Kelahiran perawan atau virgin birth (parthenogenesis/partenogenesis) atau pertumbuhan dan perkembangan telur tanpa pembuahan oleh jantan selama ini hanya dianggap wajar terjadi pada hewan invertebrata (tak bertulang belakang) seperti kutu daun, lebah dan semut. Namun dari sebuah penelitian dan percobaan oleh E Schut, N Hemmings dan TR Birkhead dari Department of Animal & Plant Sciences, University of Sheffield Inggris, diketahui bahwa burung betina bisa bertelur dan menetas tanpa ada pembuahan oleh pejantan.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Laporan yang ditulis tiga peneliti tersebut sebenarnya sudah terbit pada tahun 2007. Hanya saja saya baru menemukan berkas dalam bentuk PDF yang mereka tulis itu ketika melakukan browsing untuk mencari tahu tentang fenomena virgin birth (kelahiran perawan) pada burung menyusul pemberitaan tentang adanya virgin birth pada ular liar.
Sebelum melangkah untuk membicarakan fenomena kelahiran perawan pada burung, saya sajikan terlebih dulu kasus kelahiran perawan pada ular liar yang menghebohkan dunia ilmu pengetahuan baru-baru ini.
Kelahiran perawan pada ular
Dalam berita terakhir tentang partenogenesis (parthenogenesis) ular liar yang ditemukan para peneliti di Amerika Serikat itu ditulis bahwa temuan baru ini akan secara jelas mengubah pemahaman kita tentang reproduksi binatang, juga evolusi vertebrata (hewan bertulang belakang), untuk selamanya.
Para peneliti itu mereka melaporkan, untuk kali pertama kelahiran dalam kondisi perawan ditemukan pada hewan vertebrata liar. Fenomena semacam itu sebelumnya hanya ditemukan pada hewan dalam penangkaran.
Untuk diketahui, reproduksi aseksual (tanpa pembuahan) untuk kali pertama diidentifikasi terjadi pada ayam yang diternakkan. Kelahiran “perawan” dalam beberapa tahun terakhir juga dilaporkan terjadi pada ular, hiu, kadal, dan beberapa spesies burung. Semua terjadi di penangkaran, di mana betina dipisahkan jauh dari jantan.
“Ini hal baru dalam evolusi,” kata Warren Booth, dari University of Tulsa, Oklahoma, AS seperti dimuat BBC. Profesor Booth adalah penulis utama dalam makalah yang dipublikasikan Biological Letters, Royal Society.
Ia dan rekannya menyelidiki kelahiran perawan di populasi dua spesies ular liar yang terpisah secara geografis.
Mereka menangkap ular copperhead yang sedang hamil dan seekor ular beludak cottonmouth betina, di mana mereka hidup bersama para jantan.
Saat ular-ular itu melahairkan, para ilmuwan mempelajari karakteristik fisik dan genetis bayinya. Dari 22 ular copperhead, ilmuwan menemukan satu betina yang melahirkan secara aseksual. Sementara satu kelahiran perawan pada cottonmouth menghasilkan 37 bayi. “Frekuensi ini sangat mengejutkan bagi kami,” kata Booth.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Seksual atau aseksual
Seperti saya tulis pada awal artikel, kelahiran perawan wajar terjadi pada hewan invertebrata seperti kutu daun, lebah dan semut. Tapi proses aseksual pada hewan vertebrata masih sangat jarang, dilaporkan hanya terjadi pada 0.1 persen spesies.
Hal itu baru terungkap secara meluas pada tahun 1990-an saat kelahiran perawan pada sepesies ular didokumentasikan, diikuti spesies kadal raksasa Komodo 2006, dan hiu pada tahun 2007. Semua terjadi di penangkaran.
Hingga saat ini terdata 10 spesies ular termasuk boa dan piton, empat spesies hiu, dan sejumlah kadal monitor termasuk Komodo yang terancam punah. Baru-baru ini burung zebra finch dan puyuh asal China masuk dalam daftar. Semua dari mereka yang masuk daftar hidup dalam kondisi tak wajar, terpisah dari para jantan.
