Didik RRBF
Om Tony BBK

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Mas Samino

Om Dwi Lovebird

Untuk kesekian kalinya berita sedih itu datang lagi. Cerita kematian indukan-indukan burung di penangkaran terus saja datang bersamaan dengan kisah sukses yang selalu saya munculkan di blog ini. Tetapi, kisah sedih itu selalu saya tutup-tutupi. Bukan Om Kicau mencoba menutupi sebuah cerita dengan kebohongan. Tidak sama sekali. Kisah sukses memang ada dan semua perlu diwartakan. Hanya saja kisah sedih yang mengiringinya sengaja tidak saya nampakkan agar terus tumbuh optimisme di dunia penangkaran burung, untuk memacu dan memunculkan motivasi.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Namun demikian, kisah kelam tidak perlu lagi ditutup-tutupi karena, moga-moga, ini bisa menjadi sebuah perhatian dan kewaspadaan para penangkar dan calon penangkar burung.

Ya, kita bisa saja mengatakan para penangkar burung banyak yang gila-gilaan menetapkan harga anakan dari penangkaran burung. Namun hal itu akan sangat bisa dimaklumi kalau kita mau melihat lebih jauh, bagaimana sebenarnya mereka mengeluarkan banyak tenaga, uang dan waktu untuk bisa menghasilkan anakan-anakan burung berkualitas.

Cerita ini saya awali dengan mengutip SMS dari Om Didik RRBF di Gresik siang tadi. SMS itu antara lain begini, “Berita duka lagi: NS meninggal Om, 1 bulan sakit… hilang suara dan penyakit dalam. Hari ini jam 13.00 ane kubur. Untuk sementara RRBF tidak mengeluarkan product sampai…” Yah begitulah penggalan SMS tersebut. Mendapat kabar itu, saya sempat terdiam lama sebelum mengulang lagi untuk membacanya. Yah, NS atau Night Shadow adalah salah satu pejantan unggulan di penangkaran RRBF. Saya kemudian membalas SMS tersebut hanya dengan kata singkat, “Yah, bagaimana lagi… Kalau sakit kok tidak bilang-bilang. Saya kan bisa kirim obat, siapa tahu bisa menolong…”

Dan kemudian saya pun telepun langsung… “Lah saya kira sakitnya tidak serius, makanya saya mengobatinya juga kurang intens,” kata Om Didik setelah “saya salahkan” karena tidak kabar-kabar kalau burungnya sakit. Percakapan selanjutnya hanya berupa basa-basi penyesalan dan kami tutup percakapan dengan sebuah permakluman mengenai perlunya kewaspadaan yang lebih tinggi dalam perawtaan burung-burung di penangkaran.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Sebenarnya, kisah sedih lain dari dari RRBF masih banyak. Misalnya adalah ketika indukan-indukan jawara mati satu persatu dalam rentang waktu yang berbeda-beda dimulai dari Bledek Sayuta, Hanoman, Semar Mendem, Mr LT dan beberapa betina ataupun anakan-anakan dikarenakan penyebab yang berbeda-beda. Kalau dihitung dengan uang, belum lagi soal waktu dan tenaga, uang yang sudah dikeluarkan untuk mendapatkan indukan-indukan itu sudah puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Artinya, kalau uang yang didapat dari hasil menjual anakan-anakan murai batu ditotal semuanya, tentu belum bisa menutup modal yang sudah dikeluarkan oleh Om Didik dari sisi uang, tenaga apalagi waktu.

Dari BBK, DT BF sampai Lintang Songo

Kisah sedih dari dunia penangkaran tidak berhenti sampai di situ. Mereka yang terlihat sukses dalam menangkar, mempunyai kisah menyedihkan sendiri-sendiri. Om Tony Alamsyah, majikan Black Bird Keeping (BBK) Cilacap yang menelepun saya setelah saya kabari berita duka dari Gresik, membenarkan bahwa kisah sedih di dunia penangkaran perlu juga diungkap agar para calon penangkar bisa reralistis dan tidak selalu terbuai oleh iming-iming hasil.

