Upaya pelepasliaran burung kicauan tentu harus didukung semua kicaumania, sehingga sebagian bisa dinikmati sebagai hiburan atau hobi, dan sebagian lagi bisa mendukung kelestarian spesies burung tertentu di alam liar, terutama spesies-spesies yang populasinya terindikasi menyusut. Tapi jangan sembarang melepasliarkan burung kicauan Anda, terlebih jika motivasinya adalah “membuang” burung-burung yang mengecewakan Anda, seperti dirawat lama tapi tidak bunyi-bunyi, burung yang sakit-sakitan, burung cacat, dan sejenisnya.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Biasanya upaya pelepasliaran burung dilakukan oleh para pegiat lingkungan hidup, konservasi satwa langka, maupun institusi-institusi sejenis. Februari lalu, Pelestari Burung Indonesia (PBI) Pusat juga melepasliarkan puluhan burung anis merah, dengan memberi kesempatan berbiak di alam liar sehingga dapat menambah populasi di habitat aslinya.
Para pegiat lingkungan hidup dan konservasi satwa langka tentu sudah tahu apa dan bagaimana melepasliarkan burung. Artikel ini hanya ditujukan kepada sobat-sobat kicaumania, para penggemar burung kicauan di Indonesia, yang pernah atau berencana melepasliarkan burung piaraannya, dengan tujuan tertentu.
Dalam hal ini, sebagian besar tujuan sobat kicaumania saat melepasliarkan burung adalah karena jengkel gaconya tidak juga rajin bunyi, sakit-sakitan, atau memiliki cacat fisik. Sebagian tujuan tersebut terkadang dikombinasi dengan tujuan mulia, yaitu ingin memberi kesempatan burung berkembang biak di alam liar.
Bahkan, bukan tak mungkin, ada sobat kicaumania yang sengaja melepas burung piaraan maupun hasil penangkarannya yang kondisinya bagus, dengan tujuan mulia seperti disebutkan di atas, sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian spesies burung tersebut di alam liar.
Namun, tujuan baik belum tentu memberikan hasil yang baik, jika kita tidak mengetahui dampak pelepasliaran burung-burung tertentu. Itu sebabnya, Om Kicau sengaja menulis artikel ini agar kita semua memahami apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dalam pelepasliaran burung kicauan Anda.
Sebagai contoh, Anda ingin melepasliarkan lovebird. Mungkin Anda ingin ada lovebird yang nantinya hidup di alam liar dan berbiak secara alami. Nah, tujuan itu baik, tetapi dampaknya tidak baik. Mengapa?
Lovebird bukanlah burung asli Indonesia. Artinya, di alam liar kita tidak pernah menemukan lovebird, kecuali burung yang terlepas dari sangkarnya, atau dilepas penggemar tertentu yang ingin melepasliarkannya.
Karena bukan spesies burung asli negeri kita, tindakan ini sangat tidak direkomendasikan. Di beberapa negara, hal tersebut bahkan dianggap sebagai tindakan ilegal yang bisa dikenai sanksi. Keberadaan lovebird di alam liar tentunya bakal mengancam keberadaan beberapa spesies burung lokal. Jadi, niat baik kita justru mengancam kelestarian plasma nutfah asli Indonesia.
Bukan hanya spesies burung impor saja yang “dilarang” dilepasliarkan. Burung-burung yang punya wilayah persebaran di daerah tertentu, juga tidak boleh dilepasliarkan di daerah lain yang bukan menjadi wilayah persebaran aslinya. Lain soal jika burung memang kita ternak atau dibudidayakan agar berkembang biak dalam pengelolaan manusia.
Contohnya elang jawa atau burung garuda. Sangat keliru melepasliarkan elang jawa di hutan-hutan yang ada di Sumatera, Kalimantan, dan daerah lain di luar Jawa. Pasalnya, burung-burung lokal di luar Jawa pasti akan terancam kelestariannya.
Berikut ini berbagai alasan lain mengapa kita jangan sembarangan melepasliarkan burung kicauan Anda:
1. Menjadi target buruan
Kondisi alam dan lingkungan kita masih belum sepenuhnya aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang kerap melakukan perburuan atau penangkapan burung-burung di alam liar. Demi uang, mereka tak peduli apakah yang ditangkapnya merupakan burung dilindungi atau status konservasinya masih aman.
Jika Anda melepasliarkan burung-burung, apalagi areanya masih dekat dengan kediaman Anda, hampir bisa dipastikan burung bukannya berkembang biak di alam liar, tetapi sudah berpindah tangan ke orang lain, khususnya pada pemikat. Bahkan kawasan konservasi yang sudah memasang papan larangan berburu burung pun kerap dilanggar.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Beberapa daerah memang sudah menerapkan larangan perburuan dan penangkapan burung-burung liar yang ada dalam wilayahnya, meski belum selurunya diterapkan di Indonesia. Dan, sekali lagi, masih banyak yang melanggarnya.
