Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Pada September 2007 itu, “Saat memasuki usia kehamilan 1 bulan, saya merasa kram perut kemudian segumpal darah keluar,” ujar Dita Aryani. Pada Agustus 2008, ia kembali hamil. Pengalaman setahun lalu, mendorong alumnus Institut Teknologi Bandung itu memeriksakan ke dokter ahli kandungan di sebuah rumahsakit di Jakarta Selatan. Dokter mendiagnosis ia terserang penyakit TORCH (Toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex virus).
Hasil pemeriksaan menunjukkan herpes simplex virus 2 (HSV 2), menginfeksi kandungan. Dokter memberikan 5 macam tablet untuk menjaga kandungan Dita. Sayang, upaya itu tak juga menjinakkan virus yang kembali merontokkan janin berusia 3 bulan. Itulah sebabnya pada Oktober 2008, ia kembali menjalani kuret. Sejak itulah, Dita kerap masuk-keluar ruangan dokter untuk memantau TORCH.
Segera cek
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Infeksi TORCH menyebabkan keguguran dan kelainan bawaan pada bayi seperti kebutaan, pembesaran kepala, tuli, bentuk anggota tubuh tidak sempurna dan cacat bawaan lainnya. Menurut dr Bangun T. Purwaka, SpOG dari Rumahsakit Putri Surabaya, Jawa Timur, saat hamil perempuan sebaiknya memeriksakan diri untuk mengetahui keberaan TORCH. Sebab, penyakit itu datang tanpa keluhan.
“Ibu hamil yang terserang virus rubella mungkin merasakan gejala seperti campak, demam, flu, dan timbul bercak pada tubuh. Bila terserang herpes timbul bulatan-bulatan kecil yang berkumpul menjadi satu layaknya herpes pada umumnya, tapi terdapat di daerah organ reproduksi. Pada toxoplasma dan cytomegalovirus kerap tidak merasakan adanya keluhan,” ujar dokter Bangun.
Pemeriksaan TORCH untuk mengetahui nilai Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG). Bila nilai IgG positif, sedangkan IgM negatif maka infeksi telah lama terjadi. Bila IgG negatif dan IgM positif maka infeksi baru saja terjadi. Namun, bila keduanya positif maka infeksi sedang dalam tahap penyebaran, tetapi belum terlalu lama. Dokter biasanya memanfaatkan antara lain isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir, dan azithromizsin untuk mengatasi TORCH.
Kondisi Dita yang terserang TORCH, mengundang perhatian sang paman yang juga berprofesi sebagai dokter ahli kandungan di Bekasi, Jawa Barat. Sang paman menyarankan untuk menjalani program kehamilan. “Perempuan yang terserang TORCH itu harus berlomba dengan penyakitnya untuk mendapatkan bayi,” ujar Dita menirukan ucapan sang paman. Sang paman akan segera menyuntikkan penguat janin begitu kemenakan positif hamil.
Pada Oktober 2009, perempuan yang kini berusia 33 tahun itu positif mengandung. Oleh karena itu ia bergegas menyambangi sang paman. “Selain menyuntikkan penguat janin, paman juga memberikan 3 macam obat yang harus saya minum 3 – 4 kali sehari selama 7 bulan masa kehamilan. Saya tak ingat pasti nama obat-obatan itu,” ujarnya. Program itu berhasil baginya. Itu terbukti pada Juli 2010, anak pertamanya yang bernama Evan lahir sempurna meski melalui operasi.
Paduan herbal
Untuk mengatasi TORCH, Dita menemui herbalis di Bogor, Jawa Barat, Valentina Indrajati, pada Februari 2011. Valentina meracik berbagai herbal untuk membantu penyembuhan TORCH. Herbal itu antara lain rimpang temumangga dan temuputih untuk menjaga sistem hormon, daun sambiloto untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sirih untuk menangkal bakteri. Valentina menambahkan pulosari, buah mengkudu, dan ciplukan pada ramuan itu dan meraciknya dalam serbuk berdosis 50 – 70 gram.
Valentina menuturkan jumlah herbal cukup banyak untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan virus, menekan pertumbuhan virus, serta mengoptimalkan kerja setiap organ tubuh. Ramuan herbal diracik untuk meningkatkan antibodi dan menjadi benteng pertahanan tubuh dari serangan virus. Pengobatan herbal itu bersifat menyeluruh tidak terpaku pada satu penyakit saja. Oleh sebab itu herbal pendamping sangat diperlukan untuk saling menyokong mempercepat penyembuhan.
“Tak ada satu jenis obat yang ampuh menyembuhkan suatu penyakit. Semua pasti berpadu dengan jenis obat lain, termasuk herbal,” ujar Valentina. Dita lalu merebus serbuk herbal itu dalam 2 gelas air hingga mendidih, mendiamkannya sejenak agar serbuk mengendap, menyaring, dan meminumnya dua kali sehari. Ia meminum racikan herbal dari Valentina itu selama 3 bulan berturut-turut. Pada awal Mei 2011, ia mual-mual. Tak mau sesuatu yang buruk terjadi, ia memeriksakan diri di sebuah rumahsakit di Jakarta Selatan.
“Mual itu ternyata bukan kabar buruk justru kabar gembira karena ternyata saya hamil usia 3 bulan,” ujarnya. Yang menggembirakan hasil pemeriksaan TORCH membuktikan bahwa ia terbebas dari TORCH. “Saya tak lagi terinfeksi HSV 2. Itu terlihat dari nilai IgM yang semula positif menjadi negatif,” ujar Dita. Meski demikian ia tetap berkonsultasi dengan sang paman apakah perlu suntikan penguat. “Saya tak perlu lagi disuntik penguat janin atau mengonsumsi obat-obatan lagi, sebab virus itu tak lagi bersarang,” kata Dita.
Saat Trubus menemui Dita pada awal Desember 2011, ia tengah hamil delapan bulan. Dokter dan herbalis di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dr Prapti Utami menuturkan setiap herbal mempunyai efek imunostimulan. “Herbal mampu meningkatkan daya tahan tubuh pasien, memperbaiki sel dan merangsang antibodi. Bila daya tahan tubuh baik maka antibodi yang terbentuk dalam tubuh mampu bekerja dengan baik pula untuk menangkal setiap gangguan yang datang pada tubuh termasuk virus,” kata Prapti. (Andari Titisari/trubus-online.co.id)
Cek artikel pengobatan herbal lain di sini.
Salam sehat.