Kiamat, murai batu milik H Sona (Lampung), kembali menunjukkan prestasi terbaiknya setiap bertanding di Pulau Jawa. Dalam kontes Happy Anniversary Owen di Lapangan Banteng Jakarta Pusat, Minggu (23/3), jawara Piala Raja 2013 ini menjuarai kelas utama, Owen, yang berhadiah Rp 20 juta. Yuk, kita intip rahasia murai batu Kiamat menjelang lomba.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Kalau sebelumnya Om Kicau sudah mengungkap persiapan burung kenari jawara menjelang lomba, kali ini kita intip persiapan murai batu jawara menjelang lomba, berkaca pada kebiasaan murai batu Kiamat milik H Sona dari Lampung.
Burung jawara dengan prestasi stabil tentu disebabkan beberapa faktor. Dalam ilmu genetika, faktor genetis (bawaan dari induknya) memiliki persentase sekitar 30 persen. Selebihnya, 70%, ditentukan oleh faktor perawatan.
Faktor perawatan sangat bervariasi, mulai dari setelan pakan terutama extra fooding (EF), aktivitas mandi dan penjemuran, pemasteran, pembiasaan dalam suasana kompetisi (melatih mental), dan sebagainya.
Persiapan burung menjelang lomba juga menjadi bagian dari faktor perawatan. Nah, bagaimana murai batu Kiamat milik H Sona ini dipersiapkan, terutama ketika sudah berada di arena lomba, namun belum digantang?
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Untuk memperoleh jawaban ini, H Sona mempersilakan Om Kicau untuk menanyakan langsung kepada mekanik andalannya, Om Andyk Republik.
Om Kicau kemudian mendekati Om Andyk yang sedang sibuk di belakang mobil Toyota Vellfire warna putih, dengan nomor polisi B 124 JAT. Rupanya, murai batu Kiamat yang dalam kondisi full kerodong disimpan di bagian belakang / bagasi mobil.
Mobil dalam kondisi dihidupkan karena pendingin udara (AC) juga on. Bahkan terdengar pula dentuman musik berirama house music yang disetel sayup-sayup. Tak ada seorang pun di sana, kecuali murai batu Kiamat. Om Andyk menjaganya di belakang mobil.
Rupanya, inilah salah satu kebiasaan yang selalu diberikan kepada murai batu Kiamat menjelang lomba. “Jadi, burung tak perlu turun dari mobil atau dibawa ke pedok peserta di lapangan,” kata Om Andyk.
Bagi yang mau meniru, mohon diingat: jangan menghidupkan AC dalam kondisi mesin mati. Sebab berisiko besar menyebabkan udara di dalam mobil dipenuhi gas karbondioksida (CO2) yang mematikan.
Kebiasaan ini sudah lama diterapkan pada murai batu Kiamat. Dengan demikian, burung cukup beristirahat di dalam mobil, tidak perlu mencari tempat yang sepi atau jauh dari keramaian, seperti yang biasa dilakukan beberapa pemilik murai batu.
Tentu saja, agar tetap bisa mendengar pengumuman dari panitia, terutama jika sesi yang diikutinya segera dimulai, mobil diparkir tak jauh dari lapangan. Mesin mobil, AC, dan musik terus menyala hingga pengujung lomba.
“Bahkan ketika burung sudah turun di sesi pertama, lalu mau turun lagi ke sesi kedua dan seterusnya, maka masa menunggu pun dilakukan di dalam mobil,” tambah Om Andyk.
Tapi, bagaimana persiapan ketika burung baru saja tiba di arena lomba? Om Andyk menjelaskan, ketika baru tiba di arena lomba, maka kerodong dibuka dulu dan burung dianginkan sejenak supaya terkena sinar matahari sesaat.
Selanjutnya, burung dikerodong lagi dan dimasukkan ke bagian belakang mobil, AC dan musik dinyalakan. “Jika menunggu sesi berikutnya, sambil ngadem dan ndengerin musik pelan-pelan, Kiamat juga kita beri seekor jangkrik,” tambah mekanik andalan H Sona itu.
Mengapa harus mendengarkan musik? Sebenarnya ini hanya taktik untuk mengalihkan perhatian murai batu Kiamat agar tak mendengar suara burung sejenis saat istirahat jelang digantang.
“Dengan taktik seperti ini, burung menjadi lebih tenang, tidak mendengar burung sejenis. Kalau tidak diperdengarkan musik, wah… Kiamat bisa menyambar-nyambar suara murai batu lainnya, dan ini membuat staminanya terkuras,“ kata H Sona, sang pemilik, perihal kebiasaan gaconya ini. (d’one)