2. Media penyebaran penyakit
Nah, ada sebagian kicaumania yang jengkel terhadap burung piaraannya lantaran sering sakit-sakitan. Khawatir bakal menulari burung-burung lain yang ada di rumahnya, atau burung-burung penangkaran di kandang yang sama, maka burung sakit dilepasliarkan.
Ini jelas sangat tidak diperbolehkan. Sebab ketika berinteraksi dengan burung lain di alam liar, burung yang dilepas ini bisa menjadi media penyebaran penyakit. Bahkan bisa menulari jenis unggas lainnya seperti ayam danitik.
3. Menjadi spesies invasif
Burung yang dilepasliarkan di kawasan yang bukan menjadi habitatnya selama ini, baik burung impor maupun burung dari wilayah lain di Indonesia, maka burung tersebut berpotensi membentuk populasi liar.
Spesies burung ini tidak memiliki predator alami, sehingga bisa menjadi spesies yang invasif atau menguasai wilayah barunya, merebut sumber pakan utama dari spesies lokal, bahkan cenderung mengambilalih sarang sarang burung lokal tersebut.
Beberapa burung yang dikenal invasif adalah keluarga jalak-jalakan (Sturnidae) dan gagak-gagakan (Corvidae). Sebagai contoh jalak ungu / common myna (Acridotheres tristis ) yang menjadi spesies invasif di Australia, dan membahayakan populasi burung asli sehingga dianggap sebagai burung hama.
Belakangan ini ada jalak tunggir-merah / grosbeak starling (Scissirostrum dubium) yang merupakan burung endemik Sulawesi. Ternyata spesies ini banyak ditemukan pula di Kabupaten Panaruban, Subang, Jawa Barat. Keberadaannya dikhawatirkan bisa mengusir spesies lokal seperti burung takur (Megalaima sp.).
Bahkan beberapa waktu lalu, lereng Merapi pernah kedatangan spesies burung nonlokal yaitu hwamey. Hal inilah yang membuat para pegiat lingkungan hidup menyarankan agar ditangkap, karena bisa mengancam keberadaan burung asli
( baca juga : Jika benar ada hwamei di lereng Merapi, tangkap!!! )
4. Burung yang dilepas justru sering kelaparan
Masalah yang paling sering terjadi ketika burung kicauan yang dilepasliarkan bukan pada habitat aslinya adalah mereka justru akan kesulitan mencari pakan. Apalagi burung yang sudah lama dipelihara dalam sangkar. Akibatnya, terjadilah kelaparan dan kekurangan gizi, yang berujung pada kematian atau dimangsa burung predator.
Burung yang sudah lama dipelihara cenderung merasa nyaman dengan pakan seperti voer dan serangga yang setiap hari rutin diberikan pemiliknya. Ketika berada di alam liar, mereka pun umumnya akan mencari pakan seperti yang tiap hari disantapnya, seperti jangkrik, ulat hongkong, dan telur semut (kroto). Padahal belum tentu burung bisa menemukannya di alam liar.
Ketika mendapati jenis serangga lain, misalnya kumbang, burung-burung malah ketakutan atau ragu-ragu ketika hendak memakannya. Selain itu, burung peliharaan pun tidak tahu kalau kroto di alam liar itu dijaga oleh ribuan bahkan jutaan semut yang siap membunuh siapapun yang mengganggu sarang mereka.
Karena itulah, ketika Anda melepasliarkan burung kicauan, boleh jadi seperti memberi kesempatan burung untuk mati pelan-pelan, meski tujuan Anda sebenarnya sangat baik.
5. Burung sulit bertahan hidup
Selain kesulitan mencari pakan, burung kicauan yang dilepasliarkan secara sembarangan juga sulit bertahan hidup. Ya, ancaman hewan-hewan predator akan datang setiap saat, mulai dari kucing, musang, anjing, dan sebagainya.
6. Terjadi perkawinan silang di alam liar
Jika burung-burung kicauan yang dilepasliarkan selamat dari berbagai ancaman dan tantangam, maka ada kemungkinan terjadi perkawinan silang dengan burung-burung yang masih memiliki hubungan kekerabatan cukup dekat. Akibatnya akan terjadi burung mule atau hibrida.
Tidak soal jika burung mule ada di kandang penangkaran, tetapi menjadi persoalan jika itu muncul di alam liar, karena suatu saat akan mengancam populasi spesies burung asli, menghilangkan galur murni spesies lokal, dan sebagainya.
Itulah beberapa hal yang perlu diketahui sebelum Anda memutuskan untuk melepasliarkan burung kicauan Anda, baik karena tujuan mulia ingin menambah populasi di alam liar, atau karena jengkel burung cacat, sakit-sakitan, atau tak mau bunyi.
Semoga bermanfaat.