Pernahkah Anda membayangkan suatu saat burung cucakrowo, anis merah, jalak suren, atau burung berkicau lain yang saat ini banyak dipelihara kicau mania kelak musnah dari muka bumi? Alhasil, anak-cucu kita kelak hanya bisa melihatnya dari gambar di buku, atau mendengar cerita keindahan burung-burung tersebut dari kakek dan neneknya?
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Ya, 19 spesies burung Indonesia kini berada dalam status Kritis (Critically Endangered / CR). Daftar lengkap spesies burung Indonesia yang termasuk kritis bisa dilihat pada Daftar Burung Kritis.
Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...
Burung yang termasuk dalam daftar merah versi IUCN (International Union for Conservation Nature and Natural Resources) itu menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat. Semua stakeholders di negeri ini mesti bersama-sama menyelamatkan burung-burung endemik Indonesia itu agar terbebas dari ancaman kepunahan.
Caranya?
Yayasan Kutilang Indonesia punya gagasan menarik. Pertama, melibatkan para perokok di negeri ini (lho, kok perokok?). Kedua, melibatkan para penggemar burung di Indonesia (ini masih bisa dipahami). Ketiga, mendorong pemerintah terutama Kementerian Kehutanan lebih proaktif dalam penganggaran upaya penyelamatan burung-burung endemic dari ancaman kepunahan.
Sumbangsih Kaum Perokok
Gagasan pertama yang dilontarkan Yayasan Kutilang Indonesia ini memang unik. Menurut perhitungan Yayasan Kutilang, biaya untuk menyelamatkan semua jenis burung yang terancam punah di Indonesia sekitar Rp 793,5 miliar hingga Rp 1,115 triliun setiap tahun.
Sangat besar kalau kita melihatnya dengan kacamata pesimistis. Tetapi menjadi relatif kecil apabila kita melihatnya dengan kacamata optimistis. Ok, kita menggunakan kacamata optimis saja. Jumlah perokok di Indonesia saat ini mencapai 65 juta orang. Anggap saja harga sebatang rokok rata-rata Rp 500, meski beberapa merek tertentu harganya mencapai Rp 1.000/batang.
Jika para perokok setiap hari menyumbang sebatang saja, berarti tiap hari akan terkumpul dana sebesar Rp 32,5 miliar, atau Rp 875 miliar/bulan, atau Rp 11,86 triliun/tahun. Tentu teknis menyumbangnya bukan dengan memberikan rokok, melainkan menyumbang Rp 500/hari dengan mengurangi konsumsi sebatang rokok dan menyisihkannya.
Ohooo, ini sebuah nilai yang fantastis, yang mampu menyelamatkan semua jenis burung Indonesia dari ancaman kepunahan hingga tahun 2022. Pertanyaannya, maukah para perokoh memberi sumbangsih seperti itu? Semoga mau!
Sumbangsih Penggemar Burung
Gagasan kedua adalah melibatkan para pemelihara burung, baik burung berkicau, klangenan (perkutut dan derkuku), merpati, dan burung hias. Yayasan Kutilang mencatat jumlah pemelihara burung di enam kota di Jawa dan Bali (Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Surabaya, dan Denpasar) mencapai 1,45 juta orang. Jika mereka mau menyumbang Rp 3.000/hari, maka dalam satu tahun akan terkumpul dana Rp 1,588 triliun: cukup untuk program penyelamatan selama setahun.
Padahal, jumlah pemelihara burung di Jawa dan Bali di luar enam kota besar tersebut juga banyak. Belum lagi para penggemar burung di luar Jawa dan Bali. Jika semuanya mau bahu-membahu, dana yang terkumpul bisa digunakan untuk program penyelamatan selama 2-3 tahun.
Komitmen Pemerintah
Lalu, bagaimana keterlibatan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan? Ya, kita juga mesti menagih komitmen pemerintah. Sebenarnya, dana Rp 1,115 triliun per tahun untuk penyelamatan burung dari ancaman kepunahan ini hanya 16,6% dari RAPBN 2013 untuk Kementerian Kehutanan yang tercatat Rp 6,717 triliun. Persoalannya, maukah pemerintah bersungguh-sungguh menyelamatkan 19 spesies burung yang kini terancam punah?
Mumpung berandai-andai masih digratiskan, saya pun membayangkan bagaimana jika para perokok, para penggemar burung, dan pemerintah melaksanakan semua gagasan tersebut, niscaya 19 spesies burung yang kini berada dalam status Kritis akan turun pangkat setidaknya ke level Genting (Endangered/EN) atau Rentan (Vulnarable/VU) Cek misalnya Daftar Merah IUCN. (Dudung Abdul Muslim)