Peredaran burung murai batu asal Kalimantan di pasaran Sumatera semakin jelas indikasinya dengan ditahannya sebanyak 58 ekor burung murai batu borneo asal Pontianak, Kalimantan Barat, oleh Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Jambi di Bandara Udara Sultan Thaha Jambi. Rencananya, burung yang kicauannya sangat merdu itu akan dibawa ke Palembang secara ilegal.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Selama ini ada yang menduga kalangan tertentu membawa murai batu Borneo ke Sumatera untuk dijual di pasaran di sana sebagai murai batu Sumatera karena selisih harga yang sangat signifikan. Diduga pula banyak burung murai batu itu kemudian dibawa lagi ke Pulau Jawa dan juga dijual sebagai murai batu Sumatera.
Semula dugaan tersebut belum bisa dibuktikan secara pasti karena bisa saja isu itu sengaja dihembuskan karena persoalan persaingan bisnis. Namun penahanan puluhan ekor burung murai batu asal Kalimantan di Bandar Udara Sultan Thaha Jambi tersebut membuktikan bahwa memang benar murai batu asal Kalimantan beredar di pasaran Sumatera.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Tanpa dokumen resmi
Agus Rahmat Hasibuan, Kasi Karantina Hewan, menjelaskan, burung tersebut ditahan pada Kamis (9/8) sekitar pukul 15.00, di dalam kargo Pesawat Garuda Jakarta-Jambi. “Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata burung tersebut tidak disertai dokumen persyaratan perkarantinaan, sehingga dilakukan penahanan,” ungkapnya Jumat 8 Agustus 2012.
Menurut Agus, dari 58 burung tersebut, hanya dua ekor yang memiliki surat. Pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Balai Karantina Pontianak, dan didapat kebenaran bahwa pembawa burung yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Palembang yang berinisial Y itu, telah melakukan penerbitan surat jalan sebanyak dua ekor, bukan 58 ekor.
“Kita di sini akan menahan semuanya, walaupun dua ekor telah memiliki dokumen. Prinsipnya ditahan satu, maka semuanya harus ditahan,” tegasnya.
Setelah dicek di labor Balai Karantina Hewan, dari segi penyakit semua burung tersebut dinyatakan bebas dari penyakit. Namun, penahanan tetap dilakukan, karena dukumen yang tidak lengkap. “Secara aturan kita akan minta pemiliknya untuk melengkapi dokumen. Kita akan berikan waktu selama tiga hari. Dan kita juga akan mengeluarkan surat penolakan,” sambungnya.
Agus menegaskan, pemilik tidak akan bisa melengkapi dokumen, karena tidak mungkin dokumen dikeluarkan, sementara burungnya sudah ada di Jambi. “Justru kita akan bertanya, ada apa jika Pontianak mengeluarkan surat, karena burungnya sudah ada di sini. Itu tidak mungkin, kita hanya menjalankan sesuai dengan prosedur,” katanya.
Agus mengungkapkan, dari 58 burung tersebut, saat ini hanya tinggal 39 ekor. Setelah dicek pada Kamis lalu, enam ekor burung itu telah mati, dan keesokan harinya, setelah menginap satu malam di balai karantina kelas 1 Jambi, burung tersebut mati lagi sebanyak 13 ekor.
Menurut dia, matinya burung tersebut bukan karena penyakit, tapi karena stres. Burung itu dimasukkan ke dalam keranjang yang ukurannya kecil, diberangkatkan dari Pontianak pada Rabu (8/8), menggunakan pesawat Batavia, dan tertahan di Cengkareng selama satu malam. Pada Kamis baru tiba di Jambi dengan pesawat Garuda sore. Burung tersebut satu hari satu malam tidak makan, makanya bisa stres.
Sementara pemiliknya, hari Rabu itu langsung ke Jambi. Burungnya saja yang ditahan. Rencananya, semua burung itu akan dibawa ke Palembang menggunakan mobil.
Dari 39 ekor burung Muari Batu yang tersisa itu direncanakan akan dihibahkan ke Kebun Binatang Taman Rimba Jambi, dengan catatan pihak kebun binatang mau menerimanya. Jika pihak kebun binatang tidak mau menerima, sesuai aturan burung-burung tersebut akan dimusnahkan.
Terpisah, Adrianis, Kepala UPTD Kebun Binatang Taman Rimba, siap menerima burung tersebut jika memang diberikan Kepada Kebun Binatang Taman Rimba. Menurutnya, jika itu diberikan justru akan menambah koleksi di Taman Rimba. “Boleh-boleh, bagus itu,” ungkapnya saat dihubungi pia ponselnya.
