Awalnya Iwan Fitriadi dikenal sebagai breeder anis kembang. Sudah lama dia menggeluti penangkaran anis kembang, bahkan banyak produknya yang moncer di lapangan. Seiring menyusutnya anis kembang di arena lomba, akhirnya sejak empat tahun silam pemilik Cisadane Bird Farm (BF) Tangerang ini beralih ke murai batu. Lahan terbatas tak menyurutkan semangat Iwan untuk terus mencetak murai jawara dari hasil penangkaran, agar kelestarian burung di alam liar terus terjaga.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Iwan Fitriadi, atau biasa disapa Iwan Cisadane, memang seperti ditakdirkan cocok setiap kali menangkar burung. Sudah banyak jenis burung yang bisa dikembangbiakkan di lahan terbatas di rumahnya, mulai dari anis kembang, lovebird, cucakrawa, hingga murai batu.
Ini bisa menjadi pengemangat sobat-sobat kicaumania yang ingin menangkar burung, tapi lahan yang dimiliki relatif terbatas. Iwan telah membuktikan bahwa semangat dan kerja keras bisa menutupi semua kendala yang ada.
Saat ini, sudah ada 8 pasang induk produktif di penangkarannya, yang berada di atas dak lantai dua kediamannya, kawasan Grendeng, Tangerang, Banten. Karena lahan terbatas, setiap petak kandang dibuat minimalis, dengan ukuran 1 x 1 m2, dan tinggi minimal 2 meter.
“Ini sekadar untuk menyiasati panjang dan lebar yang hanya satu meter. Jadi, burung tetap leluasa bergerak jika tinggi kandang dibuat lebih dari dua meter. Dengan demikian, burung lebih banyak terbang ke atas,” kata Om Iwan.
Yang penting, antara petak kandang yang satu dan petak kandang lainnya tertutup. Bagian atas sebagian terbuka untuk sirkulasi udara dan agar sinar matahari bisa masuk. Agar suasana kandang tidak terlalu panas, lantai dilapisi tanah lembab. Ini sekaligus sebagai sarana bermain bagi burung, termasuk mencari pakan seperti cacing tanah yang sengaja ditempatkan di lantai kandang.
Bak mandi ditempatkan di lantai kandang, dan harus selalu terisi air bersih, apalagi saat kondisi musim kemarau seperti sekarang ini.
Selain itu, pada lantai kandang, Om Iwan juga meletakkan wadah pakan berisi 20-30 ekor jangkrik, sehingg burung dibiarkan memilih sendiri jangkrik yang dikehendakinya. Kroto segar juga wajib diberikan setiap hari.
Memilih induk betina ideal
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Dalam penangkaran murai batu, pemilihan induk betina berkualitas menjadi kunci utama keberhasilan. Sebab, anakan jantan akan mewarisi sebagian besar karakter ibunya. Induk betina berkualitas pun biasanya terlahir dari bapak yang berkualitas pula, syukur-syukur pernah juara di arena lomba.
Di sisi lain, induk jantan juga harus berkualitas, agar anaknya yang betina kelak menjadi indukan yang berkualitas serta mampu melahirkan murai jantan berkualitas pula. Begitulah prinsip pewarisan gen pada burung, yang cenderung menganut azas criss-cross inheritance: anak betina akan mewarisi sebagian besar gen bapaknya, dan anak jantan mewarisi sebagian besar gen ibunya.
Jadi, induk betina menjadi kunci utama untuk melahirkan murai batu jantan jawara. Oleh sebab itu, induk betina harus memenuhi kriteria ideal sebagai pencetak bibit unggul. Sang ibu harua memiliki bentuk fisik dan kualitas mental tempur yang bagus juga. Di sisi lain, dia juga memilki rekor yang bagus dalam hal produksi telur, fertilitas telur, dan daya tetas telur, serta pandai mengasuh anakan.
“Untuk mendapatkan induk betina dengan kriteria ideal seperti itu lumayan sulit. Selain itu, kita juga harus memperhatikan umur minimal induk betina, yaitu delapan bulan atau lebih,” jelas Om Iwan.
Tetapi jika kita memiliki induk betina dengan kriteria ideal, maka untuk seterusnya tidak membutuhkan stok indukan dari luar. Saat ini 90% induk betina yang ada di Cisadane BF merupakan hasil penangkaran sendiri.
Kebetulan Om Iwan menggunakan induk betina murai batu medan. Posturnya harus ideal atau proporsional, fisik mulus, juga terdapat keselarasan antara bentuk paruh, kepala, badan, dan kaki.
“Yang terpenting lagi, induk betina harus punya mental bagus, punya naluri fighter atau tempur, bisa ngeplay dengan bagus,” tambahnya.
