Hormon testosteron terbukti mampu meningkatkan kualitas suara burung jantan, sebagaimana hasil penelitian Max Planck Institute for Ornithology di Seewiesen, Jerman, yang menjadi dasar ilmiah bagi Om Kicau meluncurkan produk TestoBirdBooster. Belum lama ini dipublikasikan pula dua hasil penelitian tentang testosteron. Pertama, hubungan antara testosteron, karotenoid, dan warna bulu. Kedua, hubungan antara testosteron dan reproduksi burung.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Penelitian tentang hubungan antara hormon testosteron, karotenoid, dan warna bulu dilakukan Julio Blas dan kawan-kawan. Blas adalah ahli biologi dari University of Saskatchewan, Saskatoon, Kanada. Bersama beberapa rekannya, dia melakukan penelitian di Spanyol, dengan objek burung partridge berkaki merah (Alectoris rufa).
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini. |
Mereka sengaja memilih partridge berkaki merah, karena warnanya cerah dan ukuran burung cukup besar, sehingga memudahkan tim peneliti dalam mengamati perubahan warna bulu.
Beberapa ekor burung jantan yang warna bulunya kusam diberikan tambahan hormon testosteron. Hasilnya, warna bulu yang semula kusam menjadi cerah / terang kembali, seperti gambar di bawah ini :
Menurut Blas, yang hasil penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences, hormon testosteron tidak bekerja langsung pada warna bulu, tetapi hormon inilah yang mempengaruhi kadar karotenoid dalam tubuh burung.
Karotenoid adalah senyawa kimia organik bernutrisi yang terdapat dalam pigmen organik tumbuhan dan hewan. Senyawa inilah yang menyebabkan warna merah, kuning, oranye, dan hijau tua, baik pada tanaman (buah, sayuran) dan hewan seperti burung (warna bulu, kaki, dan paruh burung).
Blas menambahkan, warna merah, kuning, dan oranye pada burung jantan partridge berkaki merah ini berfungsi sebagai daya saing seksual, isyarat kepada burung betina bahwa mereka sehat dan bisa menjadi pasangan yang baik.
Para ilmuwan sudah tahu bahwa testosteron pada burung jantan membuat penampilannya macho, bisa bernyanyi lebih bagus, dan menjadi indikator kegairahan, kesehatan, dan kemampuan seksual burung jantan.
Dalam pembedahan, penambahan testosteron pada burung jantan terbukti mampu meningkatkan kadar karotenoid hingga 20% dalam darah dan hati burung jantan. Hal inilah yang membuat warna bulu yang semula kusam bisa menjadi cerah / terang.
Secara alami, burung memperoleh asupan karotenoid dari pakan seperti buah dan serangga. Bahan inilah yang kemudian diolah di dalam tubuh, dan disimpan untuk berbagai keperluan. Selain untuk mencerahkan warna, karotenoid juga berfungsi memberikan kekebalan tubuh ketika burung sakit.
Dari penelitian inilah, kita bisa menemukan jawabannya mengapa bulu burung (jantan) piaraan kita di rumah terlihat kurang cerah. Padahal, dalam berbagai artikel di omkicau.com, di berbagai forum, juga di beberapa buku, selalu tertulis cara mudah membedakan burung jantan dan betina antara lain warna bulunya lebih mengkilap dan terang daripada burung betina yang cenderung kusam.
Jadi, kalau bulu burung piaraan di rumah terlihat kusam, umumnya akan dibarengi dengan performa suara yang kurang baik (cuma ngeriwik, monoton, jarang bunyi, dll). Hal ini menunjukkan karotenoid dalam darah dan hati burung dalam level rendah. Itu berarti asupan gizi dalam buah dan serangga belum memadai untuk burung.
Seperti dijelaskan dalam penelitian Blas dkk, kadar karotenoid bisa ditingkatkan melalui pemberian hormon testosteron. Dalam konteks inilah, produk TestoBirdBooster (TBB) makin menemukan relevansinya. Ketika TBB dikonsumsi, maka bukan hanya performa suara yang bisa meningkat, tetapi warna bulu, paruh, dan kedua kaki (shank), juga menjadi cerah alias tidak kusam.
Meningkatkan sistem kekebalan
Temuan Blas dkk juga menunjukkan hubungan luar biasa antara testosteron, karotenoid, dan sistem kekebalan tubuh burung. Ketika kadar testosteron dalam tubuh burung tinggi, kadar karotenoid juga tinggi, dan hal ini mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh burung tersebut.
