Dalam dua tahun terakhir, jumlah penggemar burung “kolibri” di Indonesia terus bertambah. Hal ini dibarengi pula dengan makin banyaknya event organizer (EO) yang membuka kelas tersendiri untuk jenis burung tersebut. Iseng-iseng, Om Kicau mengadakan survai mengenai kelas “kolibri” dalam berbagai lomba / latpres / latber burung berkicau di Indonesia.

Cara gampang mencari artikel omkicau.com, klik di sini.

Sebagai catatan awal, Om Kicau selalu menulis “kolibri” (pakai tanda petik) karena penamaan burung tersebut salah-kaprah, namun tetap dipakai para penggemarnya. Nama sebenarnya burung-madu, dengan beragam spesies atau jenisnya, dan termasuk dalam kelompok sunbird.

Burung-madu bakau (Nectarinia calcostetha), salah satu jenis burung sunbird.

Di Amerika juga ada burung yang mirip burung-madu. Namanya colibri, yang juga terdiri atas beberapa spesies, dan termasuk dalam kelompok hummingbird. Burung colibri tidak dijumpai di belahan dunia lainnya, artinya juga tidak ada di Indonesia, hanya ada di Amerika Utara dan Amerika Selatan.

Kelompok sunbird dan hummingbird memiliki taksonomi yang sangat berbeda. Sunbird termasuk dalam keluarga Nectariniidae (Ordo Passeriformes), sementara hummingbird merupakan anggota keluarga Trochilidae dan Ordo Apodiformes.

Inilah colibri / hummingbird yang sebenarnya, yang hanya dapat ditemukan di Amerika.

Cara mudah punya ribuan file MP3 suara burung, klik di sini.

Jadi, sama sekali tidak benar apabila burung-madu (sunbird) disebut kolibri. Kekeliruan ini dapat disamakan seperti kita menyebut domba dengan kambing, atau menyebut itik manila (entok) dengan itik.

Sebagai kicaumania sejati, mestinya kita harus dapat memahami kebenaran fakta ini. Jangan pernah menganggap burung-madu (sunbird) sebagai kolibri (hummingbird), karena hanya melanggengkan sebuah kesalahan kepada anak-cucu kelak.

Sekitar 32,2% EO membuka kelas “kolibri”

Dalam survai ini, Om Kicau terpaksa menulisnya dengan istilah kolibri”, sekadar memudahkan pemahaman Anda mengenai fenomena kelas “kolibri” dalam berbagai lomba burung berkicau di Indonesia.

Survai ini dilakukan dengan meneliti keberadaan kelas “kolibri” di Indonesia, berdasarkan brosur lomba burung berkicau yang pernah dimuat omkicau.com selama bulan April 2015. Ternyata ada 103 brosur lomba atau latpres burung berkicau yang pernah dimuat sepanjang bulan itu.

Namun brosur yang akan diteliti akan mengesampingkan semua lomba yang bersifat khusus, seperti kontes pleci, kontes kenari, dan kontes lovebird. Jadi, data yang dipakai hanya lomba burung yang bersifat umum (melombakan berbagai jenis burung kicauan), dan jumlahnya ada 96 even selama April 2015.

Dari jumlah tersebut, ada 31 even yang membuka kelas “kolibri”. Artinya sekitar 32,2 % even lomba burung kicauan di Indonesia membuka kelas tersebut. Sebagian penyelenggara lomba hanya menyebut “kolibri”, dalam arti seluruh jenis burung burung-madu bisa tampil. Sebagian lagi membatasi pada “kolibri ninja” yang dianggap paling popular di Indonesia, atau gabungan “kolibri ninja” dan “kolibri wulung”.

Sejauh ini, sebagian besar EO hanya membuka satu kelas kolibri. Satu-satunya EO yang membuka hingga tiga kelas kolibri adalah Latpres KMBB Bersatu di Pangkalpinang (12/4). Adapun panitia Jaya Alumunium Cup (Cikarang, 12 April 2015) membuka dua kelas.

Latpres KMBB Bersatu di Pangkalpinang membuka tiga kelas “kolibri”.

Tabel lengkap keberadaan kelas “kolibri” bisa dilihat di sini

Paling ramai di Blok Barat, khususnya Jabodetabek

Sebenarnya, apabila mau dikupas lebih detail per wilayah, EO yang membuka kelas “kolibri“ menumpuk di Blok Barat, lebih khusus lagi di Jabodetabek. Jarang kelas ini dibuka di Blok Tengah, apalagi Blok Timur. Begitu pula di Kalimantan dan Sumatera.

Sekarang kita gebyar data khusus di Blok Barat, di mana para EO membuka kelas “kolibri”. Khusus Blok Barat, ada 42 even yang brosurnya pernah dimuat Om Kicau sepanjang April 2015. Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya (sekitar 57,1%) membuka kelas “kolibri”.

Dengan demikian, dari semua (31) even yang membuka kelas kolibri di Indonesia, ternyata 77,4% di antaranya ada di Blok Barat. Silakan cek datanya di sini.

