Tidak bisa dipungkiri, untuk kelas kenari, saat ini trendnya pada dua hal. Untuk burung, yang dicari adalah burung bongsor, mulai F1, F2, F3, serta Yoskshire ‘lokal’. Untuk materi isian, yang dianggap hebat adalah isian impor seperti blacktroat, eagle sanger, blacken, dan lainnya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Papburi, yang sejak awal memang dicita-citakan untuk memajukan dunia kenari, termasuk komunitasnya, rupanya juga ikut terseret pada arus di atas. Padahal, pada awalnya Papburi sangat getol ‘mempromosikan’ lagu-lagu isian lokal.
Saat itu, sempat terjadi trend isian burung-burung lokal seperti ciblek, glatik, prenjak, gereja, dan lain-lain. Harga burung-burung tersebut pun kemudian ikut terangkat naik.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Kenyataan di atas juga diakui oleh Ridlo dari Figas Bird Shop Jogja, yang dulu ikut membidangi lahirnya Papburi.
Ridlo bahkan menduga-duga, bahwa perubahan trend itu, tidak terjadi secara alamiah. “Kalau pikiran nakal saya, itu semua ya memang didesain. Itu semua tak lepas dari politik dagang.”
Trend burung bongsor misalnya. Untuk menciptakan burung bongsor, butuh indukan Yorkshire. “Yorkshire harganya selangit. Kebayakan peternak tak mampu membelinya. Pejantan yang diklaim bisa ngawin, harganya sudah dibandrol di atas 8 juta perak. Kebayang kan mahalnya.”
Demikian pula untuk burung master. Burung mungil seperti blacktroat misalnya, yang baru datang dan belum bunyi, harganya sudah 1,5 jutaan.
Tapi, karena trend, akhirnya banyak yang memburu. Ada yang benar-benar memang mampu, tapi tak sedikit pula yang dipaksakan demi mengejar trend.
Siapa yang paling diuntungkan dengan trend kenari bongsor serta lagu-lagu impor? “Siapa lagi kalau bukan para pedagang besar, para importir, yang kemudian menangguk untung besar. Kebayangkah nasib para peternak kenari kebanyakan yang hanya bisa memproduksi kenari lokal,” tanya Ridlo retoris.
Ridlo pun berharap besar pada Papburi yang kini sudah berkembang menjadi lebih eksis dan establis serta menjadi barometer perkenarian, bisa kembali ke “kithah”, yaitu membela dan pro burung serta lagu lokal.
“Jadi Papburi harusnya meniru duo Jokowi dan Rudy di Solo itu, ketika yang lain lagi trend bermewah-mewah dengan mobil dinas built up paling mahal, Jokowi dan Rudy justru memilih mobil bikinan lokal Esemka,” kata Ridlo kepada Waca yang menuliskan artikel ini untuk OmKicau.Com.
Namun apa yang disampaikan Ridlo itu sudah ditepis oleh Ketua Papburi Solo, Puguh Laropstars. Om Puguh, seperti pernah dimuat di omkicau.com (cek lagi artikel: BOB Papburi Solo 11 Maret: Tetap dicari, kenari dengan lagu terbaik), sudah menegaskan, bahwa soal materi dan lagu kenari, sesungguhnya tidak menunjuk pada jenis tertentu, katakanlah lagu impor seperti blacktroat.
“Lagu yang bagus itu soal bagaimana membawakannya, enak di dengar ndak, panjang atau pendek, ya lagu kenari sudah dianggap panjang kalau paling tidak 35 detik, patah-patah ndak. Jadi sekali lagi tidak menunjuk pada lagu jenis tertentu dianggap atau dinilai lebih bagus ketimbang lagu dari jenis yang lain.”
Sementara itu untuk burung kecil, Papburi Solo juga membuka kelas kalitan. Hanya saja memang, secara umum lomba saat ini menekankan pada kenari bongsor. Hal itulah antara lain yang mendasari Putra SH Sleman untuk membangkitkan lagi popularitas kenari kalitan dengan membuka kelas khusus pada even lomba mereka yang akan digelar 1 April 2012 (Putra SH Sleman buka kelas kenari kecil/kalitan).
Bagaimana seharusnya menurut Anda?