Hari ini merupakan hari terakhir di tahun 2014. Banyak peristiwa menarik, mengesankan, atau malah tidak mengenakkan, yang kita lalui sepanjang tahun ini. Aktivitas lomba burung berkicau mengalami kemajuan cukup pesat, terutama hal sportivitas dan fairplay, kendati belum bisa dibilang sempurna.
Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.
Tetapi burung-burung primadona belum bergeser dari posisi semula, yaitu lovebird, cucak hijau, dan murai batu. Hal ini juga ditegaskan dalam laporan utama Tabloid Agrobur No 761 | Minggu I Januari 2015. Berikut intisari laporan utama Tabloid Agrobur tentang mengenai tiga jenis burung primadona tahun 2014.
Agrobur menempatkan lovebird di peringkat teratas sebagai burung kicauan most wanted tahun ini. Di mana-mana, kelas lovebird selalu dipenuhi peserta. Sejumlah event organizer (EO) pun berlomba-lomba membuka kelas lovebird dalam jumlah lebih banyak daripada jenis burung lainnya, setidaknya sejajar dengan murai batu yang semula menempati peringkat teratas di tahun 2013.
Sebagian besar EO seperti melupakan kelas cucakrawa, tledekan, dan anis kembang, yang beberapa tahun belakangan ini makin sepi peminat di lapangan (meski tetap diminati sebagai burung piaraan). Menyadari para peminat lovebird terus membeludak, para pengelola EO makin antusias menambah jumlah kelas. Fenomena ini sangat kentara di Solo Raya, Jogja, Jabodetabek, dan Kalimantan Timur.
Dalam gelaran FreshMix Cup di Solo tanggal 14 Desember lalu, misalnya, panitia sampai membuka 6 kelas. Namun untuk menjaga kualitas penilaian, panitia sengaja membatasi 45 ekor per kelas. Kalau tidak, 60 gantangan pun bakal terisi penuh.
Enam kelas lovebird? Wah, itu sih belum seberapa. Panitia Piala Brimob di Kelapadua Depok (14/12) bahkan membuka delapan kelas lovebird. Fenomena hebat ini baru mencakup lovebird suara. Kelak, jika pamor lovebird warna bisa sejajar, tentu kelas lovebird makin “menggila” lagi.
Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.
Namun masih ada PR yang harus diselesaikan para pengelola EO, terkait pakem penilaian yang kerap menimbulkan perselisihan. Masing-masing EO mempunyai pakem berbeda-beda, sehingga kalangan pemain dibuat bingung dan sering komplain.
Persoalan yang sering muncul misalnya, mana yang lebih bagus antara lovebird yang rajin bunyi tapi ngekeknya tak terlalu panjang, atau burung yang ngekeknya sangat panjang tetapi ngetemnya juga cukup lama.
Banyak lovebird yang dalam satu durasi penilaian hanya mengeluarkan 3-5 kali ngekek, tetapi sangat panjang, dan dinobatkan sebagai pemenang. Di sisi lain, ada burung yang bunyi hingga belasan kali, tapi tidak terlalu panjang.
Yang paling sempurna tentu lovebird yang ngekek super panjang, sekaligus sangat rajin. Namun sulit sekali menemukan lovebird dengan materi sesempurna itu.
Ini menjadi pe-er bersama dan perlu dibahas satu meja dengan melibatkan sejumlah EO arus utama, khususnya BnR, Ronggolawe, PBI, dan beberapa EO independen yang aktif menggelar lomba. Apabila dibiarkan begitu saja, bukan tidak mungkin malah menjadi bumerang, sehingga kelas lovebird bakal ditinggalkan.
Meski demikian, banyak kicaumania yang optimistis jika lovebird masih akan menjadi burung kicauan favorit sepanjang tahun 2015 mendatang. Salah satu alasannya adalah bahan tersedia dalam jumlah melimpah, dengan harga yang relatif terjangkau pula, dan sifatnya terkadang mengejutkan jika Anda membawanya ke arena lomba.
Anda bisa mendapatkan bahan dengan harga Rp 2 juta – Rp 5 juta, dan jika beruntung bisa meraih juara pada lomba regional. Bandingkan dengan bahan murai batu, kacer, dan anis merah yang layak lomba. Harganya mencapai puluhan juta rupiah, dan terkadang macet di tangan pemilik baru.
Efek kejutan inilah yang membuat banyak pemain berani menurunkan lovebird yang sifatnya masih coba-coba. Sebab jarang ada lovebird yang setiap kali diturunkan selalu mau tarung secara stabil. Burung yang baru tampil perdana pun dapat membuat kejutan dan meraih juara. Sebaliknya, burung langganan juara bisa saja diam tak bersuara sejak awal digantang hingga penilaian berakhir.
