Sebanyak 122 jenis burung terancam punah dan masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN). Sebanyak 18 jenis berstatus ‘kritis’, 31 jenis ‘genting’, sementara 73 jenis tergolong ‘rentan’. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebaga negara yang burungnya paling banyak terancam punah.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Hal itu disampaikan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) melalui Conservation Programme Manager, Ria Saryanthi di Bogor, Senin (10/1) dalam rangka memperingati hari sejuta pohon yang jatuh pada tiap 10 Januari.
Menurut Ria, penyebab kepunahan tersebut, selain perburuan dan perdagangan, penyebab utama terancam-punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau tekanan pada habitat. Kegiatan manusia merubah lingkungan alami (hutan) menjadi lahan pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan hilangnya habitat burung.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
“Padahal, sebagai salah satu negara Mega Bird Diversity, Indonesia memiliki keanekaragaman jenis burung yang luar biasa. Dari 10.000 jenis burung di dunia, 1.594 jenis terdapat di Indonesia. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai pemilik burung urutan ke-5 terbanyak di dunia,” kata Ria.
Tak mengherankan jika dari 122 jenis yang terancam punah, 12 jenis di antaranya juga merupakan suku Collumbidae. Jenis-jenis merpati hutan (Columba sp.), uncal (Macropygia sp.), delimukan (Chalcopaps sp. dan Gallicolumba sp. ), pergam (Ducula sp.), dan walik (Ptilinopus sp.) merupakan keluarga merpati yang memiliki ketergantungan sangat tinggi dengan habitat hutan.
Meningkatnya tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami ini disebabkan bertambahnya jumlah penduduk serta kebijakan ekonomi dan pembangunan. Timbulnya tekanan terhadap habitat alami juga erat kaitannya dengan kemiskinan, pemanfaatan sumberdaya dan lahan hutan, serta pengembangan pertanian. Faktor-faktor ini yang mendorong terjadinya kerusakan habitat, meningkatnya polusi, dan pemanfaatatan sumberdaya alam secara berlebihan.
Kata Ria, prioritas konservasi perlu dilakukan untuk mencegah semakin tingginya tekanan terhadap habitat. Pendekatan melalui pengelolaan kawasan konservasi oleh masyarakat dan kesepakatan pelestarian dengan pemilik lahan bisa dilakukan. Pendekatan ini memberikan kesempatan yang lebih fleksibel bagi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Di sisi lain, pendekatan alternatif dapat memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan angka kemiskinan di sekitar kawasan, yang sangat bergantung kepada sumber daya alam yang tersedia.
Sedangkan penguatan kapasitas masyarakat dapat dilakukan melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Pelestari Hutan, yang merupakan gabungan dari beberapa desa di sekitar kawasan konservasi. Kelompok masyarakat bersama pemerintah dapat bersama-sama menyusun strategi pengelolaan berdasarkan kesepakatan antara para pemangku kepentingan. Berbekal penguatan kapasitas masyarakat, diharapkan kawasan prioritas dapat dikelola secara partisipatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sekitar kawasan.
Sedangkan alternatif pengelolaan lain dapat dilakukan dalam bentuk konsesi untuk restorasi ekosistem yang bertujuan mengembalikan kondisi biotik dan abiotik sehingga tercapai keseimbangan hayati. Melalui restorasi ekosistem, hutan yang sebagian telah rusak dapat diselamatkan dan dikembalikan sebagaimana kondisi aslinya. Restorasi ekosistem tidak hanya meningkatkan produktifitas hutan dan pelestarian keragaman hayati, tetapi juga peningkatan nilai ekonomi sumber daya hutan untuk kesejahteraan masyarakat. (Pikiran Rakyat)