Meneruskan artikel sebelumnya tentang lovebird yang menjadi burung primadona tahun 2014, kali ini Om Kicau mengangkat kembali analisis Tabloid Agrobur tentang burung kicauan yang mencorong di tahun yang sama. Dalam hal ini, Agrobur menyoroti pamor cucak hijau yang meroket tahun ini.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Suasana kelas cucak hijau yang ramai dalam even BBC Cup di Samarinda, 7 Desember 2014.

Untuk mengupas fenomena cucak hijau, Agrobur dengan jeli membandingkannya dengan anis merah, pada wilayah yang sama, yaitu Bali. Seperti diketahui, murai batu pernah menjadi burung kicauan paling favorit di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, menggeser pamor anis merah yang pernah bersinar di awal dekade 2000-an.

Tapi khusus di Bali, anis merah masih menjadi burung terfavorit sepanjang tahun 2013 dan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2014, berdasarkan laporan Agrobur No 761 | Minggu I Januari 2015, cucak hijau sudah menggeser anis merah di Pulau Dewata. Ini cukup mencengangkan.

Dalam setiap lomba, panitia membuka kelas cucak hijau lebih banyak daripada jenis burung  lainnya. Sebab peminat kelas ini dalam setahun terakhir terus mengalami peningkatan. Bahkan sudah mengalahkan anis merah yang dikenal paling ramai di Bali.

Ramainya kelas cucak hijau tidak terlepas dari ketersediaan burung bakalan yang melimpah, dengan harga relatif terjangkau. Faktor ini juga dijumpai pada lovebird: bahan melimpah, harga relatif murah.

( baca juga: Lovebird, burung primadona tahun 2014 versi Agrobur )

Sebaliknya, jika sudah berhasil ngoncer di lapangan, harga cucak hijau bisa berlipat-lipat. Faktor lain yang membuat pamor cucak hijau di Bali melambung adalah begitu banyaknya bakalan cucak hijau bakalan dari Banyuwangi dan Jember.

Hanya saja, mengenai stok melimpah cucak hijau dari Banyuwangi dan Jember, Om Kicau agak meragukan. Hal ini berdasarkan pengamatan Om Eldin, dan dituangkan dalam artikel yang pernaj dimuat di omkicau.com.

( baca juga Menggugat keaslian cucak hijau Banyuwangi dan Jember saat ini )

Banyak ijomania yang mengalami kesulitan dalam menyetel cucak hijau agar relatif stabil di lapangan. Hal ini pernah dikupas Om Kicau dalam artikel Pasang-surut prestasi cucak hijau di arena lomba. Rupanya, citra sebagai burung yang jarang stabil sepanjang tahun alias prestasinya naik-turun ini membuat para ijomania lebih tertarik dan merasa tertantang.

Dengan kata lain, setiap pemain merasa memiliki kesempatan yang sama untuk menang, bahkan saat harus berlaga melawan gaco-gaco papan atas. Hanya beberapa cucak hijau yang bisa berprestasi cukup lama, antara lain Histeris milik Agung Tattoo (Bali), Gajayana milik Nanang PLN (Jakarta), dan Arjuna milik Herman Mandiri (Semarang).

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Cucak hijau Honda milik Cinyo (Ponorogo) yang sedang bersinar.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Selain itu, para pemain papan atas rata-rata doyan main cucak hijau, meski domain utamanya murai batu, kacer, dan beberapa jenis burung lainnya. Di Bali ada Mr Baim, Ngurah Adi, Agung Tattoo, dan Daeng Wahyu yang merupakan mania cucak hijau dengan gaco andalan tingkat nasional. Selain Histeris yang fenomenal, cucak hijau koleksi pemain Bali yang sering moncer di Jawa seperti Eragon, Prabu, Double Six, dan sebagainya.

Besarnya minat tokoh- tokoh burung di Bali dalam bermain cucak hijau juga berimbas pada transaksi burung jawara dengan harga menggiurkan. Hal ini membuat para pemula terpacu untuk memelihara dan mengorbitkan cucak hijau jawara.

Di Kaltim, cucak hijau geser murai borneo

Fenomena cucak hijau menggeser anis merah di Bali menyerupai kondisi di Kalimantan, khususnya Kaltim. Selama ini, burung lomba terfavorit di Kaltim adalah murai borneo dan kacer. Kini, posisinya dilaporkan sudah berubah. Cucak hijau sudah menggeser pamor murai borneo.

Dalam Latber Polder Air Hitam Samarinda, cucak hijau selalu full peserta.

Para kicaumania di Kaltim memang punya jatidiri yang kuat. Mereka menyukai murai borneo, karena ini merupakan plasma nutfah asli Kalimantan. Begitu pula dengan kacer, terutama kacer dada hitam, yang hanya ada di Pulau Borneo.

Cucak hijau yang dilombakan di Kalimantan pun umumnya merupakan subspesies yang berhabitat di Kaltim, terutama Tarakan dan Berau. Artinya, bagaimanapun posisi cucak hijau, murai borneo, serta kacer (dada hitam), mereka umumnya tetap memelihara burung-burung dari daerah sendiri (kecuali kacer poci / dada putih).

Secara umum, Tim Agrobur mengamati, sepanjang tahun 2014 kelas yang paling diminati kicaumania Kaltim adalah cucak hijau, murai borneo, lovebird, dan kacer. “Empat kelas ini menjadi roh dari even lomba di wilayah Kalimantan Timur,” jelas Om Rudi Denzipur, seperti dikutip Agrobur.

Empat jenis burung ini mengalami perkembangan luar biasa, karena bisa dimainkan hingga 5 – 6 sesi dalam setiap perlombaan dengan peserta yang rata-rata juga full. Karena banyaknya kelas, pengelola EO selalu memilih burung terbaik sesuai dengan jenisnya, misalnya cucak hijau terbaik, murai borneo terbaik, dan seterusnya. Budaya ini tidak dijumpai dalam lomba burung di luar Kalimantan.

Namun dari empat jenis burung tersebut, cucak hijau layak mendapat predikat burung most wanted tahun 2014. Tiket cucak hijau selalu ludes dalam even besar / skala regional. Yang menarik, juaranya selalu cenderung berganti-ganti. Alasannya sama seperti ulasan terdahulu, yaitu prestasi cucak hijau sangat fluktuarif.

“Sudah sering kita katakan bahwa seni bermain cucak hijau itu sangat tinggi. Terbukti (burung) juara belum tentu bisa dipastikan, apalagi kalau sudah rata mau bongkar semua,” kata Eres dari Sangkima BC Sangatta.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.