Banyak sekali penggemar murai batu yang menurunkan burungnya ke arena lomba, beberapa pekan setelah mengalami mabung dewasa pertamanya. Tidak sedikit di antaranya yang juara, mengalahkan burung-burung yang dari segi umur lebih mapan, bahkan sudah beberapa kali menjuarai lomba. Namun, tahukah Anda, bahwa tindakan tersebut sebenarnya kurang tepat? Kita hanya senang hari ini karena burung bisa moncer, tetapi mengabaikan berbagai problem yang akan muncul di kemudian hari.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Murai batu umur 8 bulan, rampung mabung pertama.

—-

Contoh menarik pernah dialami Om Syamsul Saputro, pemilik SKL Bird Farm Jatibarang, Indramayu, jauh sebelum dia menjadi penangkar sukses. Karena pengetahuannya tentang karakter murai batu ketika itu masih minim, Om Syamsul menurunkan gaconya untuk kali pertama di sebuah lomba tingkat nasional.

“Burung memang menjadi juara pertama. Padahal lawan-lawan di sebelah kiri, kanan, depan, dan belakang bukan burung sembarangan, karena ini even nasional. Salah satu di antaranya adalah murai jawara seharga dua ratus lima puluh juta rupiah,” ujar Om Syamsul.

Dengan bangga, Om Syamsul pulang sambil membawa trofi, piagam kemenangan, juga uang hadiah tentunya. Bagaimana tidak bangga? Burung kemarin sore mampu mengalahkan murai batu jawara berharga Rp 250 juta. Meski baru sekali mabung, burung sudah memiliki mental fighter luar biasa, dengan durasi kerja yang nyaris sempurna, sejak digantang hingga akhir lomba.

Tetapi rasa bangga itu hanya berlangsung sesaat saja, karena selanjutnya muncul penyesalan mendalam. Sehabis lomba, burung mengalami beberapa perubahan perilaku antara lain sering mematuki bulu-bulunya. Pada mabung kedua, prosesnya juga tidak sempurna.

“Proses mabung tersendat-sendat, atau tidak bisa serentak. Misalnya, yang jatuh hanya bulu ekor dan sayapnya saja, sedangkan bulu dada hanya jatuh sebagian, atau bahkan sama sekali tidak rontok,” jelas Om Syamsul.

Sampai akhirnya, terjadi peristiwa yang tak diharapkan, yaitu burung mati. Om Syamsul saat itu merasa benar-benar menyesal. Pasalnya, sebelum menurunkan gaconya, dia sudah diberi nasihat oleh beberapa pemain murai batu yang berpengalaman, agar jangan dulu menurunkan burung belia tersebut.

Namun, dari kejadian itulah, Om Syamsul terus belajar dan belajar memahami karakter murai batu, sampai akhirnya bisa menjadi penangkar sukses seperti sekarang. Bahkan, berdasarkan catatan Om Kicau, SKL Bird Farm termasuk bird farm terbaik di Indonesia untuk jenis murai batu. Karena hampir semua produknya laris-manis, meski banderolnya di atas harga pasaran anakan murai batu.

Kapan waktu ideal melombakan murai batu

Lomba murai batu masih bercampur antara burung muda dan dewasa.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

—-

Dari cerita di atas, maka waktu ideal untuk melombakan murai batu sebaiknya tidak pada saat burung rampung mabung pertama. Meski karakter fighter sangat bagus, sebaiknya perlu lebih bersabar atau menahan diri terlebih dulu. Tunggu hingga mabung kedua selesai, barulah bisa menurunkannya dalam lomba.

Kalau pun sudah tidak sabar ingin menjajal kemampuan gaco yang dirawatnya sejak trotolan, ada dua alternatif yang bisa dilakukan.

Pertama, mengadakan gathering / ngetrek bersama beberapa murai batu lainnya, tapi dengan kisaran umur yang hampir sepadan.

Kedua, diikutkan dalam even sekelas latber saja, karena jumlah peserta biasanya tidak terlalu banyak, dan kualitasnya pun rata-rata sepadan. Sebab latber sejatinya adalah ajang uji coba / pemanasan, bukan semata-mata ingin menjadi juara. Dari latber inilah, kita dapat melihat apa yang perlu dibenahi dalam perawatan hariannya nanti.

Jangankan dilombakan, murai batu muda ketika diperdengarkan rekaman suara dua ekor MB jawara yang sedang ditrek pun bisa mengalami drop mental, sehingga malah tidak bunyi lagi.

Jadi, melatih mental murai batu muda butuh kesabaran, harus bertahap, dan kalau mau ditrek disesuaikan dengan umurnya.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Perlunya kita menahan diri adalah untuk menjaga perkembangan mental burung di kemudian hari. Seperti diketahui, salah satu penyebab murai batu sering mematuki bulu-bulunya adalah akibat tekanan / stres, terutama sehabis bertarung di lapangan. Apalagi kalau lawan-lawannya jauh lebih dewasa, yang punya sorot mata kharismatik dan terus menekannya.