Sebab, BBK sendiri bukanlah sebuah cerita sukses yang berdiri sendiri. Di balik kesuksesannya, banyak cerita dukanya. Mulai dari indukan yang mati karena sakit, dimakan tikus, lepas dan sebagainya… semua merupakan proses pembelajaran yang memakan biaya, tenaga dan uang puluhan juta rupiah.

Di balik cerita sukses penangkaran lovebird DT BF punya Om Dwi Lovebird Jogja misalnya, juga bertabur banyak sekali kisah sedih yang menyesakkan. Mulai dari kematian indukan-indukan jawara berharga puluhan juta sampai dengan anakan-anakan jawara yang mati satu-persatu, semuanya melengkapi sebuah cerita dunia penangkaran.

Dengan demikian, kesuksesan beberapa lovebird DT BF menempatkan diri menjadi jawara dunia per-lovebird-an pada usia yang rata-rata masih muda, sebenarnya berada di atas kuncup makam saudara-saudaranya yang menemui ajal ketika belum sempat berkembang karena penyebab yang berbeda-beda. Artinya, untuk membangun “emperium lovebird trah DT BF”, Om Dwi sudah mengeluarkan banyak sekali uang, waktu dan tenaga.

“Kalau saya hitung modal dari sisi uang saja, saya sendiri tidak percaya bahwa saya sudah mengeluarkan uang sedemikian banyak,” kata Om Dwi suatu ketika. Percaya tidak percaya, Om Dwi sudah mengeluarkan uang hampir di kisaran Rp. 350 juta. Ya, sekitar sepertiga miliar rupiah!!!

Tidak beda jauh dengan perjalanan RRBF, Black Bird Keeping atau DT BF, kisah sukses penangkaran Lintang Songo punya Mas Samino di Solo juga berdiri di atas cerita kelam yang tidak semua orang tahu atau memahaminya. Untuk menjalankan usaha penangkaran Lintang Songo, Mas Samino juga sudah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah. Bahkan hanya untuk membangun Gasebo dan kandang pembesaran serta pemasteran saja, dia sudah menguras kocek sampai Rp. 250 juta. Belum lagi kalau bicara soal pembelian indukan cucakrowo dan murai batu yang rata-rata adalah jawara di lapangan serta pembelian indukan jalak bali, maka hitungannya sudah masuk sampai kisaran setengah miliaran rupiah.

Ya, fakta-fakta seperti itu hendaknya perlu kita ketahui bersama, bahwa kisah sukses penangkaran hanyalah satu sisi cerita dunia penangkaran. Di balik kisah sukses, ada banyak kisah kelam.

Oleh karena itu, orang-orang seperi Om Didik, Mas Samino, Om Tony atau Om Dwi adalah orang-orang yang pertama kali tertawa sekeras-kerasnya ketika orang berbicara tentang penangkaran sebagai sebuah profit center. “Orang yang semata-mata ingin bisnis tetapi memilih usaha penangkaran burung, hendaknya siap-siap untuk segera menyesali pilihannya. Tanpa dasar hobi pada burung yang kuat, orang akan segera patah arang begitu menghadapi banyak problem di dunia penangkaran,” kata Om Dwi suatu ketika.

Dengan dasar hobi yang kuat dan bukan semata-mata berhitung secara bisnis (yang belum ketahuan kapan juntrung untungnya), saya yakin Om Didik akan segera bangkit dari kesedihan untuk melanjutkan perjalanan RRBF yang sudah lama dia geluti dan tekuni di sela-sela kesibukannya sebagai seorang staf di sebuah perusahaan multinasional di Gresik Jawa Timur sana.

Salam sukses, salam bangkit dari kesedihan. Salam dari Om Kicau.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895