Uniknya penilaian lovebird
Jika Anda rajin menyimak berita lomba di omkicau.com, banyak sekali lovebird yang pekan lalu juara di even besar, eh… pekan ini malah keluar dari posisi lima besar, atau sama sekali tidak masuk daftar juara. Sebaliknya, selalu ada lovebird debutan yang menyodok ke daftar juara, bahkan di top rank.
Para lovebird lovers pun berusaha keras untuk dapat memahami karakter burung cantik ini, sambil berharap bisa menemukan setelan lomba agar bisa tampil stabil. Sebab jika sudah matang dan stabil, harganya tentu selangit.
Penilaian lovebird memang cukup unik. Secara teori, menjuri lovebird relatif gampang karena tinggal mencari burung yang paling rajin dan panjang-panjang ngekeknya. Variasi lagu dan volume kayaknya cenderung diabaikan.
Burung yang paling rajin bunyi menjadi kandidat juara. Kalau didukung tembakan panjang-panjang, makin besar peluangnya untuk menjadi juara.
Untuk membantu pantauan burung yang ngekek, para juri dan petugas lapangan biasanya berteriak-teriak menyebut nomor gantangan. Ini memang membantu juri-juri dalam membandingkan burung yang satu dan burung lainnya.
Ada pula yang menggunakan metode bendera. Lovebird yang bunyi dan dihitung sebagai bunyi yang panjang akan ditancapi bendera, tanda dia bunyi. Burung yang paling banyak menerima tancapan bendera, tentu saja berpeluang lebih besar menjadi juara.
Breeder spesialis juara terus bermunculan
Saat ini breeder lovebird spesialis suara terus bermunculan. Induk berkualitas diyakini akan menurunkan anakan yang berkualitas pula. Sebagian besar lovebird yang dilombakan berjenis kelamin betina. Namun, terkadang, ada pula burung jantan diturunkan dan menjadi juara.
Lovebird yang memiliki sifat fighter dan mau nembak panjang umumnya memang betina. Kalau ada lovebird jantan yang rajin bunyi dan ngekek panjang-panjang, biasanya juga akan menjadi rebutan kalangan breeder untuk dijadikan pejantan tangguh di kandang.
Para peternak berusaha memadukan induk jantan dan betina yang sama-sama rajin serta panjang-panjang. Ini berbeda dari kenari. Peternak kenari sering kesulitan mendapatkan betina bagus. Tetapi peternak lovebird biasanya malah kesulitan mencari pejantan bagus, yaitu rajin bunyi dan panjang-panjang.
Nama-nama breeder lovebird suara pun menjadi buruan para pemain maupun penggemar rumahan. Mereka rela antre atau indent untuk mendapat anakan trah juara.
Sebut saja nama-nama penangkar lovebird trah juara seperti Ananta 999 (Sragen), Benny Luwes Solo, Andi GBU / Lilik (Solo), Nanang Kris / Lucas, Eko LMS, Eko Jangkrik CKM, Tobil Proliman, Arif ASBF Jogja, Haris Tamanan, Aris Exellent, dan sebagainya. Pengepul seperti ltok LB Solo pun kewalahan melayani konsumen.
Oke, kita berharap pamor lovebird bisa bertahan dalam waktu cukup lama, karena banyak peternak dan pedagang yang menggantungkan hidupnya di sini. Semoga pula lovebird warna bisa diorbitkan lebih tinggi, dengan memperbanyak kontes kecantikan lovebird.
Sumber: Tabloid Agrobur No 761 | Minggu I Januari 2015
Penting: Burung Anda kurang joss dan mudah gembos? Baca dulu yang ini.
Om, kalau lovebird tidak memiliki trah ngekek panjang, apakah tidak ada peluang lb trsebut memiliki ngekek panjang? Dengan asumsi, perawatan yg diberikan kpd lb trsebut sudah optimal. Makasih om.
Ngekek panjang selalu dipengaruhi dua faktor, genetik dan perawatan (khususnya pemasteran). Genetis bagus, perawatan kurang, juga tidak bisa optimal. Namun pemasteran yang bagus bisa meningkatkan performa lovebird ketika dewasa, meski induknya tidak ngekek panjang. Idealnya memang memiliki dua faktor tersebut. Untuk memaster anakan lovebird agar ngekek panjang bisa dilakukan sejak awal menetas. Selengkapnya bisa dilihat dalam artikel memaster lovebird ngekek panjang ala Om Eko LMS.