Gelaran lomba burung yang berlangsung secara fair play memang menjadi dambaan bersama, baik panitia, tim juri, pemain, hingga penonton. Jika gambaran ideal itu bisa diibaratkan tujuan, saat ini kita memang belum sepenuhnya sampai ke sana, namun sedang dalam perjalanan menuju ke sana. Nah, dalam rangka menuju ke sana, Lokomotif BC Ponorogo melakukan “ritual” unik: menyumpah juri sebelum lomba dimulai!

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Lokomotif BC memang baru seumur jagung. Ya, klub tersebut baru terbentuk dua bulan lalu. Setiap awal bulan, mereka menggelar even Latpres Monday Special Lokomotif BC, untuk mengakomodasi kebutuhan lomba bagi para kicaumania Ponorogo dan sekitarnya. Peserta latpres datang dari berbagai kota. Selain kicaumania Ponogoro, beberapa peserta datang dari Madiun, Pacitan, bahkan tidak sedikit pula dari Wonogiri (Jawa Tengah), terutama kicaumania dari Kecamatan Jatisrono dan Purwantoro.

Menanggapi kegalauan kicaumania yang sering “dinakali”  juri di beberapa event organizer (EO), Panitia Lokomotif BC yang dipimpin Sodiq PW ini memanfaatkan momen kelahiran bird club tersebut dengan melakukan “ritual” unik. Sebelum lomba dimulai, juri-juri dikumpulkan di hadapan pemain dan penonton, lalu dilakukan penyumpahan.

Maaf menyela, kalau burung Anda kondisi ngoss terus dan pengin jadi joss, gunakan TestoBirdBooster (TBB), produk spesial Om Kicau untuk menjadikan burung ngoss jadi joss...

“Ini upaya untuk mengembalikan kepercayaan kicaumania sebagai peserta terhadap kinerja juri yang bertugas. Harapannya, juri yang bertugas di gelaran Lokomotif BC setiap awal bulan tidak bisa main-main,” ujar Sodiq.

Dengan penyumpahan di depan publik, para peserta dan penonton tahu kalau panitia sangat serius dalam menegakkan sportivitas dan juri-juri akan memberikan penilaian secara fair. Gelar juara hanya diberikan kepada yang berhak, bukan kepada burung milik pemain yang dekat dengan panitia atau juri.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Latpres Lokomotif BC digelar di bekas Stasiun Ponorogo, dengan tiket Rp 30.000 dan Rp 40.000. Pada gelaran terakhir, semua (14) kelas yang diagendakan dapat dilaksanakan dan berjalan lancar, karena tidak ada kelas yang kosong peserta.

Apakah animo peserta yang tinggi ini berkat “ritual” unik tersebut, atau karena faktor lain, entahlah. Yang pasti, apa yang dilakukan Sodiq dan kawan-kawan merupakan salah satu upaya untuk menuju lomba burung yang berjalan fair. Soal etis dan tidak penyumpahan juri, semuanya tergantung dari penilaian Anda sendiri.

Sebenarnya di luar cara tersebut masih tersedia berbagai upaya lain yang telah dilakukan sejumlah EO. Misalnya sikap tegas EO ketika menjumpai pemain yang melanggar aturan. Meski pada awalnya mendapat “perlawanan” dari peserta, seperti yang diceritakan Bang Boy saat gelaran BnR Award (3/3/2013), tetapi jika dibiasakan akan menuai hasil seperti terlihat dalam Ronggolawe Cup I di Cibubur, 12 Mei lalu.

Tim juri dari BnR juga sudah diwanti-wanti agar menjalankan tugas secara fair, sehingga gelar juara harus dan hanya diberikan kepada yang berhak mendapatkannya. Meski ada peserta tertentu yang secara pribadi mengenal panitia dan juri, tetapi kalau penampilan burung saat itu memang di bawah burung lain, maka yang juara tetap harus burung terbaik (ikuti kisah selengkapnya di sini).

Panitia TKKM Cup I Jogja juga berencana menurunkan burung milik peserta / joki yang nekad berteriak selama lomba berlangsung. Meski sudah diuji coba dalam gladi resik saat latber tanggal 8 Mei dan 15 Mei lalu, kita masih menunggu penerapannya dalam even sesungguhnya di Taman Kuliner Jogja, Minggu, tanggal 19 Mei mendatang.

Sumber: Tabloid Burung Agrobis No 679 – Minggu III Mei 2013

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.