Membersihkan kroto (Foto: Master)

Kawan saya Om Jack Zindicat Jogja, kalau sedang main ke Solo tidak pernah tidak mampir ke Pasar Burung Depok. Bukan untuk memborong burung pasti, tetapi memborong kroto untuk pakan burung. “Kroto Solo dari pelanggan saya ini bagus loh Om, seminggu disimpan di tempat terbuka nggak busuk,” kata dia suatu ketika.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Yah saya akui memang, kroto yang dijual di pasar burung Depok rata-rata berkualitas bagus. Apalagi kalau Anda sudah berlangganan pada satu penjual di sana, maka layanan pasti akan memuaskan.

Bicara soal pakan burung ini, ada liputan dari tabloid burung Master tentang para pencari kroto. Untuk diketahui, tabloid Master adalah tabloid burung baru yang beradar di wilayah Solo dan sekitarnya.

Nah di tabloid itu disebutkan, salah satu desa yang banyak penduduknya berprofesi sebagai pemburu kroto di hutan-hutan adalah Desa Weru Widodaren di wilayah Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Karenanya, desa ini di waktu siang hari selalu tampak lengang. Para lelaki berburu kroto. Untuk siapa? Ya untuk Anda-lah para penghobi burung, hue hue hue.

Wagimin, salah seorang lelaki pemburu kroto berusia 60 tahun, bertutur tentang ribetnya mencari sesuap nasi dengan berburu kroto. Pasalnya, sarang telur semut penghasil telur yang biasa disebut kroto ini keberadaannya tidak menentu.

Terkadang ada di kampung sekitar, terkadang harus diburu sampai beberapa kilometer keluar masuk hutan dan tegalan. Sekali sarang kroto dipetik, baru akan ada telurnya setelah beberapa pekan lagi. Saat ini mencari kroto diakuinya semakin sulit. Sebab, selain lahan berkurang, para pencari kroto juga semakin banyak sehingga persaingan cukup tinggi.

Ditanya hasil perolehan dari berburu kroto, dia mengatakan mengantungi uang rata-rata per hari Rp 40 ribu. Itu diperoleh dari penjualan kroto ke pengepul antara 1 sampai 4 kilogram per hari.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Berprofesi sebagai pencari kroto banyak suka dukanya. Suatu hari di kawasan Sidolaju Kabupaten Ngawi Jawa Timur, dirinya pernah jatuh dari pohon berketinggian 10 meter dan langsung masuk ke lubang kakus. Celakanya, tidak ada orang yang tahu sampai akhirnya dia harus merangkak keluar sendiri.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Di lain hari, karena terlalu fokus untuk melihat ke arah atas mencari sarang semut, dia terjerembab jatuh ke dalam sumur yang lama sudah tidak terpakai. Untungnya dia terselamatkan oleh bambu panjang yang biasa untuk meraih sarang kroto, yang kebetulan masih dia pegangi ketika terperosok.

Kisah “kalang kabut” betapa sulitnya menjalani profesi sebagai pencari kroto juga dialami banyak pencari kroto lainnya. Ada yang terperosok ke jurang, ada yang mengaku mendapat gangguan dari para demit penunggu hutan dan sebagainya. Apapun kisahnya, mereka merupakan bagian mata rantai dunia kicaumania.

Dari tangan merekalah tersaji kroto-kroto Solo yang kemudian menyebar dan dikirim ke berbagai kota besar. Sebut saja Pasar Pramuka Jakarta. Dari seorang pengepul saja, Rowi pria lajang asal Jepara misalnya, Pramuka menerima kiriman minimal 25 kilogram. Belum lagi kiriman dari kawan-kawan Rowi sesama pengepul kroto.

Lantas berapa kilogram kira-kira jumlah kroto yang datang dan pergi dari Depok setiap harinya? Kisaran sekuintal atau 100 kg. Itu merupakan perputaran dari sekitar 10 pengepul yang ada di pasar itu.

Jumlah 100 kilogram itu belum juga mencukupi kebutuhan kroto para kicaumania. Apalagi kalau hari libur dan minggu. Jumlah permintaan sangat tinggi, karena biasanya para kicaumania harus berebut kroto dengan mancing mania yang juga menggunakan kroto untuk umpan ikan mereka.

Begitu kawan, sekelumit cerita soal kroto. Barang yang sering membikin kicaumania pusing tujuh keliling ketika menghilang dari pasaran.

Salam kroto, salam dari Solo.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

-7.550085110.743895