Apabila mau dikerucutkan lagi, sebenarnya kelas ini lebih dominan di Jabodetabek. Sepanjang April 2015, ada 35 kontes di Jabodetabek yang brosurnya dimuat di omkicau.com. Dari jumlah tersebut, 21 even (60%) membuka kelas “kolibri”.

Atau, dari semua (31) even yang membuka kelas “kolibri” di Indonesia, sekitar 67,7% ada di wilayah Jabodetabek. Wow! Ini angka yang sangat tinggi. Tabel lengkap dapat dilihat di sini.

Belum ramai di luar Blok Barat

Fenomena ramainya kelas “kolibri” di Blok Barat berbeda jauh dengan kondisi di Blok Tengah (Jateng – DIY). Di wilayah ini, hanya 11,8 % even yang membuka kelas tersebut.

Keberadaan kelas “kolibri” di Blok Tengah

Nama Even Tanggal Kelas “Kolibri”
Wali Kota Cup Semarang 26 April 2015 Ada
Danjen Kopassus Bhirawa Yudha Cup, Sukoharjo 26 April 2015 X
Purworejo Bersatu 26 April 2015 X
Kersana BC, Brebes 26 April 2015 X
HUT Perhutani – HUT Puma BC, Pemalang 26 April 2015 X
Banyumas Berkicau 26 April 2015 X
Latpres Tanjungsari BC, Pemalang 26 April 2015 X
Sabtu Ceria Wonopringgo BC, Pekalongan 25 April 2015 X
Bupati Cup II, Batang 19 April 2015 Ada
Latpres Dewa BC Cup, Rembang 19 April 2015 X
Dongkal Rabu Ceria, Pemalang 15 April 2015 X
Piala Bupati Jepara 12 April 2015 X
Dan Brig 6-2 Kostrad Cup III, Solo 12 April 2015 X
GBA Ceria 3, Banjarnegara 12 April 2015 X
Latpres Pakica Ampel, Boyolali 12 April 2015 X
Camat Cup Mijen, Semarang 5 April 2015 X
Latpres Rabu Special Bara Team, Sukoharjo 1 April 2015 X

Bahkan, di Blok Timur, tidak ada satu pun gelaran yang membuka kelas kolibri. Meski data ini hanya berdasarkan brosur lomba yang dimuat omkicau.com, namun sudah cukup menggambarkan bahwa kelas “kolibri” di Blok Timur juga belum popular. Silakan lihat tabelnya di sini.

Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis...

Keberadaan kelas “kolibri” di Blok Timur

Nama Even Tanggal Kelas “Kolibri”
GS 80 Cup I, Probolinggo 26 April 2015 X
Bengrah Cup 1, Surabaya 26 April 2015 X
Latpres Singa Jaya BC, Ponorogo 26 April 2015 X
Happy Malang Raya 19 April 2015 X
Satpol PP Cup, Nganjuk 19 April 2015 X
M3 Dewa 99, Sidoarjo 19 April 2015 X
Selasa Pesta SangSaka BC, Kediri 14 April 2015 X
Oregano Cup, Bojonegoro 12 April 2015 X
Piala Wali Kota Pasuruan 12 April 2015 X
Bupati Cup Jember 12 April 2015 X
Malang Berkicau 12 April 2015 X
Latpres Aldira SF Surabaya 12 April 2015 X
1st Anniversary AKBC, Pandaan 5 April 2015 X
Pomal Cup 69, Surabaya 5 April 2015 X
Axel Cup, Blitar 5 April 2015 X
The Lobster Cup I, Sidoarjo 3 April 2015 X

Kondisi di Blok Tengah sebenarnya hampir sama dengan di Sumatera dan Kalimantan, di mana tidak banyak EO yang membuka kelas kolibri.

Berdasarkan data yang diolah Om Kicau, hanya 16,7% even di Sumatera yang membuka kelas kolibri (lihat datanya di sini). Adapun angka di Kalimantan lumayan tinggi, 28,6%, karena data yang tersedia sangat minim, yaitu hanya berdasarkan 7 even (tabel lengkap di sini).

Ada asap, tentu ada api

Harus diakui jumlah penggemar kolibri di Indonesia dari waktu ke waktu terus bertambah. Hal ini terlihat pula dari maraknya grup kolibri di Facebook, antara lain:

  • Kolibri Ninja (Konin) Indonesia (Purple-throated Sunbird)
  • Kolibri Mania Indonesia
  • Komunitas Pecinta Burung Colibri
  • Komunitas Kolibri Tangerang
  • Kolibri Raja (Ninja) Club Semarang
  • Kolibri Ninja Kediri
  • Kolibri Ninja Cirebon (KNC)
  • Colibri Comunity >BWI

Fakta itulah yang kemudian “ditangkap” sejumlah event organizer dengan membuka kelas “kolibri”.  Ya, ada asap tentu ada api. Mengingat jumlah penggemarnya terus bertambah, EO pun ramai-ramai membuka kelas “kolibri”. Bahkan event organizer arus utama (mainstream) seperti Ronggolawe dan BnR pun membuka kelas tersebut.