Sedangkan untuk induk jantan, Om Iwan menggunakan burung yang sudah berprestasi. “Sebagian besar induk jantan yang digunakan di sini sudah berprestasi, baik dalam latber maupun lomba,” tutur Om Iwan.
Butuh kesabaran saat penjodohan
Apabila mau terus belajar, kata Om Iwan, penangkar pemula pun pasti bisa menjodohkan burung jantan dan burung betina. Memang tidak mudah, butuh kesabaran, tetapi pasti bisa dilakukan jika kita tidak mudah menyerah.
Lazimnya menjodohkan murai batu, biasanya dia melakukan penjodohan dengan cara menempelkan sangkar burung jantan dan sangkar burung betina. Proses ini bisa memakan waktu 3 hari sampai 2 minggu.
Setelah terlihat rukun, burung betina dipindahkan dari sangkar ke kandang penangkaran. Adapun burung jantan juga dimasukkan dalam kandang penangkaran, namun masih tetap terkurung dalam sangkarnya. Sangkar bisa diletakkan di salah satu sudut kandang.
Burung betina sengaja dibiarkan bebas dalam kandang. Sebab, berdasarkan pengalaman, biasanya burung jantan yang sedang dijodohkan cenderung lebih galak dan menyerang betina yang baru dikenalnya.
Karena itu, burung betina dilepas lebih dulu agar bisa memahami situasi dalam kandang. Kalau suatu saat diserang induk jantan, dia sudah tahu ke mana harus menghindar.
Setelah 3 hari berada dalam kandang penangkaran, kondisinya dibalik. Burung jantan kini dilepas dalam kandang, sementara induk betina ganti dikurung dalam sangkar. Nah, seminggu kemudian, keduanya sudah makin mengenal, ditandai dengan induk jantan yang kerap mendekati betina di dalam sangkar.
“Jika situasi dirasa sudah aman, keduanya bisa dilepas bersama dalam kandang. Namun, pada hari-hari pertama harus selalu dipantau. Sebab, tidak jarang pasangan yang sudah tampak berjodoh, ternyata justru saling menyerang.
Kalau kedua burung terlihat sering berduaan, maka seminggu kemudian akan kawin dan mengangkut sarang yang sudah disediakan dalam kotak sarang. Om Iwan menggunakan sangkar kecil yang bagian kiri-kanan dan atasnya dilapisi kardus. Kotak sarang lalu ditempel ke tembok.
Induk betina akan bertelur 2-3 butir, dan mengeraminya selama 14 hari. Setelah menetas, anakan dibiarkan dalam asuhan indukannya hingga umur 10 hari. Selanjutnya dipanen dan anakan dimasukkan ke inkubator.
Memasuki umur 2 minggu, anakan sudah bisa dipasangi ring. Dalam hal ini, Om Iwan menggunakan ring kode IF Tng.
Induk yang sedang bawa anakan harus mendapat menu pakan secara cukup. Biasanya, dia memberikan porsi cacing tanah lebih banyak. Tetapi saat mengeram, induk cukup diberi jangkrik dan kroto.
Kebutuhan pakan untuk anakan sejak hari pertama dipindah ke inkubator berupa jangkrik ukuran kecil yang kaki-kakinya sudah dibuang. Selain itu diberi adonan voer yang diaduk dengan kroto bersih. Extra fooding (EF) lainnya bisa diberikan potongan cacing.
Anakan murai batu sudah bisa makan sendiri pada umur 1 – 1,5 bulan. Pada saat itulah, anakan sudah bisa dipasarkan. Untuk trotolan, Om Iwan membanderolnya dengan harga Rp 2,5 juta – Rp 3 juta per ekor.
Tumpangsari lovebird dan cucakrawa
Selain menangkar murai batu, Om Iwan sejak lama juga menangkar cucakrawa dan lovebird. Saat ini ada empat kandang yang sudah berproduksi.
Yang menarik, Om Iwan melakukan eksperiman tumpangsari cucakrawa dan lovebird. Karena lahan terbatas, dia menggunakan satu kandang untuk memelihara sepasang induk cucakrawa dan sepasang induk lovebird.
Namun, untuk menghindari perkelahian, lovebird diletakkan dalam kandang battery yang berada di kandang penangkaran cucakrawa berukuran 2 x 3,5 m2 dan tinggi 3 meter.
Ketika Om Kicau datang ke penangkaran unik tersebut, pasangan cucakrawa nampaknya tak terganggu dengan keberadaan kandang battery yang dihuni sepasang lovebird. Bahkan induk betina cucakrawa sudah bertelur. (d’one)
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.