Kita tidak tahu pasti, apakah murai batu muda saat bertarung melawan murai batu mapan dan langganan itu benar-benar mengeluarkan suaranya, atau merupakan reaksi atas ketakutannya sehingga seperti menjerit.

Sebab burung ketika menjerit akibat takut juga bisa bersuara bagus. Beberapa waktu lalu, Om Kicau juga menerima keluhan dari Om Lucky Prada (via email). Cucak hijaunya sehari-hari tidak pernah mau bunyi. Dipancing dengan CI betina pun hanya bersuara lirih dan serak. Tapi kalau mendengar suara mesin, dia selalu berkicau bagus dan lantang.

Ini merupakan pertanda burung menjerit ketakutan, namun terdengar oleh telinga kita sebagai suara kicauan merdu. Andai burung bisa ngomong, tentunya kita dapat bertanya apakah suara yang dikeluarkannya karena menjerit ketakutan atau berkicau, he.. he… he…

Perlu dibuat kelas junior dan senior

Kalau Anda juga penggemar perkutut, tentu sudah faham bahwa konkurs (lomba) perkutut itu selalu dibedakan dalam dua kelas: junior dan senior. Mengapa? Sebab kondisi mental burung muda dan burung dewasa memang berbeda, meski kemampuan suaranya bisa saja sama, atau bahkan yang muda lebih bagus daripada yang dewasa.

Ketika kondisi mental sudah terpengaruh, maka burung dengan kemampuan suara yang bagus pun bisa drop, sehingga di kemudian hari malah susah dilombakan lagi.

Berdasarkan alasan di atas, muncul pemikiran, mengapa event organizer (EO) lomba kicauan tidak membuat kelas junior dan senior untuk murai batu, sebagaimana sudah diterapkan pada konkurs perkutut?

Kalau ada pembagian Kelas Junior dan Senior, maka seluruh murai batu muda usia (misalnya dengan persayaratan belum mencapai mabung kedua) akan masuk ke Kelas Junior.

Jika perlu dibuat kelas Junior A dan Junior B, di mana Junior B hanya untuk MB yang sudah mabung kedua tetapi belum mencapai mabung ketiga.

Adapun Kelas Senior hanya diperuntukkan bagi murai batu yang sudah mabung ketiga, sebab inilah masa dewasa sesungguhnya dari murai batu, bukannya umur dewasa kelamin (UDK). UDK pada murai batu sudah terjadi begitu burung rampung mabung pertama, sebagai tanda bahwa dia sudah bisa berkembang biak.

Murai batu yang sudah menyelesaikan mabung ketiga berada dalam kondisi puncak performa (top form), sebagaimana pendapat Om David de Souza. Silakan lihat pula artikel Kesempurnaan murai batu usai mabung ketiga.

Kalau dirawat dengan baik, dia akan terus berprestasi hingga belasan tahun, seperti murai batu Suara Sakti milik Om Andy Donk (Jogja), yang sudah 16 tahun dilombakan dan tetap juara.

Dalam lomba terakhir, Gubenur DKI Cup (8/12), Suara Sakti bahkan meraih double winner, masing-masing di Kelas BnR dan Kelas EB-Odjoss, serta juara 3 Kelas Wagub. Luar biasa burung ini, karena umurnya diperkirakan 17 – 18 tahun.

Om Andy Donk bersama murai legendaris Suara Sakti

—-

Om Syamsul juga sepakat dengan adanya pembagian kelas ini, bahkan ia menganalogikannya dengan FIFA World Cup yang terbagi beberapa kelas seperti U-16, U-19, U-21, U-23, dan senior.

Pertimbangannya sama, soal mental dan pengalaman. Secara teknis, Tim U-19 Spanyol bisa mengalahkan tim senior dari negara lain yang sepakbolanya belum terlalu kuat. Tetapi secara mental, ini kurang baik untuk mereka.

Begitu pula dengan murai batu. Hanya saja, ini hanya bisa terjadi jika semua murai batu yang dilombakan adalah burung hasil penangkaran. Perkutut pun dapat memiliki pembagian Kelas Junior dan Kelas Senior, karena semua perkutut merupakan hasil penangkaran.

“Murai batu masih campur aduk antara hasil tangkapan hutan dan hasil penangkaran. Kelak, jika murai hasil tangkapan hutan sudah susah didapatkan, dan harganya sudah tak terkendali, otomatis semua muraimania akan berpaling kepada MB hasil tangkaran. Jika burung-burung lomba sudah didominasi hasil tangkaran, otomatis ada inovasi kelas junior dan senior,” kata Om Syamsul.

Saat ini, yang bisa kita lakukan, adalah bersabar dalam menurunkan gaconya. Pastikan murai batu sudah mencapai mabung keduanya terlebih dulu. Jika dipaksakan berlomba, risiko yang mungkin terjadi adalah burung tambah ngedrop.

—-

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.