Hanya saja, lanjut dia, penyerahannya harus melalui administrasi dari pihak Balai Karantina. “Kita akan terima setelah ada administrasi kedua belah pihak,” tegasnya. (Sumber: jambi-independent.co.id)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
itu yang ketangkap aja yang disorot, padahal selama ini burung itu telah banyak beredar di jawa. karna harga burung murai medan di jawa lebih tinggi.karna yang sering terdengar ketipu kalau membeli burung murai ya orang jawa. wkwkwkw kok malah bilang sumatra. payah…..
20-08-2012 saya main ketaman rimbo jambi……. ada si murai batu di taman rimbo…. tapi cuma 5-10 ekor tu……. kemana sisany ya
Aduh… Burung dari kalimantan kok djual dijakarta. gimana nasib kami orang kalimantan yg punya kekayaan burung..kacau!!!!
kl bs secepatnya di kembalikan ke habitat asli sj. mslhnya kl tp ada di terminal cargo bandara. bs2 hilang tg ada bekas. krn di bandara bnyk tikusnya.
Begini nih mental & kualitas birokrat kita. Semuanya saklek pd prosedur baku. Gak ada sedikitpun menggunakan nalar & logikanya. Capes deh…
2minggu sebelum ini terungkap..telah lolos 150-200 anak trotol murai pontianak ini di bandara jambi karna saya melihat sendiri..saya rasa ada indikasi tuk merusak harga murai sumatra atau tuk menaikan harga murai ring…
Setubuh ama abah,sekarang aja pedagang kalo di tanya muarai asal man a pd gak mau jawab,ekor murai juga banyak yg dicabutin biar harganya miring padahal Sama saja jatuhnya harga,terlalu banyak trik di murai,waspadalah
Kalau di lepas kembali ke alam sih SETUJU banget, tpi klo d musnahkan tu bukan suatu keputusan yg baik nurut saya sebagai pecinta burung, mending jangan d sita biar jatuh k tangan” kicaumania yg sudah pasti pecinta burung.
Tapi kalau burung MB kalimantan dilepas di Sumatera sama kejamnya bro… bahkan lebih biadab karena melakukan pembunuhan secara perlahan… kalau dimusnahkan memang terkesan biadab, tapi itu lebih karena kita melihat sendiri secara langsung prosesnya…
http://www.kutilang.or.id/burung/konservasi/melepas-burung-bukan-melepas-tanggung-jawab/
pilihan paling bijak memang dirawat oleh kebun binatang… selama tidak ada modus “tahu sama tahu” aja….
pilihan lain yang paling baik adalah Omkicau atau kawan-kawan KICAUMANIA kedepan mau bangun pusat penampungan burung sitaan… nah itu bisa jadi jempolan…hehehe…
Sy masih percaya bahwa hewan memiliki nauri survivalnya lebih tinggi dari sekedar dugaan kita, toh mereka bukanlah burung-burung yg telah lama dipelihara.
Memang melepaskan burung perlu sejumlah aturan dan panduan agar nasib burung tersebut benar-benar terjamin, tetapi perlu diingat bahwa pelepasan kali ini bukanlah sedang dalam rangka menganut prinsip konservasi tetapi lebih mengedapankan sifat kemanusiaan kita terhadap burung/hewan.
Terlebih bahwa habitat kalimantan dan sumatra perbedaannya tidaklah ekstreem, tooh burung sejenis (satu species, beda variant) juga terdapat di sumatra sebagai habitat barunya.
Yang jalas, khusus untuk kasus special yg ini sy sangat mengecam keras tindakan karantina yg memusnahkan burung tersebut yg sebenarnya masih ada sedikit harapan mereka bisa beradaftasi di lingkungan barunya.
Begitu Om Ige….tp ini sekedar pendapat aja sih….he he he he…..
Terlapas dari modus operandi yang dilancarkan mr Y, saya lebih menyesalkan tindakan karantina jambi yang telah ikut menelantarkan burung tersebut sehingga mengakibatkan kematian, toh burung tersebut tidak berdosa. Sebagai sebuah karantina mestinya Jambi bijak dan sigap akan memperlakukan hewan sebaik mungkin. Berani menamakan dirinya sebagai karantina mestinya bertanggung jawab akan keselamatannya.
Lebih parah lagi, “Jika kebun binatang tidak mau menerima, burung itu akan dimusnahkan”. Bukankah ini tindakan biadab ? Benar-benar biadab…biadab….Jauh lebih kejam Si Karantina itu dibanding mr Y. Bukankah dilepaskan dialam bebas jauh lebih baik ? Toh burung itupun jelas-jelas dinyatakan sehat dan tidak berpotensi menularkan penyakit apapun.