Sebanyak 82 ekor burung nuri Talaud atau Eos histrio talautensis dilindungi yang disita dari para pelaku penyelundupan burung ke luar negeri akan dilepaskan ke alam liar pada 21 Agustus 2014 nanti. Pelepasan akan dilakukan LSM KOMPAK Talaud bekerja sama dengan Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasiko dan World Parrot Trust dari Amerika Serikat.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Ketua LSM KOMPAK Talaud Michael Wangko dikutip Kompas mengatakan 82 ekor nuri talaud yang merupakan burung endemik yang dilindungi tersebut merupakan bagian dari 111 ekor yang disita dari Ismail Gan (34), warga Filipina yang akan menyelundupkan burung tersebut dari Talaud ke Filipina pada November 2013 lalu.
Sewaktu melakukan aksinya, Ismail menyiram tubuh nuri tersebut dengan air gula agar tidak bisa mengeluarkan suara dan beberapa ekor lainnya dicabuti bulunya agar tidak terbang. Pelaku sendiri telah divonis penjara selama 1 tahun 4 bulan atas perbuatannya.
Burung-burung tersebut kemudian dititipkan di PPS Tasikoki untuk dirawat dan dipulihkan kondisinya.
“Kegiatan pelepasan satwa ini semata-mata bertujuan untuk membangun komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, masyarakat, serta lembaga pelestarian alam tentang pentingnya memutus rantai penyelundupan satwa liar,” kata Richter Taegetan, anggota KOMPAK lainnya.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Nuri Talaud merupakan salah satu dari jenis burung yang terancam punah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, serta ketentuan internasional dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa nuri Talaud tidak boleh diperdagangkan antarnegara.
Menurut keterangan beberapa sumber, burung ini sudah diselundupkan ke Tawao dan Filipina sejak tahun 1960 bersama pala, kopra, dan cengkeh. Pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang banyak melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia untuk dipasok ke General Santos, Filipina.
Maraknya perdagangan gelap itu terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh institusi penegak hukum, serta pemerintah daerah setempat. Para nelayan Filipina biasanya membeli nuri Talaud dari penduduk dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 50.000 per ekor.
Adapun para nelayan setiba di Filipina akan menjualnya kembali dengan harga hingga Rp 1 juta per ekor.
Berdasarkan laporan investigasi Yayasan Sampiri, perdagangan nuri Talaud masih berlangsung hingga saat ini. Dengan kalkulasi kasar berdasarkan hasil investigasi Yayasan Sampiri, total burung nuri Talaud yang diperdagangkan di tiga kampung yang menjadi basis penangkapan selama periode 8 tahun terakhir adalah 6.480 ekor, atau rata-rata sekitar 810 ekor per tahun.
Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di Kepulauan Sangihe, Talaud. Di Pulau Sangir Besar, tak kurang 3.549 hektar areal dijadikan Hutan Lindung Sahendaruman, sementara di Pulau Karakelang sekitar 24.669 hektar dijadikan Suaka Margasatwa Karakelang, dan 9.000 hektar sebagai areal hutan lindung.
Sayangnya, keberadaan hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta pencemaran lingkungan.
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
Kalau menurut saya Seharusnya di sekitar Pulau Talaud diperbanyak anggota patroli perbatasan,apalagi Pulau Talaud terletak di dekat perbatasan rentan akan penyelundupan/pencurian hewan-hewan Dari Pulau tersebut
Burung Nuri Talaud sangat cantik, nggak nyangka kalau di luar negeri dihargai setinggi itu
Semoga kedepannya tidak terjadi penyelundupan hewan2 lindung. Mari kita cintai dan jaga Indonesia !