“Hubungan antara testosteron dan karotenoid merupakan jawabannya,” kata Blas. Sebab karotenoid terbukti membantu membangun vitamin dan antioksidan, yaitu bahan kimia yang membantu hewan melakukan detoksifikasi terhadap molekul berbahaya yang disebut radikal bebas.
Singkatnya, karotenoid dapat mengimbangi efek testosteron dengan menjaga sistem kekebalan yang kuat. Burung jantan yang sakit biasanya dicirikan dengan warna bulu yang kusam. Hal ini disebabkan karotenoid yang digunakan dalam sistem kekebalan tubuh burung dipaksa berjuang untuk melawan penyakit.
Sebagian karotenoid akan akan diubah menjadi vitamin-vitamin esensial, untuk menjaga agar tubuh tetap fit. Jika kadar karotenoid rendah, tentu ketersediaan vitamin dalam tubuh menipis jika tak ada suplai dari luar (bahan pakan maupun suplemen seperti multivitamin).
“Ketika burung sakit, warna kaki dan paruhnya juga terlihat lebih pucat. Mengapa? Pasalnya burung menggunakan karotenoid untuk melawan penyakitnya,” kata Blas lagi.
Pada burung yang sehat, dan kadar testosteronnya tinggi, sistem kekebalan tubuhnya akan berjalan baik. Warna bulu, paruh, dan kedua kaki tetap cerah karena kadar karotenoid juga bagus. “Menurut saya, mekanisme ini mungkin juga berlaku untuk hewan vertebrata lainnya, bukan hanya burung,” tambah Blas.
Memenangi seleksi alam
Penelitian kedua dilakukan tim peneliti dari Universitas Indiana, dipimpin Joel W McGlothlin, dengan objek burung junco, yaitu burung kicauan bermata hitam di Pegunungan Appalachian, Virginia. Hipotesisnya adalah setiap individu burung jantan memiliki perbedaan perilaku, di mana perbedaan ini sangat dipengaruhi kadar hormon testosteron.
Beberapa pejantan mampu memproduksi testosteron dalam jumlah banyak, dan hal itu membuat perilakunya cenderung agresif. Tetapi beberapa pejantan yang lain memproduksi testosteron dalam jumlah rendah.
Dalam bahasa kicaumania, burung bermental baik biasanya memiliki kadar testosteron lebih tinggi daripada burung yang mentalnya mudah drop. Ini bisa kita amati langsung dari berbagai even lomba atau sekadar latber. Ada burung yang begitu mendengar kicauan burung sejenis langsung bereaksi dengan mengeluarkan suara terbaiknya tanpa henti. Sebaliknya ada juga burung yang malah nabrak-nabrak jeruji sangkar, seperti ngeper saat mendengar kicauan musuhnya.
Di alam liar, kata McGlothlin, burung dengan kadar testosteron tinggi berpotensi untuk memperoleh wilayah teritorial yang diinginkan. Selain itu, lebih mudah baginya untuk menarik perhatian burung betina. Risikonya, karena perilakunya menjadi lebih agresif, ia sering terlibat dalam pertarungan dengan burung sejenis yang juga memiliki kadar hormon testosteron tinggi.
Hal ini biasa dijumpai pada burung tipe fighter seperti murai batu, kacer, pentet, hwamei, burung gereja, dan sebagainya. Tetapi, terkadang, perkelahian antar-burung jantan juga dapat terjadi pada burung non-fighter, terutama pada musim berkembang biak.
Untuk menguji hipotesisnya, McGlothlin dkk menambahkan hormon testosteron ke tubuh burung-burung jantan. Setelah itu, burung dilepas kembali, dan selalu dipantau kelangsungan hidupnya, juga aktivitasnya dalam reproduksinya, baik di sarang mereka maupun sarang milik burung lain.
Tim peneliti menemukan hubungan yang kuat antara testosteron dan reproduksi, serta testosteron dengan kelangsungan hidup burung tersebut. Hasilnya, burung junco dengan kadar testosteron yang tinggi sering memenangi seleksi alam. Selain itu, burung dengan kadar testosteron tinggi juga sangat baik dijadikan indukan.
McGlothin menyimpulkan, testosteron terbukti bisa mendongkrak kemampuan burung jantan dalam bersaing menjaga wilayah teritorialnya, sekaligus sangat bagus untuk meningkatkan reproduksinya.
—