Hanya Pelestari Burung Indonesia (PBI) yang tidak pernah membuka kelas “kolibri”. Mengapa? Sebab seluruh spesies burung-madu, atau sering disalahkaprahi sebagai “kolibri”,  termasuk daftar burung dilindungi di Indonesia.

Mengapa burung-madu dilindungi?

Lalu, kenapa banyak sekali event organizer termasuk EO mainstream yang membuka kelas “kolibri”? Om Kicau berprasangka positif saja, mungkin saja mereka belum tahu kalau burung-madu termasuk satwa dilindungi di Indonesia. Itu sebabnya, mereka membuka kelas “kolibri” untuk mengakomodasi keinginan para penggemarnya yang terus bertambah.

Burung-madu berperan dalam menjaga ekosistem hutan dan perkebunan.

Om Kicau juga berprasangka baik terhadap para penggemar burung “kolibri”. Mungkin mereka juga belum tahu mengenai pelarangan memelihara semua jenis burung-madu.

Kalau tahu, tentu mereka tidak akan pernah memeliharanya. Sebab itu jelas melanggar hukum, serta suatu saat ada kemungkinan berhadapan dengan aparat terkait (BKSDA dan kepolisian).

Om Kicau sebenarnya sudah sering mengingatkan hal ini, namun mungkin belum sampai ke sebagian EO dan penggemar burung “kolibri”. Dalam setiap berita lomba, misalnya, Om Kicau tak akan pernah menulis atau memuat foto pemenang di kelas “kolibri”, kecuali hanya dalam daftar juara (karena ini fakta berita, yang dalam dunia jurnalistik tidak boleh dihilangkan).

Seperti dijelaskan dalam beberapa artikel terdahulu, pelarangan memelihara burung-madu itu bukan karena faktor ancaman kepunahan. Bukan! Burung-madu dilarang ditangkap, diperjualbelikan, serta dipelihara karena berperan besar dalam menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan hutan dan perkebunan.

Jika kasus perburuan liar dibiarkan, mengingat jumlah penggemarnya makin bertambah, tentu suatu saat akan terjadi perubahan status dari risiko rendah (LC) menjadi rentan, terancam, hampir punah, sampai punah!

Burung-madu, seperti juga burung isap-madu (honeyeater), setiap hari rajin mengambil biji tanaman di hutan dan perkebunan, dan sebagian akan terjatuh ke tanah. Biji yang jatuh akan tumbuh menjadi trubus, tanaman muda, sampai menjadi tanaman pengisi hutan dan perkebunan.

Mereka juga membantu proses penyerbukan tanaman, mempersatukan putik dan benangsari, sehingga bunga tanaman akan berkembang menjadi biji, sekaligus benih tanaman tersebut.

Jika populasinya menipis akibat maraknya perburuan liar, hutan kehilangan salah satu faktor penentu keberlangsungan generasinya. Makin banyak hutan gundul, bukan sekadar ditebangi, tetapi juga karena kehilangan burung-madu.

Akibatnya, hutan kian kehilangan kemampuannya dalam menahan air dalam tanah, sehingga mudah longsor dan menjadi penyebab pula banjir bandang di sejumlah daerah. Bukankah kita sering melihat kasus-kasus bencana alam seperti itu di koran dan televisi? Tapi sadarkah kita bahwa salah satu penyebabnya adalah menipisnya populasi burung-madu di alam liar?

Saatnya menangkar burung-madu

Tulisan ini mungkin tidak menyenangkan bagi para penggemar “kolibri” di Indonesia. Namun, yakinlah, semua ini demi kebaikan kita bersama: kebaikan negeri ini, kebaikan masyarakatnya, serta kebaikan dan kepentingan anak-cucu kelak.

Mulai sekarang, stop melombakan kelas “kolibri”. Jika EO menghentikan kelas tersebut, tentu jumlah penggemar akan menyusut. Kalau penggemar menyusut, tentu pedagang tak mau lagi membeli hasil buruan para pemikat.

Bagaimana dengan burung-burung yang terlanjur dipelihara? Apakah perlu dilepasliarkan? Tak perlu, karena belum tentu burung tersebut mampu bertahan hidup, terlebih di udara perkotaan. Jadi?

Sebaiknya para pemilik “kolibri” bersatu dalam komunitas masing-masing. Kumpulkan semua koleksi “kolibri” di salah satu atau beberapa rumah anggotanya, untuk diternak atau ditangkarkan sehingga bisa berkembangbiak dan bisa dimanfaatkan tanpa mengganggu lagi kelestariannya di alam liar.

Jika semua sepakat, suatu saat nanti kita dapat membuka lagi kelas “kolibri”, di mana semua bahannya berasal dari hasil penangkaran. Ya, kondisinya sama seperti kelas cucakrawa yang hampir semuanya berasal dari hasil breeding.

( lihat  juga Penangkaran burung-madu: Siapa berani memulai ? )

Untuk menangkar diperlukan perawatan. Silakan buka beberapa dokumen berikut ini:

Lihat Data Nasional | Blok Barat | Jabodetabek | Sumatera | Kalimantan

mohon maaf bagi yang kurang berkenan.

Cara gampang mencari artikel di omkicau.com, klik di sini.

Page: 1 2 3 4 5 6