak sekitar 3-4 meter. Karena tidak saja juri yang membutuhkan konsentrasi mendengar suara burung tetapi penonton juga diberi kesempatan untuk menikmati suara burung. Dengan demikian terjadi penilaian secara bersama antara juri dan penonton.
Kemasan unik
Ada kemasan unik yang ditelurkan dari pulau yang masyarakatnya dikenal memiliki cita rasa tinggi tentang seni. Lomba di Tabanan misalnya panitia memberikan surprise pendokumentasian bagi juara pertama. Mereka berkesempatan duduk di kursi pengantin di latar belakangi kru juri yang bertugas. Kemudian hasil fotonya dikirim ke alamat pemilik. Upaya ini juga dapat menambah nilai dari lomba tanpa teriak tersebut. Karena itu, di Tabanan lomba burung lebih disebut sebagai lomba seni suara burung berkicau karena lebih mengedepankan seni dari suara burung tersebut.
Kini, selain tetap menerapkan lomba tanpa teriak di ajang lomba berskala regional atau kecil yang dilaksanakan di lingkungan desa adat, panitia juga menggunakan tenaga pecalang.
Petugas ini difungsikan sebagai penjaga lapangan agar peserta tidak memasuki area kontes selama lomba berlangsung. Seperti gelaran yang dilaksanakan di Lapangan Desa Adat Panjer Denpasar. (Agrobur- Bersambung ke “Antara Timur dan Barat“)
Salam tanpa teriak, salam dari Om Kicau.
Mantabkan jawara Anda dengan BirdPower… |
Kombinasi ATP dan multivitamin lengkap di dalam BirdPower bisa menambah gacor dan ngotot burung lomba atau latberan? Mau order? Klik di sini. |
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
Komentar Terbaru