Jadi, menemukan reproduksi aseksual dua jenis ular liar adalah hal yang mengejutkan. Meski belum jelas, apakah ini adalah pilihan betina itu sendiri, yang sebenarnya hidup di antara para jantan, atau akibat dipicu sejumlah faktor seperti virus atau infeksi bakteri. “Jawaban apapun di titik ini dipastikan murni spekulasi,” kata Booth. Masih perlu penelitian untuk mengungkapnya.
Di penangkaran, dua hiu dan tiga ular berkali-kali melahirkan secara perawan, memproduksi lebih dari sayu bayi, secara facultative parthenogenesis.
Juga belum jelas, apakah anak-anak betina yang dihasilkan akan meneruskan cara melahirkan induknya, atau menempuh cara normal. Tim peneliti juga sedang meneliti perkembangan anak yang dihasilkan dari reproduksi aseksual di alam liar itu.
Lalu, apakah mungkin ada kelahiran perawan pada mamalia?
Peneliti berpendapat, itu tidak dimungkinkan, selain pada platypus (hewan mamalia semi-akuatik yang bertelur) dan echidna (mamalia berduri asal Australia yang juga bertelur). Sebab, mamalia dalam reproduksinya memerlukan proses yang disebut genomic imprinting atau penandaan genom, yang membutuhkan gen dari orang tua, ayah dan ibu.
Kelahiran perawan pada burung zebra finch
Sebagaimana ditulis E Schut, N Hemmings dan TR Birkhead dalam laporan “Parthenogenesis in a passerine bird, the Zebra Finch Taeniopygia guttatap”, partenogenesis pada burung pertama kali dilaporkan terjadi pada unggas domestik Gallus domesticus (Oellacher 1872), merpati domestik Columba livia (Bartelmez & Riddle 1924) dan kalkun domestik Meleagris gallopavo (Olsen & Marsden 1954).
Dalam ketiga spesies burung ini, partenogenesis terjadi secara tidak teratur dan hampir selalu gagal. Pada ayam, partenogenesis relatif jarang terjadi (<5% dari telur) dengan hanya satu catatan data dari unggas dewasa partenogenesis (Sarvella 1973). Partenogenesis lebih umum terjadi pada kalkun (sampai 20% dari telur, Olsen & Marsden 1954, Savage & Harper 1986).
Sebelumnya, belum pernah ada laporan tentang partenogenesis pada burung passerine (Johnson 2000). Dalam kaitan inilah E Schut dkk melaporkan terjadinya partenogenesis pada Zebra Finch Taeniopygia guttata.
Burung-burung yang menjadi percobaan E Schut dkk adalah sebagian dari populasi Zebra Finch yang sudah dijinakkan dan dipertahankan di University of Sheffield sejak tahun 1985. Dalam studi ini burung dipelihara di kandang berukuran 63 × 48 × 39 cm dengan makanan bijian standard ditambah dengan telur rebus yang dicincang, dan air.
Burung yang hendak diteliti dalam kaitan partenogenesis adalah burung-burung betina yang telah dipisahkan dari pejantan selama minimal enam bulan.
Untuk merangsang betina bertelur mereka didekatkan dengan pejantan yang diletakkan terpisah dengan pagar kawat lembut untuk mencegah terjadinya akses fisik. Telur yang dihasilkan diperiksa setelah 0, 24 atau 48 jam masa inkubasi buatan.
Pada bagian pelaporan hasil penelitian itu disebutkan bahwa para peneliti itu mendeteksi adanya tujuh kasus partenogenesis dari 34 telur (21%) yang dihasilkan dari tiga betina. Kasus itu terjadi pada enam telur yang tidak diinkubasi dan satu telur yang diinkubasi selama 24 jam.
Jadi itulah faktanya: Terjadi proses partenogenesis pada burung Zebra Finch.
Dan itulah laporan pertama partenogenesis telah terjadi pada burung passerine. Berdasar hasil penelitian itu diduga kuat hal itu juga terjadi pada burung dari spesies lain.
Demikian sobat sedikit info tentang partenogenesis pada burung di penangkaran. (Om Kicau)